
Cara Mudah Dapat Steam Gift Card merupakan postingan pertama yang akan admin bagikan kepada pembaca, tentu saja postingan pertama ini terasa spesial khususnya bagi admin dan semoga saja di postingan yang pertama ini bisa bermanfaat terutama bagi pembaca yang membutuhkan informasinya. Sesuai judul di atas admin akan membagikan informasi bagaimana cara dapat steam gift card secara gratis. Steam merupakan distributor permainan digital milik Valve dimana cara membelinya via pembayaran dengan media unduhan (download). Dengan adanya Steam ini maka pembajakan game yang marak terjadi bisa di tekan seminimalisir mungkin.

Steamwork adalan sistem proteksi pada game-game baru yang mana pada boxnya atau wadahnya terdapat tulisan steam. Tentu saja di butuhkan internet sebelum menginstal aplikasi, dimana internet di butuhkan untuk memasukkan identitas dan kata sandi steam. Setelah itu akan di verifikasi, apabila memang benar maka oleh Steam akan di instal. Untuk saat ini banyak game game berkualitas yang menggunakan sistem semacam ini, karena lebih terproteksi.
Harga Steam Wallet sendiri cukup mahal, bisa mencapai ratusan bahkan jutaan rupiah. Untuk itu disini kami akan membagikan sebuah cara mendapatkan Steam Wallet Code gratis tanpa di pungut biaya seperpun. Hanya saja syarat utama anda harus memiliki smartphone android, karena disini menggunakan aplikasi penghasil uang terbaik di android yakni Whaff Rewards. Dengan aplikasi ini kita bisa mendapatkan dollar dengan jumlah yang tak terbatas, tergantung dari kita sendiri.
Baiklah langsung saja
tipsandronesia bagikan cara dapat steam gift card menggunakan Whaff Rewars, dan cara ini 100% LEGAL sehingga anda tidak perlu takut terjadi masalah seperti banned misalnya. Ikuti secara bertahap agar cara ini berhasil ya.
Cara Bagaimana Mendapatkan Saldo Steam Gratis
1. Masuk ke Playstore, cari aplikasi Whaff Rewards. Download seperti biasa.
2. Setelah itu buka Whaff dan langsung login, gunakan akun facebook anda, tidak perlu takut, ini 100% aman kok.
3. Setelah login sukses maka akan muncul perintah memasukkan kode invit, isi dengan kode "AY94488" agar anda langsung mendapatkan saldo pertama sebesar $0,30. Tanpa memasukkan kode tersebut saldo akan hangus tanpa bisa di ambil lagi, jadi langkah ketiga ini sangat penting.
4. Saat ini sepenuhnya anda menjadi member Whaff, maka anda bebas menggali uang sebanyak mungkin dari aplikasi ini. Inti aplikasi Whaff ini adalah kita harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah di sediakan di dalam aplikasi. Contohnya di Premium Picks. Nah, pada menu ini kita harus mendownload aplikasi dan menjalankan aplikasi tersebut, selain itu tidak menguninstall aplikasi agar dollar mengalir setiap harinya. Selain itu masih banyak cara yang bisa di lakukan untuk mendapatkan dollar. Cari dan gali terus dollar sampai berjumlah $22.
5. Setelah dollar terkumpul minimal $22, maka langkah berikutnya adalah melakukan penarikan dollar ke Steam. Langkahnya pilih "Payout/Pembayaran" >> "Steam Gift Card". Tentukan jumlah balance yang akan di tarik, sebagai contoh disini menarik sebesar $22,lalu konformasi.
6. Selanjutnya tunggu sekitar 1-3 hari kerja, kalau cepat bisa 1 hari atau bahkan kurang dari 6 jam. Tunggu sampai reedem kode keluar, contoh redeem kode seperti di bawah ini. Untuk mengeceknya bisa menggeser layar ke kanan atau lebih tepatnya di Cek Kode Hadiah.
7. Setelah kodenya keluar, catat baik-baik. Langsung saja kunjungi situs resmi steam atau klik saja
disini. Atau anda bisa melakukannya lewat aplikasi steam.
8. Pastikan anda sudah login, apabila sudah langsung saja masukkan kode pada kolom steam wallet code yang tersedia.
9. Pilih continue dan konfirmasi continue
10. Berhasil dan saldo sudah masuk di akun anda. Anda bisa menggunakan saldo yang ada sesuai dengan kebutuhan anda. Kurang lebihnya ketika saldo berhasil di tambahkan seperti pada gambar di bawah ini.
Bagaimana, mudah bukan mendapatkan saldo steam itu, tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun, mungkin hanya butuh koneksi internet yang stabil agar semuanya bisa berjalan lancar. Cukup sekian semoga bermanfaat, apabila masih bingung langsung saja tanyakan. Terimakasih sudah membaca
Bola merupakan olahraga yang tidak memerlukan modal banyak, jika kita ingin memainkan olahraga ini kita bisa bermain di lahan yang kosong, dan tiangnya pun bisa menggunakan sandal, murah sekali bukan..? ini lah yang membuat olahraga ini menjadi olahraga yang banyak diminati oleh warga dunia. tapi saya bukan bermaksud mengatakan bahwa bola ini olah raga yang murah ya… hanya saja maksud saya adalah olahraga ini merupakan olahraga yang dapat di terima dan dimainkan oleh semua kalangan baik yang miskin, sedang dan kaya semuanya bisa memaikan olahraga ini.
Sekarang ini lagi rameh-ramehnya liga inggris, liga inggris ini merupakan salah satu liga yang sangat din nanti-nanti oleh para penikmat sepak bola, dari yang tua, muda sampai anak-anak pun sangat suka menonton bola. Di dalam liga inggris ini banyak sekali pemain-pemain kelas dunia yang main dari klub merka masing-masing. Seperti rooney manchaster, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tapi masalahnya pada sinyal televise kita, kadang-kadang ketika sedang asik menonton bola sinyalnya tiba-tiba hilang entah kemana, inilah resiko yang rumahnya di pinggiran kota kaya saya hehheee…. Dan bukan hanya disitu saja, kadang-kadang juga terjadi bentrok permainan, contohnya pada hari ini aka nada 2 laga pertandingan MU vs MC dan Liverpool vs Arsenal. Dan yang di tayangkan adalah Liverpool VS Arsenal sedangkan club yang kita sukai tidak di tayangkan, inikan menjadi dilemma bagi kita dan akibatnya galau merana heheheheee… lebay abisss…..
Tapi tenang saja jangan bimbang karena yang akan memberikan solusinya kepada anda semuanya. Yaitu dengan memanfaatkan aplikasi android untuk streaming bola.- Software soccer live stram TV
Software yang pertam ini merupakan yang sedang populer saat ini, selain itu juga software ini merupakan software yang terbaik dari pada yang lainnya, dan bukan hanya disitu saja software ini mampu unutk menampilkan banyak sekali pertandingan baik lokal maupun international dari penjuru dunia. dan yang lebih hebatnya lagi software ini bisa untuk menonton pertandingan bola akbar yang melibatkan seluruh dunia atau sering di kenal dengan piala dunia yang dilaksanakan 1 kali dalam 5 tahun. Anda bisa mengunduhnya pada playstore.- Software watch football live streaming
Software yang ketiga ini sudah kelihatan dari art namanya, yakni software untuk menontot bola secara streaming. Spftware ini juga sama populer dan canggihnya dengan yang pertama, karena sama-sama bisa menyajikan pertandingan kelas dunia bagi para penggunanya. Silahkan jangan tunggu besok buruan download di playstore dan coba pada ponsel anda.- Software football live stream TV
Software yang ketiga ini juga tidak kalah canggih dengan yang lainnya. Karena software ini memiliki tampilan gambar yang lebih bagus daripada tampilan gambar yang diperlihatkan oleh software lainnya.Itulah tadi 3 aplikasi streaming untuk menonton bola yang bisa anda coba di rumah, mudah-mudahan artikel ini bermanfaat bagi anda, jangan lupa untuk membaca artikel kami yang lainnya.Terima kasih dan semoga bermanfaa.

Baru-baru ini laptop saya terkena virus iklan atau malware yang sangat menjengkelkan, iklan tiba-tiba muncul di google chrome saat di gunakan untuk browsing, tak hanya iklan banner yang muncul tapi juga iklan pop under yang ketika kita melakukan klik di sembarang tempat di browser akan redirect atau beralih ke situs lain yang tidak jelas.
Saya curiga virus tersebut saya dapatkan ketika menginstal aplikasi yang sebelumnya saya download dari situs luar, saya juga agak bingung mengatasinya, karena Laptop saya tidak saya pasang antivirus.
berbagai cara sudah saya coba, semua ekstensi di google chrome yang tidak jelas sudah saya buang dan musnahkan, tapi virus-virus iklan tersebut tak kunjung hilang juga.
Mungkin dari Teman-teman pembaca blog ini ada yang mengalami hal yang sama seperti yang saya alami, tapi Akhirnya saya berhasil mengalahkan virus iklan atau malware yang ada di laptop saya. pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan bagaimana cara menghapus virus iklan di google chrome yang terbukti ampuh, karena saya sudah membuktikannya sendiri.
Cara Menghapus Virus Iklan Di Google Chrome

berikut adalah cara menghapus virus iklan atau Malware di google chrome, Ikuti langkah-langkah berikut ini,
1. Instal Malwarebyte Anti-Malware
Malwarebyte adalah sebuah software penghapus malware yang sangat ampuh, kemampuannya menghapus malware tidak di ragukan lagi, silahkan download Malwarebyte Anti-Malware Link berikut
Download Malwarebyte
2. Instal AdwCleaner
Selain Malwarebyte, anda juga harus menginstal AdwCleaner untuk berjaga-jaga jika Malwarebyte tidak bekerja optimal. Silahkan Download AdwCleaner di Link berikut
3. Instal Microsoft Security Essential
Setelah mendownload Malwarebyte, selanjutnya silahkan download antivirus dari microsoft yaitu microsoft security essential, antivirus ini juga tidak di ragukan lagi ketangguhannya, karena databasenya yang selalu update. Instal Microsoft Security Essential seperti biasa
4. Masuk Safe Mode Windows
Setelah mendownload dan menginstal kedua software tersebut, langkah selanjutnya adalah restart komputer anda dan silahkan masuk safe mode windows, caranya yaitu setelah di restart silahkan tekan f8. jika gagal masuk safe mode, silahkan restart lagi dan tekan f8.
Setelah itu jalankan Malwarebite dan Microsoft security essential yang sudah di install tadi, setelah itu restart komputer anda dan masuk ke windows seperti biasa
5. Uninstall Google Chrome
Langkah terakhir adalah Uninstal Browser Chrome anda, setelah itu instal kembali agar sisa-sisa malware yang ada musnah semua.
Insyaallah setelah mengikuti cara di atas, laptop anda akan terbebas dari Malware atau Virus iklan di browser anda terutama chrome. Sekian Cara Menghapus Virus di Browser Google Chrome yang bisa saya sampaikan, terima kasih
Cara Mudah Mengurutkan Data di Microsof Excel – Keberadaan teknology memang sangat berkaitan dengan rutinitas kita sehari-hari, entah itu pada aktivitas dalam pekerjaan maupun aktivitas lainya. Seperti halnya para pekerja diperkantoran yang setiap harinya pasti berkelut dengan komputer dan salah satu operasi dari komputer yang kerap dijalankan ialah Microsoft Excel. Yapz, pada umumnya ms excel ini kerap digunakan saat kita memerlukan pengolahan data-data. Karena didalam ms excel ini ada banyak sekali layanan dan fitur canggih sehingga sangat mendukung dalam melakukan pengolahan data. Namun terkadang minimnya pengetahuan kita seakan malah tidak tahu apa saja yang bisa dilakukan dengan mudah melalui ms excel ini. Salah satunya adalah kegiatan mengurutkan data pada ms excel.
Buat anda yang sering bergelut dengan ms excel mungkin sudah hafal dengan trik ini. Untuk mengurutkan data pada Ms Exel terbagi hingga menjadi dua, yakni mengurutkan data dengan dasar abjad A-Z atau Ascending dan juga mengurutkan data mulai dari Z-A atau Descending. Nah, bagi anda yang belum tahu “trik mengurukan data di micoso exel“, berikut ini kami ingin share tipr dan cara mengurutkan data di tabel ms excel. Simak liputa lengkapnya dibawah ini.
Perhatikan tabel diatas !
Melihat informasi diatas, data desa, kecamatan, nama ibu kandung dan lainya tertulis dengan cara diacak. Nah, kemudian tugas kita adalah merubahnya menjadi berurutan mulai dari inisial A-Z.
Tips Mengurutkan Data di Tabel Ms Excel
1. Pertama Blok data mulai dari B2:F18 kemudian klik menu data lalu pilih sort.
2. Bila sudah selesai kemudian akan muncul new window sort, setelah itu buang ceklist tulisan My data has header lalu pilih untuk sort by D. Hal ini artinya headernya akan dibuang dan kemudian langsung pada isi tabel lalu data nama yang teracak di kolom bakal diurutkan dengan otomatis yang akan tersorting dengan accending
3. Kemudian Klik OK kemudian lihat hasil nan didapat, data nama untuk ibu kandung dalam tabel terurut dari A-Z dengan otomatis. Lihat gambar dibawah ini.
4. Selesai, kini anda sudah berhasil menyelesaikan tugas dalam mengurutkan nama ibu kandung dari mulai inisial A hingga inisial Z.
Nah, sudah ada gambarankah anda untuk “Trik Cara Mudah Mengurutkan Data di Ms Excel” ?. yapz, mudah dan simpel bukan, semoga ini bisa menjadi pelajaran yang bermanfaat buat anda dan bila perlu anda bookmark agar bila anda lupa bisa membuka halaman ini. Terima kasih.


Aku bergegas mendapatkan buah hatiku itu, aku memang merinduinya, walaupun percintaan baru setahun jagung tapi aku benar-benar menyayanginya dan begitu juga dia. Aku bahagia sekali disampingnya, dia begitu mengambil berat tentangku dan sentiasa membahagiakanku. Aku menghabiskan sehari bersamanya, bahagianya aku rasa. Semoga percintaan kami kekal hingga ke jinjang pelamin, itu impianku.
“Tiya, Iz janji akan bahagiakan Tiya selamanya, Iz sayangkan Tiya”
“Iz belum pernah ada lelaki yang sayangkan Tiya sebelum nie, Iz lelaki pertama dalam hidup Tiya, Tiya pun akan sayangkan Iz selagi hayat Tiya masih ada, cinta Tiya hanya untuk Iz seorang”
“Terima kasih sayang, love you”
Aku masih setia duduk menanti kedatangan Iz, katanya dalam 15 minit lagi dia sampai, aku sangat gembira apabila dia menawarkan diri untuk menghantarku pulang ke kampus, telah aku tolak berkali-kali, namun dia masih juga berkeras menemaniku pulang ke kampus walaupun aku yang degil untuk menaiki bas, bukan apa… aku cuba untuk mengelak menaiki keretanya berdua-duaan kerana masih tiada ikatan sah antara kami.
“Sorry sayang, stuck sikit dengan kerja tadi”
“Takpe, lagipun bas kejap lagi bertolak”
Dia tersenyum memandangku dan mengambil tempat disebelahku. Sepanjang perjalanan aku hanya berbual-bual dengannya, Iz begitu minat melayani setiap butir bicaraku, dia juga dengan kata-kata romantisnya amat membahagiakan hatiku. Jam menunjukkan pukul 11 pagi, sudah 4 jam perjalanan, mataku mula kantuk kerana ubat tahan mabuk yang aku minum tadi. Aku melentokkan kepala di bahunya, selesa dan bahagia rasanya, perlahan-lahan aku dapat merasakan yang dia juga turut menyandarkan kepalanya di kepalaku. Wahhh…bahagianya.
Iz…mana Iz…aku tercari-cari kelibat lelaki itu, tapi tiada dimana-mana, seluruh bas kosong dan aku baru menyedari bas berhenti untuk penumpang-penumpang makan tengahari dan menunaikan solat zohor, pada firasatku Iz mungkin pergi bersolat dan membelikan sesuatu untuk aku, tetapi melencong sama sekali, aku masih tidak melihat bayang Iz, aku semakin risau, mencari dan terus mencari walaupun tempat itu asing bagiku. Semakin jauh aku melangkah, jam sudah menunjuk angka 1 petang, bila aku kembali, kosong! Bas sudah pun bertolak meninggalkan aku sendirian di tempat asing itu, hatiku menangis, dimanakah Iz, ya Allah tolonglah aku. Aku tidak tahu harus ke mana. Tiba-tiba aku dihadapanku, aku melihat seorang wanita dalam lingkungan umur 50-an terjatuh bersama barang-barang yang dibawanya, aku pantas mendapatkan wanita itu dan menolongnya.
“Makcik tak apa-apa?”
“Makcik tak apa-apa nak, terima kasih”
“Tapi kaki makcik luka tu, biar saya tolong, rumah makcik kat mana, saya tolong hantar ya”
“Terima kasih nak, rumah makcik tak jauh daripada sini”
“Saya hantarkan ya, mari makcik”
Dalam 20 minit akhirnya sampai ke rumah makcik tu, aku mendudukkan makcik tu di kerusi beranda rumahnya, rumahnya sangat cantik walaupun nampak sederhana.
“Terima kasih ya nak, anak ni baru pindah ye, rumah kat mana?”
“Hmm…sebenarnya saya bukan pindah sini makcik, saya dalam perjalanan nak pulang ke kampus, tapi saya tertinggal bas tadi, saya tak tahu langsung tempat nie”
“Oh, anak nak pergi mana lepas nie?”
“Saya nak cari tempat bermalam. Makcik, ada hotel atau rumah tumpang tak dekat-dekat sini?”
“Tinggal je dengan makcik malam nie, kat sini mana ada hotel nak, ni kampung kecil je”
“Hurmm…boleh ke, saya takut menyusahkan makcik”
“Eh, anak kan dah tolong makcik tadi, tinggal je kat sini, erm…sapa nama anak nie?”
“Tiya makcik, Tiya Qyara”
“Panggil makcik Umi je, semua orang kampung panggil macam tu, mari masuk”
Sudah masuk tiga hari aku dirumah Umi, disebabkan permintaan Iman dan Rayyan aku tak sampai hati pulang pada hari yang sudah aku rancang. Nur Iman dan Rayyan merupakan anak kedua dan anak bongsu Umi, Iman sedang menuntut dalam tingkatan 4 dan Rayyan baru darjah 3, dan abang sulung mereka Hakim tidak bersama mereka kerana menuntut di universiti. Tiga hari yang aku luangkan bersama keluarga Umi sangat bermakna buatku, Umi seorang yang sangat penyayang, dan gelagat Iman dan Rayyan sangat mencuti hatiku, inilah pertama kali aku merasakan sebuah keluarga, kerana aku anak tunggal dan ibu ayahku sudah tidak mempedulikan aku lagi.
“Umi, Tiya terpaksa balik esok, sebab lusa kuliah dah start”
“Alaa… akak nanti la, Iman takde teman dah nanti”
“Akak nanti sape nak ajarkan Ayyan matematik, Angah tu bukannya pandai pun”
“Amboi, sedapnya mulut Ucu mengata Angah, meh sini biar Angah cili mulut tu”
“Dah…dah… kalau nak gaduh pergi luar, bukannya nak tolong Umi memasak. Hmm… kalau dah macam tu Umi tak boleh halang Tiya, Tiya kena balik, tapi Tiya kena janji cuti semester depan mesti datang rumah Umi tau”
“Kak Tiya mesti call Ayyan selalu tau”
“Aik, Ucu nie kenape pulak kena call selalu’
“Mestilah Umi, Ucu kan sekarang dah jadi boyfriend Kak Tiya, mestilah kena rajin call”
“Amboi, budak sorang nie, hingus pun meleleh lagi ada hati nak jadi boyfriend Kak Tiya”
“Betul Umi, Angah setuju, tengok tu haa, meleleh…yuck…!
Terus sahaja adegan kejar mengejar berlangsung di dapur Umi, memang itu lah kebiasaan mereka setiap hari, aku sangat cemburukan keluarga ini, walaupun tanpa seorang ayah dan suami, tetapi hidup mereka tidak kekurangan, kaya dengan kasih sayang dan aku bersyukur aku dapat peluang untuk berkongsi kasih itu walau sementara. Aku melambaikan tangan untuk yang terakhir kalinya, dari cermin tingkap bas aku masih melihat wajah manis Umi, Iman, dan Rayyan. Pemergianku diiringi dengan senyuman mereka, mereka tidak menangis pun seperti kebiasaan orang, jauh disudut hatiku, kupanjatkan syukur yang tak terhingga kerana aku dipertemukan dengan insan-insan itu.
Iz…ya itu Iz, siapa bersamanya? Aku yang sudah meletakkan punggung di atas kerusi bas cepat-cepat turun semula untuk memastikan kesahihan drama dihadapanku ini.
“Iz…” panggilku perlahan.
“Tiya!”
“Tiya?? This is Tiya han? Hello Tiya I’m Carina call me Carin”
“Iz…” Aku masih tidak percaya apa yang aku lihat.
“Oh, poor Tiya please don’t be upset I know Iz pernah cakap dia cintakan you, but I know him, he only loves me. Well Iz nie memang macam tu suka gurau, you jangan ambik hati ye. I tinggalkan dia kejap because I have to go England for shooting, so dia sunyi kot…”
“Gurau…?? Iz semua gurauan…?? Good joke Iz, thanks for everything, you teach me how to love along with the pain also”
Iz masih tercengang melihat kehadiranku di situ, namun tiada ucapan yang terbit dari mulutnya, hanya wanita bernama Carina itu sahaja yang bersuara. Cepat-cepat aku meninggalkan tempat itu, tidak sanggup lagi aku melihat wajah itu. Gurauan… ya Allah adakah cinta ikhlas yang aku beri, baginya hanya gurauan semata-mata. Hatiku bagai di toreh dengan pisau tajam, sakitnya hanya Tuhan yang tahu, ya Allah beri aku kekuatan untuk menghadapi ujian Mu ini. Bas yang aku naiki di perhentian dimana berlakunya drama sebabak tadi akhirnya memasuki gerbang kampusku, syukur pada Illahi akhirnya aku sampai dengan selamat.
“Bee, dah siap belum, cepatlah nanti kita terlepas bas pulak”
“Kejap la Ara, kau nie aku nak make up cikit pun tak boleh, tak lari kemananya bagasi kau tu bukannya ada kaki pun”
“Memanglah tak ada kaki Bee, tapi kau nak jalan kaki ke kalau kita tertinggal bas, lagipun minggu depan kau nak suruh aku bogel ke pergi kelas?”
“Ye lah macam mak nenek lah kau nie, membebel jer”
“Eh, tebuan seekor nie, aku baling jugak kang, dah jomlah”
Sedang aku berjalan ke pondok bas melalui padang tiba-tiba…
Buk!!
“Adoi…! Kurang asam gelugur betul punya bola”
“Ops…sorry, baling bola tu balik”
Hamboi sedapnya bahasa abang ragbi seekor nie, siap boleh jerit dari jauh, kedudukan otak aku macam dah tak stabil dek tendangannya tadi. Ragbi pun pakai tendang ker? Soalku dalam hati. Boleh dia minta maaf macam tu, dari jauh, dah lah muka macam tak siap, tak tanya pun aku okay ker tak. Tanpa mempedulikan katanya aku terus baling bola tu ke dalam longkang yang berdekatan biar dia rasa. Aku melihat wajah si abang ragbi tu mula bengang dengan tindakanku siapa suruh tak beradab langsung, malas aku hendak lama-lama di situ, aku dengan Bee pun cepat-cepat mengatur langkah. Belum sempat kami menapak abang ragbi tak siap tu menuju ke arah kami.
“Hoi cik adik, sewel ke ape…!”
“Awak panggil saye ke?”
“Dah tu sape lagi, boleh awak buang bola tu macam tu jer, bukannya sengaja tertendang ke arah awak pun, saya kan dah cakap sorry tadi”
“Lain kali kalau da tak sengaja tu beradab la sikit, biar datang dekat-dekat minta maaf dengan ikhlas, tanye okey ker tak. Nie main jerit-jerit dari jauh je, ingat saye nie tiang eletrik ke ape” tempelakku.
“What the…”
“Have a nice game, bye”
Badanku aku hempaskan ke katil, penat betul aku hari ini, dah la kepala aku masih sakit dek penangan bola rabgi tu tadi, geram betul kat abang ragbi kerek tu, tapi puas hatiku meninggalkan dia tadi tanpa sempat menghabiskan ayatnya “What the…” Aku tersenyum puas. Aku masih berkira-kira untuk mengikuti study camp yang dianjurkan oleh MPP selama seminggu bermula Ahad ini. Aku sememangnya malas hendak meenyertai camp sebegini, tapi desakan Bee tak mampu kutolak untuk yang kesekian kali ini, kasihan pula dia. Arghh… terpaksa lah kali ini demi Bee sahabatku yang satu itu. Rindu pula pada Umi, Iman, dan Rayyan aku lantas mendail nombor telefon rumah Umi.
“Semua peserta boleh mendirikan khemah masing-masing, sebelah kiri untuk perempuan dan kanan untuk lelaki, dan pastikan khemah setiap kumpulan selari antara ahli lelaki dan perempuan supaya mudah untuk kami membezakan kumpulan anda semua. Row yang pertama adalah untuk kumpulan 1, dan diikuti kumpulan 2, dan seterusnya…”
Panjang lebar pengarah program itu member arahan, aku dengan Bee sudah letih kaki berdiri. Akhirnya berakhir juga ucapan tak rasmi beliau, kami terus memulakan kerja-kerja mendirikan khemah, sekejap-sekejap si abg ragbi menjeling ke arahku, aku pun tak tahu apa maksud jelingannya itu, mungkinkah masih tidak puas hati dengan insiden bola tempoh hari. Arghh… kenapalah boleh satu kumpulan pulak dengan dia, macam mana kami hendak berkomunikasi agaknya, aku pasrah je lah, wait and see apa yang bakal terjadi selepas ini.
“Bee cepatlah aku takut nie”
“Kau nie penakut betul lah, kejap la tali kasut aku nie haa”
“Diorang da jauh tu Bee”
“Hoi, cepat sikit boleh tak, kita kejar masa nie”
“Eishh, tak reti nak bersabar abang ragbi ni lah, dah lah muka tak siap”
“Okay sekarang kita berpecah, Azam, Mida, dan Fakrul pergi arah kiri, Bee dan Ara ikut aku, semua hati-hati memandangkan keadaan sangat gelap malam nie okay, dan cari clue tu sampai dapat, kita jumpa sejam dari sekarang di sini, gerak sekarang”
Hadoi kenapa pulak la aku kena ikut dia, malas la mcm nie, dah la aku takut malam-malam begini, kalau dengan Azam atau Fakrul boleh jugak aku berpaut, takkan la nak berpaut pada abang ragbi kerek nie, tak kuasa aku. Sepanjang perjalanan mencari clue yang terakhir untuk kembara malam itu aku hanya di sisi Bee memaut lengannya, aku sememangnya takut pada gelap, kalau diamati objek-objek dalam kegelapan tu, boleh terbentuk macam-macam lembaga menyeramkan.
“Kalau korang asyik berkepit je macam tu, sampai besok pagi pun clue tu tak jumpa, sudah, berpecah!”
Hish! Kenapa lah aku dipertemukan dengan abang ragbi nie, menyampah betol! Terpaksa jugak la aku melepaskan tangan si Bee dan memulakan jalanku sendiri, tengah aku sibuk mencari clue tiba-tiba lampuh suluhku padam,serentak itu sesuatu melintasi kakiku laju, zup!! Apalagi tanpa membuang masa walau sedetik pun aku terus berlari sekuat hati sambil memanggil Bee, tubuh Bee kupeluk erat, walau angin pun tak kubenarkan berlalu antara antara kami. Kusembamkan mukaku ke dadanya, tak sanggup lagi aku melihat bayangan-bayangan lembaga yang menyeramkan dek imaginasiku yang agak kreatif ini.
“Awak okey?”
Awak??? Sejak bila Bee memanggil aku dengan panggilan itu, dan kenapakah suara Bee menjadi garau? Bee yang aku peluk ini agak besar tubuhnya sedangkan Bee bersaiz lebih kecil daripada aku. Alamak, something wrong with Bee yang sedang kupeluk ini, ya Tuhan, benarkah apa yang sedang berlaku ini, atau kah aku terlalu takut sehingga agak mereng sedikit otakku. Perlahan aku mengangkat mukaku melihat wajah Bee yang satu ini, mata kami bertemu, dia memandangku dengan pandangan yang sangat sukar untuk aku tafsirkan, pelukan masih aku belum leraikan, memandang wajahnya lama.
“Awak sengaja ker amik kesempatan nak peluk saya nie?”
“Hah!? Gila, dalam mimpi pun tak akan” Aku terus menjarakkan diri daripadanya.
“Mimpi? Habis tu yang sekarang nie apa, bukan lagi mimpi tau tak”
“Saya tak sengaja, awak jangan nak perasan ye”
“Hurmm…takpe lah, saya faham memang semua gurls kat kampus kita minat kat saya, so tak payah lah awak nak bagi alasan”
“What, are u crazy? Awak balik cermin muka awak tu ye, tak hingin saya”
“Okay never mind, whatever I understand”
“Awak nie kan…”
“Ara…Ara…nie aku dah jumpa clue kat pokok tu tadi, nah” Bee menunjukkan sampul berwarna pituh itu.
“Macam tu la Bee, even berkepit-kepit pun kau jugak yang jumpa, bukan macam orang tu harap jer ketua, cakap jer lebih, habuk pun tadak..!”
“Hey…awak bo…”
“Dah lah Bee, jom cari kawan-kawan kita yang lain” Potongku, puas hatiku meninggalkannya dalam keadaan yang begitu.
Seminggu sudah berlalu selepas study camp, namun insiden kembara malam itu masih belum dapat kuluputkan dari sistem otakku, kalaulah boleh format macam komputer mahu sahaja aku membuangnya terus dari kotak ingatanku. Masih ku ingat hangat tubuh lelaki bernama Arman itu, begitu erat aku memeluknya sehinggakan aku dapat merasa deruan nafasnya, tidak dapat aku melarikan wajahku dari panahan matanya, renungannya terus menusuk ke tangkai hati. Kekacakkannya mengusik hati wanitaku, namun kusabarkan hatiku tidak mahu dia membaca isi hatiku. Dan kini setiap kali aku terlihat atau terserempak dengan dia dimana-mana, degupan jantungku tidak terkawal lagi, silap haribulan boleh kena serangan jantung aku. Apakah ini…?
“Hoi Man, tak turun padang ker hari nie, kau asik termenung jer aku tengok semenjak dua menjak nie, ada problem ker bro?”
“Entahlah Zul, semacam jer aku rasa sejak kebelakangan nie”
“Eh, engkau dah macam orang angau dah aku tengok. Kau masih ingat kat minah bola tu kan, untung juga kau ye kena peluk free, dah lah minah bola tu cute aje aku tengok. Jangan-jangan kau nie dah jatuh cinta dengan minah bola tu kot”
“Merepek lah kau Zul, ada ke situ pulak”
“Dah tu yang kau asik menung-menung nie apa hal, dah dua hari tak turun main, orang kata kan kalau asik termenung tu maksudanya dah jatuh cinta la”
“Zul, kau cakap biar betul, kau jangan main-main”
Aku dah bosan dengan panggilan telefon dari ‘unname’ itu, berkali-kali dia menelefonku, bila aku jawab tak nak pula bersuara, tension aku dibuatnya. Mahu sahaja aku cepuk si pemanggil tidak bernama itu macam dah tak ada kerja lain nak dibuat, hari-hari ada saja pnggilan daripada dia. Tengah aku menaip mesej untuk Bee tiba-tiba aku terlanggar sesuatu, bukan sesuatu tetapi seseorang. Arman! Haish, malang apalah nasib aku hari ini, kenapa dengan dia, dah kekurangan lelaki ke kampus aku nie, dah la aku rasa semacam jer kalau terjumpa dia. Hadoi Tiya parah…parah… Belum sempat aku memarahinya mataku terus terfokus pada siku dan lengannya yang tercalar, aduh agak teruk juga calarnya, perasaan bersalah menyelubungi hatiku, memang salahku kerana tidak menumpukan perhatian pada jalan dan leka menaip mesej.
“Awak nie, tak langgar orang dalam sehari boleh ker?”
“Sejak bila pulak saya langgar awak setiap hari?”
“Sejak saya jumpa awak ni kan asik malang jer yang datang dalam hidup saya, awak tau tak?”
“Jadi awak nak cakap saya nie pembawa malang lah ye” Air hangat mula bergenang di tubir mataku. Ayat itu pernah menikam gegendang telingaku suatu masa dahulu.
“Saya tak cakap, awak yang cakap”
“Awak nie kan tak boleh ker cakap elok-elok sikit, kenapa mesti nak sakitkan hati orang”
“Bila pulak?”
“Habis tadi tu?”
“Tu awak sendiri yang cakap bukan saya, lagipun macam mana nak cakap elok-elok kalau awak sendiri tak pernak nak hormat orang lain, macam nie ker mak bapak awak ajar awak, atau diorang tak ajar awak?”
Kakinya terus menjadi mangsa, aku pijak sekuat hati, airmata ku tidak dapat ku tahan lagi mengenangkan mama dan papa yang tak mengambil berat pasal aku, Arman yang tehenjut-henjut menahan kesakitan terdiam melihat aku yang mula menangis, mungkin dia tidak menyangka yang aku akan menangis dihadapannya, mungkin baginya perempuan seperti aku tidak punya perasaan.
“Engkau nie jatuh motor ker apa Man?”
“Jatuh motor ape nyer…minah bola tu langgar aku tadi”
“What? Aku rasa korang berdua nie betul-betul ada jodoh la Man. Hahahaha…”
“Zul kau tau tak tadi, aku rasa semacam jer bila tengok dia menangis”
“Hah, menangis? Kau buat apa kat dia Man?”
“Aku ungkit soal mak ayah dia, ini bukan kali pertama aku tengok perempuan menangis, tapi dengan dia, aku rasa sayu jer hati aku tengok dia menangis macam tu, mungkin cakap kau betul Zul, sejak kejadian study camp hari tu aku memang sentiasa terfikir pasal dia, aku selalu nak tengok dia”
“Parah kes kau nie Man, kena berubat cepat nie, hahaha…”
“Kau jangan main boleh tak Zul, aku betul-betul nie”
“Okay, okay, tapi memang tak patut kau ungkit soal mak ayah dia, sape-sape pun akan marah, tapi sekarang aku rasa kau kena minta maaf dengan dia”
“Tapi macam mana aku bukan ada nombor dia pun”
“Aku ada nombor Bee, kau minta lah dari dia”
Belum sempat Arman mendail nombor Bee, satu panggilan masuk ke telefonnya.
“Hello, assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
“Arman ke tu”
“Ye saya, boleh saya tahu ini siapa?”
“Saya Bee, bole kita jumpa?”
“Parents Ara tak pernah ambik tau pasal dia, sejak parents dia divorced, dia tinggal seorang sebab parents dia masing-masing dah remarried dan ada family sendiri, Ara anak tunggal dan Ara cuma ada saya seorang, kami dah macam adik beradik, dan saya tak sanggup tengok dia menangis, selama ini saya seboleh-boleh nya lakukan yang terbaik untuk dia dan cuba untuk buat dia rasa yang dia masih punya keluarga dan tidak sendirian, tapi disebabkan awak…”
“Bee saya betul-betul minta maaf, saya tak tahu, saya tak sengaja lukakan hati dia”
“Saya tahu awak tak sukakan dia Arman, tapi please cukuplah, Ara tak seburuk yang awak sangkakan. Saya pun tak faham kenape Ara asyik terluka kerana lelaki, dia tak bersalah pada sesiapa pun”
“Asyik terluka? Maksud awak?”
“Perlukah awak tahu, saya rasa cukuplah sampai situ, kalau awak memang nak sakitkan hati dia awak berjaya, dan lepas nie kalau boleh cukuplah, leave her alone”
“No way”
Tiba-tiba Bee tersentak dengan jawapan Arman, langkahnya terhenti dan berpaling semula pada Arman yang masih duduk memandangnya.
“Ayah dia selalu cakap dia pembawa malang, semenjak dia lahir ayah dia selalu tak dapat untung dalam business, mak dia pula asyik marah-marah sebab tak dapat duit dari ayah dia dan sebab tu la parents dia cerai. Lepas tu Iz hadir dalam hidupnya, Iz adalah segalanya bagi Ara, Iz yang bahagiakan dia, tapi siapa menduga Ara hanya mainan Iz” Jawapan Bee petang tadi masih berlegar-legar di minda Arman, persaan simpati dan bersalah menyelubungi segenap inci ruang hatinya, sama sekali dia tidak menyangka yang dia telah menoreh luka lama dihati Ara. Semakin kuat rasa cintanya pada gadis bernama Qyara itu, bukan kerana simpati tetapi kerana ketabahan hati menempuhi dugaan hidup. Azamnya cuma satu kini, menjadikan Ara miliknya dan melindungi Ara dari semua kedukaan.
“Umi Tiya rindukan Umi, rindu Ayyan dan Iman, Tiya nak jumpa Umi”
“Tiya kenapa nie sayang, jangan menangis cakap kat Umi”
“Tiya takde apa-apa Umi, memang betul Tiya rindu Umi, kat sini Tiya sunyi”
“Bee kan ada, lagipun kalau cuti balik lah ke sini, kami pun rindukan tiya’
“Hujung minggu pun sibuk Umi, Tiya tak dapat balik”
“Sabar ya sayang, Umi doakan semoga Tiya baik-baik disana, Tiya cuba la keluar dengan kawan-kawan, taklah Tiya sunyi sangat. Hmm… mak ayah tiya tak call Tiya ke?”
“Tak ada lagi Umi, memang Tiya dah tak harapkan apa-apa lagi dari mereka, mereka betul-betul dah buang Tiya, Tiya pembawa malang dalam hidup mereka”
“Tiya jangan cakap macam tu sayang, mereka yang melahirkan Tiya ke dunia, jangan simpan apa-apa dendam dalam hati nanti Tiya tak tenang. Takpe lah Umi kan ada, Tiya dah Umi anggap macam Iman dengan Rayyan, Tiya anak Umi, ingat tu jangan sesekali Tiya anggap yang Tiya takde siapa-siapa”
“Terima kasih Umi, Tiya pun sayangkan Umi, tak sabar nak balik sana”
“Bee mana?”
“Katanya ke kafe, nak beli makanan untuk malam nie tapi sampai sekarang belum balik, maghrib dah nie”
“Carin please stop nonsense! I dah fed up dengan sikap you, kalau you couple dengan I semata-mata untuk wang, we better break up”
“No han, believe me, you jangan percaya cakap Ray tu, he is a big liar, please han give me another chance”
“You pun sama macam Ray, from now on kita dah tak ada apa-apa lagi, stop bother me and don’t call me again”
Talian diputuskan, Syakir Izmie merenung lama keluar tingkap office nya, harta bukan lah sebab utama dia memutuskan hubungan dengan Carin, tetapi bayangan Tiya tidak dapat dia luputkan dari hatinya. Memang benar pada mulanya dia hanya ingin mengisi kekosongan hatinya, tetapi mana dia tahu yang cinta hadir tanpa diundang. Tiya tidak seperti perempuan lain yang pastinya akan memberi penampar ataupun membalas dendam atas apa yang telah dia lakukan. “You teach me how to love along with the pain” kata-kata terakhir Tiya masih terngiang-ngiang di telinganya. Sudah banyak kali juga dia menelefon Tiya hanya untuk mendengar suara yang sangat di rinduinya itu, tapi untuk bersuara dia masih belum ada keberanian. I miss you Tiya, and I’m sorry, aku akan menjadikanmu milikku semula, that is my promise. I love you sayang, detik hatinya.
“Betul cakap awak, mak bapak saya tak ajar saya untuk hormatkan orang sebab tu lah saya jadi macam nie, pembawa malang. Awak tak perlulah risau mulai hari ini saya takkan kacau awak lagi, saya akan pergi jauh dari awak supaya tak ada malang yang menimpa awak, lepas nie saya takkan langgar awak lagi dan…”
Tak sempat aku menghabiskan ayatku Arman terus merapatiku dan membisikkan sesuatu ke telingaku. Aku tergamam dengan tindakannya itu, aku bingung kenapa tiba-tiba Arman jadi begini, bukankah dia membenciku?
“Selama ini aku terfikir ke mana arah tuju hidupku, setelah berjumpa dengan Qyara, dialah destinasiku yang selama ini aku nantikan. Kehadirannya dalam hidupku adalah satu anugerah yang terindah yang tidak pernah aku ketahui. Kalaulah dia tahu yang hati ini telah jatuh cinta kepadanya sejak dia mendakapku pada malam itu. Aku tahu sama ada dia dapat menerima cintaku, but still I’m waiting for an answer, aku takkan menunggu untuk selamanya because I can’t wait to give all my love to her. I don’t care if she still can’t forget Iz, let me help her to forget because I’m sure that my love will be more than enough to forget all her pain. Awak tolong sampaikan semua nie pada Qyara, and last word tell her that I love her so much”
Serentak dengan itu Arman terus melangkah pergi. Aku terduduk di situ dengan seribu satu perasaan yang tak mungin dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Dapat ku rasakan keikhlasan cintanya dan jujur aku katakan yang hatiku terusik dengan bisikannya itu, aku mahu menerimanya kerana hatiku memang sudah terpaut padanya sejak kejadian study camp tempoh hari. Tapi mampukah aku untuk memberikan dia cinta? Masih adakah rasa sayang dihatiku untuk diberi kepadanya? Ya Allah bantu aku, Umi, Bee, apa yang patut aku lakukan?
“Tiya cuba buka hati terima dia, jangan takut untuk mencuba kali kedua, kita hanya merancang tetapi yang menentukan bukan kita, kalau dah Tiya cakap yang Tiya pun dah jatuh cinta kat dia, cuba untuk terima dia, tak semua lelaki sama Tiya”
“Betul ke tindakan Tiya kalau terima dia”
“Betul atau tidak itu Umi tak pasti, tapi yang Umi nak pesan ikut kata hati Tiya, hati kita tidak pernah menipu”
“Hurmm, biar Tiya fikir lagi umi, Tiya perlukan masa”
Sekarang ni Bee sahaja yang setia disisi dan memahamiku, walaupun dia yang telah menceritakan semua tentangku pada Arman sedikit pun aku tidak berkecil hati padanya kerana dialah pemberi semangatku. Fikiranku semakin kusut dengan kehadiran Iz semula dalam hidupku, dia telah mengaku kesalahannya dan menyesal kerana melukakan hatiku, dia tetap berkeras ingin mendapatkan kembali cintaku, tapi tak mungkin bagiku, kerana cintaku sudah beralih kepada seseorang yang sememangnya telah menghuni hatiku.
“Maafkn Iz Tiya, Iz bersalah pada Tiya izinkn 1z menebus semua kesilapan Iz, izinkn Iz untuk bertakhta di hati Tiya sekali lagi”
“Tiya boleh maafkan Iz, tp Tiya tak mungkin kembali pada 1z semula, hati Tiya dah jadi milik orang lain”
“Iz akan mati kalau tak dapat Tiya, please sayang”
“Dan Tiya pula akan mati kalau kembali pada Iz semula, sudahlah, Tiya maafkan Iz dan lepas ni janganlah ganggu Tiya lagi”
“Kalau Iz tak dapat Tiya, mana-mana lelaki pun takkan boleh miliki Tiya dan kalau ada pun Iz takkan benarkan, Iz sanggup lakukan apa sahaja untuk dapatkan Tiya balik”
Satu semester lagi telah berjaya aku harungi, aku mengharapkan yang terbaik untuk pointer ku kali ini, atas sokongan Bee dan Umi aku tabah juga mengharungi jalan yang penuh liku ini. Sejenak Arman kembali ke kotak fikiranku, sayu hatiku mengenangkan dia, bagaimanalah keadaan dia sekarang, aku rindu padanya, semasa di kampus dahulu selalu sahaja dia menyakitkan hatiku tapi namanya jugalah yang sentiasa kusebut. Walaupun aku sentiasa mengelak daripadanya, setiap hari dia akan menghantar mesej bertanyakan khabarku, menelefon ku, walau tiada balasan daripadaku. Bee lah yang sentiasa menceritakan perihalku kepadanya. Arman semoga kau bahagia, detik hatiku.
“Hoi, mengelamun sampai tak ingat dunia, aku dah lama duduk sebelah pun tak perasan”
“Eh, Bee, bila kau sampai nie?”
“Dari tadi lagi, sejuk dah nasi lemak yang aku beli ni haa” Bebel Bee sambil menyuakan dua bungkus nasi lemak kepadaku.
“Hmm…thanks, cepatlah kau sarapan flight kau kejap lagi tu” Cepat-cepat aku menukar topik untuk menyembunyi gelora dihati. Tetapi Bee tetap Bee, tiada apa yang boleh terlepas dari pengetahuannya.
“Kau teringat kat Arman ke? Sabar ye Ara, kalau jodoh kau dengan dia korang tetap akan jumpa balik, aku yakin”
“Thanks Bee sebab sentiasa ada untuk aku”
“Ara kita kan dah macam adik beradik, aku cuma nak tengok kau happy jer… Ara flight aku tu, okay lah aku masuk dulu ye, kau jaga diri baik-baik tau, jangan lupe call dan kirim salam kat Umi”
“Ye lah Bee, kau pun take care, jangan lupe cakap kat mak ayah kau yang aku tak dapat ikut kali nie ye”
“Okey , love you dear sis, apa-apa hal call aku terus tau, facebook tu jangan asik offline”
“Ye Bee aku janji, love you too sis. Jaga diri ye”
“Anak Umi dah balik, kenapa tak cakap nak balik nie” Umi menyambut kepulanganku dengan senyuman yang tidak lekang di bibir.
“Saja bagi surprise”
“Banyaklah Tiya punya surprise, kenape kurus nie”
“Kurus, Tiya diet la Umi, hahaha…Ayyan dan Iman mane Umi?”
“Kak tiyaaa…” Jerit Rayyan dan Iman sambil berlari-lari anak ke arahku.
“Ayyan, Ayyan da gumuk laa… Iman pulak makin slim akak tengok”
“Mesti lah, kan anak dara kena lah jaga badan, hehehe…”
“Ayyan rindu akak, kenapa akak jarang call, kan Ayyan suruh call selalu”
“Eh, tanya Umi hari-hari akak call tau, Ayyan tu yang busy”
“Dah mari masuk. Kena jugak Tiya pulang hari nie, Hakim pun malam nie sampai”
“Yeke Umi, segan pulak Tiya”
“Kak Tiya jangan curang tau tengok Along nanti”
“Tak punya, takde orang lain yang lebih handsome dari Ayyan”
Terus meletus ketawa kami, syukur aku masih dapat bertemu dengan keluarga Umi, bezanya kali aku agak gementar sedikit kerana Hakim juga akan ada bersama, semoga dia dapat menerima kehadiranku dalam keluarga ini. Aku menghadiahi Umi sepasang baju kurung lengkap dengan tudung, untuk Iman aku hadiahkan novel berjudul M.A.I.D yang memang sangat diminatinya, dan untuk buah hatiku Rayyan aku hadiahkan sepasang kasut roda. Tapi untuk Hakim, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus aku sediakan, tambahan pula aku belum pernah bersua muka dengannya. Cadangan Umi supaya aku berpindah ke rumahnya masih dalam proses timbang tara, tetapi menurut Umi kemungkinan tiada masalah kerana Hakim mungkin akan berhijrah ke Kuala Lumpur untuk bekerja disana, jadi peluang aku cerah untuk tinggal bersama Umi. Tapi semua masih samar-samar, Hakim masih belum memberi kata putus, kalau dia tidak jadi berhijrah, tak mungkin aku dapat tinggal bersama dengan Umi, apa kata orang pula.
Umi lantas memeluk anak sulungnya yang satu itu, sudah lama tak bersua muka kerana Hakim sudah dua semester tidak pulang ke kampung, biasalah orang lelaki merantau. Hakim juga sangat merindui keluarganya. Adik boungsunya di peluk erat dan tangan ibunya dikucup mesra.
“Kenapa Umi susah-susah jemput Along, bukannya jauh pun”
“Takpe lah Along, Umi yang nak, Along sihat?”
“Along sihat jer… Umi?”
“Sihat alhamdulillah”
“Eh, Ucu pun ikut sekali, dah besar dah sekarang nie ek” Hakim mencuit pipi adiknya.
“Along cepatlah balik rumah, girlfriend Ucu ada kat rumah, dia yang bagi Ucu kasut roda nie”
“Yeke? Kak Tiya yang Ucu selalu cerita kat telefon tu ek?”
“Ye lah Along, siapa lagi…”
“Ye Along, Tiya ada kat rumah, pagi tadi sampai” Terang Umi.
“Along jangan terpikat tau, Kak Tiya tu Ucu yang punya”
“Hurmm…biar Along tengok dulu, kalau tak cantik Along tak nak lah”
“Mestilah cantik…kan Umi, Kak Tiya cantik kan?”
“Ye lah Ucu, memang cantik pun, dah jom kita balik, Along penat tu”
Iman terus menerpa memeluk Hakim sebaik sahaja abangnya itu menapak masuk ke dalam rumah, rindu benar dia pada abangnya yang satu itu. Hakim pula hanya tersenyum dengan tindakan Iman sambil membalas pelukan satu-satu adik perempuannya. Gembira hatinya melihat adiknya membesar menjadi seorang gadis yang cantik sama seperti ibunya. Selesai membersihkan diri dan bersolat, Hakim terus menghempaskan badannya ke katil, penat seharian dalam perjalanan, apabila dia hendak melelapkan mata, dia terasa sesuatu di bawah bantalnya. “Rantai siapa pulak ni?”soalnya sendiri. Dia menyangka milik adiknya Iman tetapi apabila dia membuka buah rantai yang berbentuk hati itu, dia melihat gambar seorang lelaki dan wanita dalam lingkungan 50-an. Oh, mungkin milik Tiya, desis hatinya, kerana setahu dia Umi memberikan biliknya untuk di tumpangkan kepada Tiya semasa Tiya mula-mula tinggal disini. Dia perlu berjumpa dengan gadis itu dan berterima kasih kerana telah menolong ibunya dulu.
“Angah mane Kak Tiya?”
“Alaa…Kak Tiya dah keluar dengan Ucu, dia bawak Ucu jalan-jalan, sape suruh Along lambat sangat bangun”
“Umi mane?”
“Umi kat rumah Pak Long, Kak Tiya dah siapkan sarapan tadi, Along makanlah, Iman nak pegi rumah Dibah kejap, dia nak tengok novel yang Kak Tiya bagi nie ha”
“Hmm…baik betul Kak Tiya tu ye”
“Memang baik sangat, kalau Along kenal dia, mesti Along pun suka kat dia”
“Yeke, biar Along tengok dulu betul baik ke tak, mana la tahu ada maksud tersembunyi”
“Along nie tak baik cakap macam tu, Kak Tiya tu kesian tau, boyfriend dia dah tinggalkan dia, lepas tu dia terpaksa tolak lelaki yang dia suka kat kampus dia, sebab boyfriend lama dia tu cakap macam-macam”
“Alaa…biase lah tu Angah, dalam bercinta mesti ada dugaan, macam cerita novel yang Angah pegang tu jugak”
“Tapi cerita novel tak sama dengan realiti…”
“Ye lah cik kak oii…” balas Hakim sambil mencubit pipi montel adikknya.
Baru sahaja Hakim hendak melangkah ke dapur untuk bersarapan, matanya terpaku pada satu objek yang amat dikenalinya. Macam bola ragbi aku, terus dia mengambil bola tersebut dan laju sahaja matanya menangkap tulisan ‘MAN’ pada bucu atas bola itu. Sah memang ini bola aku yang Ara campakkan ke longkang semasa di kampus dahulu. Tapi bagaimana bola nie ada kat sini, macam-macam persoalan bermain di mindanya yang memerlukan jawapan yang pasti, hatinya mula tidak keruan, menjerit-jerit menginginkan jawapan kepada segala kekeliruan hatinya.
“Angah, mana Angah dapat bola nie?”
“Oh, itu bola abang ragbi kerek yang Kak Tiya selalu cite kat Angah, laki yang suke dia tu, tapi die terpaksa tolak, kesian kan Kak Tiya, bola tu dia dah buang kat longkang, tapi die kutip balik nak simpan sebagai tanda kenangan dengan abang ragbi tu. Angah pun tak tahu sape nama lelaki tu, Kak Tiya just panggil dia abang ragbi kerek jer” jelas Iman dan hilang perlahan-lahan dimuka pintu.
Bagaikan gugur jantungnya mendengar penjelasan Iman tadi, adakah Tiya ini ialah Qyara yang telah menolak cintanya? Benarkah? Arghhh…! Hatinya semakin tidak sabar menunggu kepulangan Tiya, dia mahukan kepastian, jika benarlah apa yang dikatakan oleh Iman, maksudnya Qyara tidak pernah menolak cintanya. Qyara…! Jerit hatinya. Sepucuk surat dikeluarkan dari dompetnya, surat terakhir daripada Qyara.
Saya telah sampaikan pesanan awak pada Qyara, dia meminta maaf kerana tidak dapat membalas cinta awak, sememangnya dari awal lagi dia tak punya perasaan pun terhadap awak, apalagi untuk jatuh cinta pada awak. Awak bukanlah pilihan hatinya, cintanya pada Iz masih kuat, Iz juga telah kembali ke sisinya dan dia bahagia bersama Iz. Dia meminta maaf sekali lagi, semoga awak bertemu seseorang yang lebih baik.
Jam sudah menunjukkan angka 10.30 malam, namun Hakim masih belum melihat wajah Tiya, persoalan yang bermain di mindanya sedari petang tadi perlu mendapat jawapan segera, tak mampu lagi dia menaggung semuanya. Sudah pasti ibu dan adik-adiknya sudah tidur masa ini kerana memang ibunya membiasakan tidur awal, tetapi dia tak pasti pula gadis yang bernama Tiya itu. Tiba-tiba tergerak hatinya untuk menghantar mesej ke nombor Qyara, hatinya kuat mengatakan Tiya ialah Qyara.
“Assalamualakum”
“Waalaikumsalam, blh sy tahu ni sape, num awk xder dlm list sy”
“Sy hakim, blh sy jmpa awk”
“Oh, ye tak ye, dah sehari kta duk sermh tp x bksmptn nk jmpa awk, tp elok kta jmpa esk pg je, sy pn x pegi mane2 kn dah lewat nie”
“Sy ada hal pntg nk ckp ngn awk, sy ada kt beranda blkg, sy tggu awk”
Tiya pelik pulak dengan permintaan anak sulung Umi ini, hal penting apakah yang dimaksudkannya malam-malam begini. Tiya tidak duduk senang, adakah dia telah berbuat salah? Atau mungkin Hakim akan menyoal siasatnya kerana meragui kehadirannya di dalam rumah ini. Arghh…pusing-pusing! Tiya mengorak langkah perlahan tidak mahu mengejutkan Umi dan Iman yang sedang lena, mujurlah Rayyan di bilik Hakim. Langkah diatur perlahan menuju beranda belakang, dapat dia melihat susuk tubuh Hakim dalam kesamaran cahaya bulan. Dia sudah betul-betul berada di belakang Hakim, tapi masih takut untuk memulakan bicara, makin laju degupan jantungnya.
“Assalamualaikum, err…awak, ermm…Tiya nie, ada apa awak panggil saya?”
“Waalaikumsalam, Tiya… Tiya je ke nama awak?”
“Err… nama saya Tiya Qyara, awak, kalau awak tak suka saya duduk kat rumah nie…”
Bagai disentap jantung Hakim mendegar nama Qyara itu, ya Tiya Qyara. Namun dia masih statik membelakangi Qyara cuba menutupi isi hatinya yang sudah merojak pelbagai rasa. Namun tetap juga mengagahkan dirinya untuk menyambung bicara.
“Bola nie awak punya?”
“Ye, err…kenape?”
“Tapi saya macam pernah nampak bola nie, nama saya pun ada pada bola nie”
“Err… nama awak, maksud awak?” Tiya semakin bingung.
“Man… stand for Arman Hakimi”
Serentak itu Arman Hakimi terus memusingkan badannya betul-betul menghadap Qyara, memang betul Qyara yang berada dihadapannya kini, wajah yang sentiasa dirinduinya itu. Arman! Ya Tuhan, permainan apa pula kali ini, aku dipertemukan dengan dia sekali lagi dalam keadaan yang sangat tidak kuduga. Sungguh tak tercapai akalku untuk memikirkan kelogikan drama hidupku ini, Umi adalah ibu kepada Arman, abang yang selalu Iman dan Rayyan ceritakan kepadaku. Bermimpikah aku? Atau kerana terlalu merindui Arman sehingga melihat Hakim sebagai Arman? Mata kami bertaut. Lama. Aku masih meneliti lelaki yang dihadapanku ini, Arman Hakimi lelaki yang sudah mencuri hatiku. Arman…
“Ara, awak kutip bola nie semula?”
“A..aa..wak Hakim…A..a..arman…”
“Arman Hakimi, family saya je yang panggil saya Hakim. Saya betul-betul tak sangka Ara kita dipertemukan lagi dalam keadaan yang sangat tak diduga nie… Awak Tiya…? Tiya yang Umi selalu ceritakan pada saya”
“Saya pun sama, Arman…”
“So how’s Iz…happy with him?”
“Err…Arman…saya…”
“It’s okay Ara, Iman dah ceritakan semuanya kat saya, dan bola nie sebagai bukti yang awak memang tak pernah lupakan saya, awak pun ada perasaan yang sama seperti saya. Betul Ara? Kalau tak untuk apa awak kutip balik bola nie”
Berjuraian terus airmata Qyara turun membasahi pipinya, sungguh dia sangat merindukan Arman, lelaki yang dihadapannya ini. Jauh disudut hatinya dia memanjatkan syukur yang tidak terhingga kerana dipertemukan dengan Arman semula.
“Arman, saya…”
“Shhh…Qyara tak perlu cakap apa-apa, mulai saat ini, I will never let you go, I don’t care about Iz or whatever comes, just say once that you never leave me again”
Qyara terus menangis, perlahan Arman mengusap pipinya mengesat airmata yang seakan tidak mahu berhenti. Qyara hanya mengangguk, tak mampu lagi dia untuk menahan rasa cinta yang menggunung terhadap Arman, dia sudah tidak peduli, Arman tidak patut kecewa lagi disebabkan kisah silamnya
“Arman, saya takut, Iz mungkin…”
“Forget about him, sekarang Qyara hanya milik Arman, I will never let him come near to us, that’s my promise”
“Saya betul-betul tak sangka awak Hakim anak Umi”
“Tu la salah awak, sape suruh tak tanya nama penuh saya, jual mahal sangat”
“Mane ade jual mahal. Oh, jadi awak memang tahu lah ye”
“Well saya pun baru tahu mase tengok Iman pegang bola nie tadi, tak sangka awak kutip balik ek, busuknye longkang tu, uwekk..!”
“Awak nie kan tak habis-habis menyakat orang la, penat saya kutip balik bola tu kat longkang tau”
“Sape suruh pergi kutip balik, kan senang datang terus jumpa saya and say I love you, tak payah susah-susah nak harung busuk-busuk longkang tu, lagipun yang awak pergi baling bola tu masuk longkang buat ape?”
“Dah awak kerek semacam, malas lah layan awak” Aku sengaja mencebik tunjuk muka merajuk.
“Okay, okay, now tell me, love me or hate me?”
“Hmm…hate you”
“What!? Cakap la betul-betul”
“Awak nie tak cukup lagi ke saya mengharungi busuk longkang tu semata-mata nak dapatkan bola awak tu balik. Hmm…lagipun apa jaminan awak kalau saya terima awak, saya tak nak janji-janji manis macam lelaki lain. Bosan.”
Arman memandangku lama.
” I’ll promise you heaven. Syurga Allah yang abadi’
Aku terdiam, terharu dengan jawapan yang Arman berikan, sungguh tak kusangka jawapan itu yang dia beri padaku, memang sungguh berbeza daripada Iz yang hanya menabur janji-janji semanis madu, kononya takkan tinggalkan aku selamanya dan takkan pernah menduakan aku. Namun walaupn Arman tidak memberikan jawapan itu, sememangnya dia sudah memiliki hati ini, cintaku padanya semakin dalam bila dia menjanjikan syurga untukku.
“Okay then, still my answer is hate you”
“Are you sure?”
“Yes, very sure, I H.A.T.E you, Happy to see you, Always love you, Terribly miss you, Everyday remember you”
Kemudian kami sama-sama tersenyum. Bahagia kini kukecapi bersama Arman, semoga kali ini kekal buat selamanya.
Keesokan paginya Arman berterus terang kepada Umi, Umi pun bagaikan tidak percaya bahawa lelaki yang sentiasa aku ceritakan padanya ialah anaknya sendiri, begitu juga dengan Iman. “Jadi abang ragbi yang kerek tu Along lah ye” Itu lah kata-kata yang terkeluar dari mulut Iman. Rayyan pula dengan gentlemannya menyerahkan aku kepada Arman dengan pesanan jangan pernah melukakan hatiku. Tercuit hatiku dengan telatahnya itu, terhambur ketawa kami apabila dia menyerahkan tanganku ke tangan Arman siap memberi amaran pulak tu. ‘Hai Rayyan…’detik hatiku. Syukur ya Allah kerana pertemukan aku dengan keluarga ini, pertemukan aku dengan Arman.
“Iz dah cakap Iz sanggup lakukan apa sahaja untuk dapatkan Tiya balik”
“Iz jangan ganggu hidup Tiya lagi, Tiya dah maafkan Iz, kenapa mesti Iz buat macam nie”
“Sebab Iz sayangkan Tiya, instead of giving me another chance, Tiya terus terima lelaki lain, Tiya tak cuba menyelami keikhlasan Iz kali nie, Iz betul-betul menyesal, Iz sayangkan Tiya, sedetik pun Iz tak pernah lupakan Tiya”
“Kalau Iz betul sayang Tiya, janganlah ganggu Tiya lagi, biarkan Tiya bahagia dengan lelaki yang Tiya sayang…”
“Iz tak sanggup lepaskan Tiya lagi”
Belum sempat aku membalas Arman terus mengambil telefon daripadaku dan memutuskan talian. Perlahan dia melepaskan keluhan berat. Dia sudah tahu panggilan itu daripada siapa, berkali-kali sudah dia meminta kebenaranku untuk berjumpa dengan Iz, tetapi aku berkeras tidak mahu membenarkan kerana aku khuatir akan berlaku sesuatu yang tidak diingini. Selagi Iz tidak muncul dihadapan kami, selagi itulah aku akan bersabar dengan panggilan-panggilan daripada Iz. ‘Susah-susah tukar aje nombor telefon’ bebelku dalam hati. Tetapi selepas sebulan tiada sudah panggilan daripada Iz, Iz telah diisytiharkan muflis dan terpaksa menaggung kerugian berjuta-juta ditambah pula dengan hutang yang tidak terbayar dengan pihak bank. Melalui khabar angin yang aku dengar kerugian Iz adalah angkara dendam Carina kerana Iz tidak mahu menerimanya semula. Iz setiap hari turun naik mahkamah disebabkan hutang-hutang yang tak mampu dia langsaikan. Namun walaupun begitu, aku berharap dia akan menemui jalan hidupnya suatu hari nanti.
“Arman…Arman…”
Aku tercari-cari kelibat lelaki itu, namun tidak terlihat dimana-mana. Ya Allah janganlah berulang kisah yang lalu, tidak tolonglah, aku tidak sanggup menghadapinya kali kedua. Setelah puas mencari aku naik semula ke dalam bas yang masih kosong. Setelah hampir dua bulan cuti semester, aku pulang ke kampus bersama Arman untuk menghabiskan semester yang terakhir. Semua penumpang sedang menikmati makan tengahari, mataku masih mencari-cari Arman di kalangan penumpang-penumpang yang berada di restoran itu. Airmataku sudah deras menuruni pipi, tiba-tiba seseorang memegang bahuku. Arman!
“Ara, what’s wrong? Kenape nangis nie?”
“Ara sedar tadi Aman dah takde, Ara takut Aman tinggalkan Ara”
“Shhh…jangan nangis, Aman tak tinggalkan Ara, Aman just turun belikan Ara lunch, don’t cry. Listen here, I’m not Iz, I’ll never let you go, Aman dah lepaskan Ara sekali but not this time, you’re mine. Remember that. I H.A.T.E you”
Sesaat sahaja tangisku bertukar menjadi senyuman. Arman sangat menyayangiku, dengan lafaz cintanya yang sekali itu, sudah cukup untuk aku mencintainya selamanya. Aku bersyukur kerana Arman masih bersamaku.
“Me too, H.A.T.E you so much”
Senyuman terukir di bibir, Arman…sungguh kau bukan lelaki yang pertama dalam hidupku, tetapi kaulah yang terakhir tiada lagi selepasmu. Aku menyayangimu seadanya, terima kasih telah merawat luka di hatiku dan mengisinya dengan pelangi cintamu yang tak pernah pudar warnanya.
Qyara…cintaku padamu takkan padam walaupun jasad terpisah dari nyawa. Kaulah wanita pertama yang telah menghuni hatiku ini, akan aku membawamu menuju ke syurga Illahi yang abadi. Aku akan melindungimu dari segala kelukaan, take all my love, and give me all your pain, jadilah permaisuri hatiku selamanya. 


Malam yang tenang tika ini tidak mampu untuk membuat sekeping hatinya turut menjadi tenang , dia teringat kembali peristiwa yang terjadi di sekolah hari ini .
“Muka kau lagi , asyik datang lambat aje . Habis penuh buku laporan ni dengan namekau . Mesti kau lambat bangun lagi kan ?” Serkap jarang lelaki itu benar-benar tepat mengena batang hidungnya . Memang dia terlambat bangun pagi tadi , ini semua gara-gara abang tercinta Tengku Nifham Tizqan bin Tengku Farouk yang mengajaknya bersembang hingga larut malam . Cinta sangat lah ! Aku yang susah , kene hadap pengawas yang garang macam singa ni . Tapi kalau abang takde pun aku memang selalu lambat .Hehe , study malam beb ! Kalau tak silap aku , budak ni sebaya dengan abang . Kan bagus kalau dia macam abang , penyayang , lemah-lembut , baik hati . Ini tidak , macam singa kelaparan . Hubungan Asya dengan abangnya memang sangat akrab walaupun abangnya duduk jauh nun dinegara orang .
“Harap je kelas pandai , anak orang kaya pulak tu . Datang sekolah berhantar , tapi lambat jugak .”Sinis suara ketua pengawas yang bernama Tengku Isharq Harith itu memerli .
‘Hish , ni dah melebih ! Agak-agak la bro .’ Suara Asya dalam hati .
“Nama?”Tanya Isharq lagi .
‘Mamat ni da kenape , hari-hari kut tulis name aku . Takkan tak ingat lagi . Saje nak cari pasal ni .’
“Nurasya Tizhyani” Jawabnya pendek . Malas mahu merosakkan mood baik nya .
“Nama penuh lah .” Suara Isharq lagi .
“Tengku Nurasya Tizhyani binti Tengku Farouk” Jawab Asya geram ,‘aku siku jugak kang mamat ni ! Dah la panas ni .’
“Ok , boleh masuk kelas . Tapi ingat , esok kalau lambat lagi . Aku denda kau kutip sampah .” Arahnya separuh menggugut . Asya hanya memberi satu jelingan maut dan terus berlalu masuk ke kelas .
‘Huh , nasib baik cikgu belum masuk . Kalau tak mesti aku tertinggal .’Asya segera duduk ditempatnya .
“Aku ingat kau tak datang ,”Ara bersuara .
Asya tersenyum menampakkan sebaris giginya yang putih bersih itu , boleh buat iklan collgate .
“Abang aku balik la , malam tadi aku sembang dengan die . Tak sedar pulak da lewat malam .”Asya bersuara menantikan reaksi sahabatnya itu , tapi wajah itu tetap tenang . Asya mengeluh hampa , dari dulu dia berniat untuk menyatukan Ara dengan abangnya . Tetapi Ara seperti tidak berminat . Ara merupakan seorang anak yatim , bapanya meninggal sejak dia masih kecil lagi . Hidupnya boleh dikatakan susah , pada hemat Asya . Jika abangnya berkhawin dengan Ara pastinya hidup Ara akan berubah . Tapi Ara seakan tidak mengerti niat baiknya .
Asya menjerit setelah dia terasa ada orang mencucuk pinggangnya , serta merta lamunannya terpadam .
“Berangan aje , ingat boyfriend ape ? abang panggil naik bebuih da mulut abang ni , die buat dek je .” Suara Nifham pelik .
“Mane ade boyfriend ,orang study lagi la . Baru form 4 ape .” Jawabku geram .
“Ha , abis tu yang dok sebok-sebok nak match kn abang dengan si Ara tu kenapa ? Abang pun study lagi ape .” Balas Nafham separuh mengejek .
Serta merta wajah Asya bertukar , ‘Erk , macam mane abang boleh tahu ni ? hish , ni yang confuse ni . Rasanya aku taka de bagi tahu sape-sape selain pade bonda . Takkan bonda pulak yang pecah lubang .’
“Dah , tak payah nak buat muka macam ayam berak kapur tu . Abang tahu ape yang adik abang ni nak . Jadi untuk menggembirakan adik abang ni , abang sanggup buat ape aje . Termasuk kahwin dengan Ara .” Terkedu aku seketika . Betul ke bang aku ni ?
“Betul ke ni abang ?abang tak tipu adik kan ? jangan main-main , ni bukan hal kecik tau . Ni dah melibatkan sahabat yang paling adik sayang . Siap la abang kalau abang main-main” Ugut Asya sengaja ingin menggertak Nafham .
“Betul la , anak orang tu , mane boleh nak buat main-main . Tapi , biar die study dulu . Adik jangan risau , lepas die habis spm abang akan terus ajak die nikah . Pastu abang nak bawak die duduk dengan abang kat UK sampai die habis belajar .” Terang Nafham . ‘Kenape macam perfect sangat rancangan abang aku ni ? Dia dah rancang lame ke ? Tapi sejak bile ?’
“Buat ape cakap dalam hati tu ?abang bukan dengar pun , cakap la dengan abang ape yang adik tengah fikir tu .” Terjah abang .
“Erk , abang ni . Macam ade benda yang tak kene la . I know ni , ade something wrong . Abang memang dah rancang lame eh benda ni ?” Tanya Asya bingung .
“Hmm , sebenarnya kalau bukan adik yang suruh abang kahwin dengan Ara pun memang abang sendiri nak . Pertame kali abang jumpe die , abang rase abang dah jatuh cinta . Seriousely , die bukan gadis idaman abang . Tapi , abang rasa tak kisah . Abang rasa abang nak share beban yang die tanggung tu . Abang sanggup susah untuk die . Gile kan ? Tu baru first time jumpa .” Asya lega , gembira sehingga menitiskan air mata . Nafham kaku . Dia tidak rela melihat air mata adiknya mengalir kerananya . Laju dia menarik Asya ke dalam pelukannya .
“Jangan menangis my love , please .” Pujuk Nafham . Kalau orang lain dengar mesti mereka menganggap Nafham sedang memujuk kekasih hati . Tapi bagi Asya dia sudah terlalu biasa mendengar abangnya menggelarnya dengan panggilan my love .
“Adik gembira abang , terima kasih abang . Adik sayang abang sangat . Abang antara lelaki yang akan menjadi kesayangan adik sampai bile-bile .Jadi , sebagai penghargaan . Adik berikan abang satu keistimewaan . Adik akan kahwin dengan sesiape aje lelaki pilihan abang .Janji .” Ucap Asya tanpa berfikir panjang . Tiba-tiba dia teringat akan Tengku Isharq Harith , pengawas singa itu . ‘Eh !kenape picture die pulak keluar kat kepale aku ni ? mereng ape , tapi . Kenape aku rasa macam ni ?Aduh , telajak perahu boleh di undur , telajak kata alamat buruk padahnya . Lagi-lagi lah abangnya itu seorang yang tidak suka memungkiri janji .
“Betul sis ?Baiklah ..” Nafham tersenyum nakal . Manakala Asya sudah tidak senang duduk . ‘Ah !lantaklah , bukan aku nak kahwin dengan singa tu pun , buat ape fikir pasal die ? Jumpe mesti gaduh , tak sah kalau tak gaduh . Dah jadi rukun harian !Tapi ! Hmm …………

Sepuluh tahun kemudian ..
“My love , pleasebalik jom ! Seriouse abang dah letih , dah tawaf satu shopping complex da ni .” Suara Nafham lemah ,‘baik aku layan anak aku kat rumah lagi bagus . Menyesal pulak janji nak belanje adik aku yang terchenta ni . Bila pulak adik aku ni tukar hobi dari membaca ke mem’shopping’ ? Ara tak bagi tahu pun . Kalau dulu , dial ah yang paling liat sekali nak di ajak bershopping . Tapi sekarang ?Aiyoyo ..’
“Ala , abang ni . Hari tu die yang janji nak belanje kite .” Asya mula merajuk . ‘Ape punye abang la , bukan selalu dapat hang out macam ni . Dah la orang rindu . Lame tu tak jumpe , semenjak abang kahwin dengan Ara lagi . Dah lapan tahun !Ni pun abang balik tiga bulan je .Tapi , sebenarnya tak pun . Haha !mana tak nya setiap tahun pasti dia akan ke UK untuk berjumpa dengan abang dan juga sahabatnya itu . Tidak disangka , Ara juga sebenarnya menaruh hati kat abang . Bahagia sungguh sahabatnya sekarang , terima kasih abang !’
“Hello !dengar ke tidak ni ?” Wajah Nafham telah bertukar kelat . Asya kembali memujuk dengan menarik tangan Nafham manja . Tidak menyedari ada sepasang mata yang memandang kosong .
“Assalamualaikum , Nafham bukan ?” Terkedu Asya mendengar suara yang menyapa . Mana mungkin dia lupa suara itu , suara yang garang memarahinya setiap kali dia lewat datang ke sekolah . Tetapi kali ini suara itu lembut menyapa , dengan perlahan Asya memalingkan mukanya . Tidak tahu berapa lama dia tergamam , sedar-sedar abang dah ada dalam pelukan lelaki itu . ‘Aiykkk ?abang !what going on ? kenapa abang peluk die ? abang kenal ke ? Oh no !!!’
Asya hanya membiarkan dua sahabat itu berbual , dia hanya berdiri tegak disebelah abang . Macam patung pun ada .
“Ham , kau tak nak kenalkan isteri kau ni kat aku ke ?” Suara Isharq tiba-tiba .‘Erk ?isteri ?Haha !die ingat aku isteri abang ? patut muke kelat semacam je tadi . Cemburu rupanya .Perasan !
Nafham tergelak halus , “Meet my lovely sis , Tengku …”
“Nurasya Tizhani binti Tengku Farouk” Sambung Isharq perlahan . Abang terkejut . Asya pulak ?terkedu abis , die masih ingat nama aku ? Oh god !!!
“Kau kenal adik aku erk ?Ohhh , ok . Aku lupa , dulu kau satu sekolah dengan Asya .” Isharq tidak mempedulikan pertanyaan Nafham , matanya ralit memandang wajah wanita yang menjadi sumber inspirasinya untuk berjaya . Siapa tahu , dalam diam Isharq juga menyimpan perasaan yang sama seperti Asya .
“Sharq ?” Nafham melayangkan tangan nya ke hadapan muka Isharq . Merah padam muka Asya menahan malu .
“Sorry , abang adik nak pegi ladies .” Suara Asya perlahan , hanya allah saje yang tahu bagaimana hatinya berdetak saat ini . Hampir lima belas minit Asya menenangkan perasaanya di dalam tandas .Akhirnya , dengan penuh keyakinan dia melangkah keluar . Tapi ..wajah itu sudah tiada . Asya hampa !
“Lamanya , penat abang tunggu tau . Dah jom balik .” Kali ini Asya tidak membantah , hatinya benar-benar kecewa .
Sudah dua bulan peristiwa Asya bertemu dengan Isharq , tapi wajah Isharq tetap berada di dalam ingatan Asya . “Eihhh , ape ni . Shuh !Shuh !pegi main jauh-jauh la . Aku taknak tengok muka kau yang macam singa tu lagi .” Asya bersuara sendirian .
“Nak halau sape tu dek ?hantu ?” Nafham sudah tergelak melihat reaksi adiknya sebentar tadi .
“Abang ni , suka buat adik terkejut la . Nasib baik tak lemah semangat .”
“Abang pulak , die tu yang tak betul . Ade cakap sorang-sorang . Macam orang gile !”Jawab Nafham separuh mengusik.
Asya sudah memuncung , “Abang !” Pantas jejari Asya mencubit perut abangnya .
“Adik !sakit , ok sorry sorry . Sakit la adik .”
Asya menghentikan cubitan setelah dia berasa puas .
“Sorry naik lorry la !” Jawab Asya merajuk .
“Adik abang ni merajuk ke ? Abang taknak pujuk dah . Suruh bakal suami adik pujuk la .” Jatuh bawah rahang Asya sekejap . Terkejut abis ! ‘Bakal suami ?ape abang merepek ni ?’
“Tak payah nak buat lawak yang tak berape nak lawak la abang .”Balas Asya separuh gentar .
Muka Nafham kelihatan seriuose , Asya cuba menelan air liur tapi bagai tersekat di kerongkong .
“Adik ingat lagi kan , dulu adik pernah janji ngan abang . Adik bagi abang pilih suami untuk adik . Abang dah ade calonnya . Minggu depan mereka datang merisik ,sekaligus bertunang . Sebulan lepas tu kahwin .”Asya kaku di tempat duduknya . Mulutnya seakan di gam .Abang !
Sejak dari malam itu , Asya hanya mendiamkan diri . Apa boleh buat , dia sudah terlanjur berjanji . Makin dilupakan wajah yang satu itu , makin dekat pula dia datang . ‘Ah !cinta monyet .’ Tibalah di hari pertunangannya . Nafham memberitahu bahawa bakal tunangnya tidak dapat datang .‘Ah !ade aku kisah ?’ Jawabnya dalam hati . Melihat layanan baik bakal ibu mertuanya , Asya jatuh sayang . ‘Siapa tunang aku erk ?macam loaded jer , tengok dari barang hantaran macam tak cukup je 30ribu . Ni baru tunang , kahwin nanti macamane la . Ah , lantaklah !’
Kini sudah sebulan dia menjadi tunangan orang , tetapi sekalipun dia belum pernah bertemu dengan tunangnya . Kenal pun tidak .sehinggalah pada hari pernikahannya tiba .
“Ara , aku berdebar la . Kenape ni ? Padahal aku tak kenal pun die .Aduh ..”
“Siapa kata kau tak kenal ?”Tanya Ara sambil tersengih . Baru Asya ingin bertanya , bonda sudah memanggilnya turun . Bakal suaminya sudah sampai . Asya turun dengan bedebar , sekalipun dia tidak mengangkat muka kepada tetamu yang memandangnya . Malu !
Tidak lama kemudian , akad nikah pun berlangsung . Tengku Farouk sebagai wali . Makin bertambah gila debaran di hati Asya . Asya tidak mendengar dengan jelas apa yang diperkatakan ayah kepada bakal suaminya itu . Tiba-tiba ..
“Aku terima nikahnya Tengku Nurasya Tizhyani binti Datuk Farouk dengan mas kahwinnya lapan puluh ringgit tunai” Dengan sekali lafaz Asya sah jadi milik lelaki yang dia tidak kenal , debaran semakin menggila apabila tiba upacara pembatalan air sembayang .
“Assalamualaikum,” Terkedu Asya mendengar suara itu , laju mengangkat mukanya . Air matanya turun dengan laju memandang wajah itu , hatinya yang gundah sebentar tadi menjadi lega seleganya . Isharq !
Dengan lembut Isharq menghapuskan air mata Asya . Selesai menyarungkan cincin pada jari Asya , Asya tunduk bersalam dengan suaminya dan untuk kali yang pertamanya lelaki lain mengucup dahinya selain abang dan abi .
Asya sedang menyisir rambut sewaktu Isharq melangkah masuk ke dalam bilik dan menuju ke arahnya . Terkedu Asya . Isharq tersenyum lembut , dipegang tangan Asya dan dibawa menuju ke katil . Asya ?terkedu abis , kalau dulu Isharq buat begitu pasti makan penumbuknya . Tapi kini Asya tidak mampu untuk menolak .
“Asya taknak cakap pape dengan saye ?” Tanya Isharq lembut .Asya hanya membatukan diri .
“Ok , let me explain to you . Mase saye terserempak dengan Asya dan abang kat shopping complex dulu , hati saye hancur . Sebab saye ingat Asya dah kahwin dengan abang , kawan baik saye sendiri . Sebenarnya dah lame saye sukakan Asya . Sejak pertama kali kita berjumpa .”Asya terkedu , implication 1 : Sharq suka Asya . Implication 2 : Asya suka Sharq . Conclusion : Sharq dan Asya suka sama suka . ‘Oh no !’
“Betul ke ?” Tanya Asya binggung . Sharq tersenyum mengangguk . Bukan dia tidak tahu , isterinya juga mempunyai perasaan yang sama itupun setelah Ara membuka mulut dua hari sebelum mereka bernikah . Pantas Sharq menarik tubuh Asya ke dalam pelukannya . Perlahan Asya membalas pelukannya .‘Alhamdullilah , inilah cinta monyet aku ! Terima kasih Ya Allah !’
-TAMAT-
Kini pekerjaan sudah semakin kompleks, dan sudah banyak orang yang berpusu-pusu untuk mencari keuntungan dalam bidang teknologi, khususnya internet. Melalui artikel ini, kami akan memberi tahu kamu, siapa orang-orang yang mendapatkan keuntungan tertinggi di dunia melalui blog yang dikelolanya. Diawali dengan tulisan-tulisan sederhana, kini ke-10 orang berikut telah menjadi raja blog di dunia. Siapa saja mereka? Ini dia 10 Blogger Terkaya Di Dunia.
Pete Cashmore
Sebagai pembuka dari
list kita, ada Pete Cashmore yang merupakan Founder dan CEO dari
Mashable.com. Untuk kamu yang sering sekali
blogwalking dengan tema teknologi, pasti sudah sangat tidak asing lagi dengan blog ini. Mashable.com merupakan situs yang membahas mengenai teknologi, bisnis, hiburan, dan gaya hidup. Coba teka berapa pendapatan yang diperoleh setiap bulan dari blog tersebut? Luar biasa, sekitar $560.000!
Michael Arrington
Selain Mashable.com, tentu kamu tau dengan
TechCrunch.com kan? Founder dari blog ini adalah Michael Arrington dan Ia berusaha menyediakan situs yang selalu
up-to-date mengenai teknologi dan gadget. Penghasilan perbulan dari Michael Arrington yaitu sebesar $550.000.
Perez Hilton
Berpaling sejenak dari dunia blog teknologi,
Perez Hilton menyediakan informasi yang lengkap mengenai
entertainment dan fotografi. Penghasilannya juga cukup fantastis lho, mencapai $400.000 per bulan.
Vitaly Friedman
Vitaly Friedman merupakan blogger terkaya ke-empat di dunia. Ia memiliki blog bernama
SmashingMagazine.com dan menjadi salah satu pionir dalam urusan artikel design web dan
development. Melalui blog tersebut, Vitaly berhasil mendapatkan kocek sebesar $150.000 per bulan.
Timothy Sykes
Urutan berikutnya dalam
list kita adalah Timothy Sykes yang merpakan pemilik dari blog
TimothySykes.com. Situs yang membahas mengenai finansial dan pasar saham tersebut berhasil mendatangkan
income sebesar $180.000 per bulan, dan $2.000.000 perbu lan melalui bisnes saham yang Ia kelola.
Jake Dobkin
Jake Dobkin adalah pemilik dari blog
Gothamist.com. Gothamist ialah situs yang membahas mengenai segala hal yang berkaitan dengan makanan, seni, dan acara. Melalui blog tersebut, Jake mendapatkan keuntungan sebesar $110.000 per bulan.
Collis Taeed
Berikutnya ada Collis Taeed. Ia adalah blogger yang mengelola
TutsPlus.com. Situs tersebut akan memberikan pengunjungnya berbagai informasi mengenai ilmu,
tutorial, dan bermacam-macam informasi berharga tentang aplikasi desain dan
software. Pendapatannya mencapai $120.000 per bulan.
Gina Trapani
Lifehacker.com juga sering kita jumpai di internet ya. Blog populer yang membahas mengenai teknologi tersebut dimiliki oleh Gina Trapani dan berhasil meraih pendapatan hingga $110.000 perbulan. Pendapatan sebesar itu tentu saja membawa Ia menjadi blogger terkaya ke-8 di dunia.
Matt Marshall
Matt Marshall adalah seorang blogger yang memiliki situs terkenal yaitu
VentureBeat.com. Melalui situsnya yang membahas mengenai teknologi dan keuangan tersebut, ia mendapatkan profit sebesar $50.000 hingga $100.000 setiap bulannya.
Ewdison Then
Terakhir ada Ewdison Then yang merupakan
co-founder dari
SlashGear.com. Situs tersebut Ia sediakan sebagai sarana menyampaikan artikel bertemakan elektronik dan berita teknologi kepada pembaca. Melalui situsnya tersebut, Ia mendapatkan profit sebesar $50.000 setiap bulannya.

Aku sering melakukannya. Sungguh sangat sering sampai aku sudah hafal bagaimana rasanya dan juga apa resikonya atas tindakan yang ku lakukan itu. Namun, hal itu justru membuatku ketagihan dan melakukan hal yang serupa walau akhirnya aku harus meneteskan air mata. Mencintai seseorang secara diam-diam. Hal itu terdengar wajar dan mungkin biasa saja. Tapi, pernahkah kau mencintai seseorang secara diam-diam? Apakah kau merasakan hal biasa? Aku tidak. Aku sungguh tidak menyukai hal itu terjadi padaku namun aku menikmati hal itu terjadi padaku.
Seruni berjalan seorang diri di koridor sekolahnya sambil membawa tumpukan buku yang harus ia serahkan kepada guru Bahasa Indonesia yang sudah menantinya di ruang guru. Seruni merupakan gadis pintar yang selalu menjadi murid kesayangan guru yang mengajarnya. Walau termasuk pintar dalam semua bidang pelajaran, dalam bergaul dan bersosialisasi Seruni tidak sepintar teman-teman yang lain. Tumpukan buku yang cukup tinggi itu cukup mengganggu jarak pandang Seruni. Namun bukan berarti buku itu dapat menghalangi jarak pandangnya untuk melihat Diar di seberang lapangan sana. Saking sibuknya memerhatikan Diar yang sedang tertawa bersama teman-temannya, membuat kaki Seruni tersandung dan menjatuhkan semua buku yang ia bawa.
Gerdiar Priatmodjo merupakan seniornya yang saat ini sedang sibuk memersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. Dari pandangan secara umum, tidak ada yang spesial dari lelaki yang akrab dipanggil Diar itu. Dia bukan seorang pemain basket, bukan ketua Osis, atau ketua ekskul lainnya. Dia juga bukan pria tampan yang berpenampilan keren dengan mobil atau motor sporty ataupun pria pintar dengan segudang prestasi. Itu semua tidak menggambarkan Diar. Diar adalah lelaki yang mengenakan kacamata, yang hobi mengenakan kaos dan sepatu converse serta vespa andalannya yang terlihat sederhana namun tidak aneh. Untuk sebagian anak gaul, mungkin penampilan Diar terlihat geeky. Namun tidak untuk Runi. Di matanya Diar nampak tampan apa adanya.
Melihat buku-buku berhamburan di bawah kakinya, Runi segera mengambil dan merapikannya kembali dibantu seorang teman yang kebetulan melintas di dekatnya. Diar mengalihkan pandangannya ke arah Runi. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Kemudian Runi menunduk dan tersenyum sendiri sambil berlalu pergi. Sudah hampir satu tahun Runi memendam rasa untuk Diar. Entah sampai kapan perasaan itu harus ia pendam. Padahal ia tahu sebentar lagi Diar akan lulus dan meninggalkan sekolah itu. Artinya, tak ada lagi Diar di pagi, siang atau sore Runi. Yang tersisa mungkin hanya bayang semu Diar yang mampu digambarkan oleh penglihatan Runi atau doa-doa yang dipanjatkan Runi agar Tuhan mempertemukan mereka di dalam mimpi Runi.
Sudah sering beberapa sahabatnya menyarankan agar Runi bisa mengungkapkan perasaan yang sudah ia pendam untuk Diar. Terlebih lagi ketika salah satu sahabat Runi tahu bahwa Diar dan Runi sama-sama berstatus single, hal itu membuat sahabat-sahabat Runi semakin medesaknya untuk mengungkapkan perasaanya kepada Diar.
“Aku merasa puas walau aku hanya bisa mengaguminya dari jauh. Ketika kamu sudah merasa puas atas apa yang kamu lakukan, adakah hal lain yang akan kamu lakukan?” Kata-kata itu selalu dilontarkan Runi apabila sahabatnya mendesaknya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Diar.
Vina, salah satu sahabat baik Runi kemudian mengerutkan keningnya sambil menatap Runi secara dalam. “Kamu jahat sama perasaan kamu sendiri dan juga sama Diar.”
Runi hanya balik menatap Vina dengan pandangan yang heran, kemudian Runi mengangkat kedua bahunya tanda tidak mengerti atas pernyataan yang Vina lontarkan untuknya.
“Iya, kamu jahat. Kamu gak ngizinin perasaan kamu untuk jujur. Kamu cuma membiarkan dia terpendam semakin dalam walau kamu tahu kalau sebentar lagi Diar akan pergi. Perasaan itu bukan cuma untuk dipendam terus-menerus Run, tetapi juga untuk diungkapkan.”
“Aku takut. Bagaimana kalau Diar gak suka sama aku.?”
“Bagaimana kalau Diar ternyata suka sama kamu?”
“Kalau Diar suka sama aku, pasti dia udah nyatain perasaannya ke aku dari dulu, Vina. Tapi, buktinya sekarang engga kan?”
“Gimana kalau dia juga sama kayak kamu? Dia takut kamu akan nolak dia? Mau sampai kapan kalian tenggelam sama perasaan kalian sendiri yang gak mampu kalian ungkapkan?”
Beberapa saat kemudian, handphone Runi berbunyi. Ternyata itu adalah telepon dari wali kelasnya yang memerintahkan agar Runi segera menemuinya di ruang Guru. Kemudian Runi bergegas menuju ruang guru dan meninggalkan Vina yang masih berdiri di balkon, depan kelasnya.
Di perjalanan menuju ruang Guru, Runi melihat Diar yang sedang asyik bercanda dengan teman lelaki ataupun wanitanya. Tiba-tiba saja perkataan Vina barusan kembali memenuhi pikirannya. “Mau sampai kapan kalian tenggelam sama perasaan kalian sendiri yang gak mampu kalian ungkapkan?”
“Apa Diar memiliki perasaan yang sama dengan yang ku rasakan? Bagaimana jika Diar melakukan hal yang sama dengan apa yang aku lakukan? Mencintai seseorang secara diam-diam.” Runi hanya mampu bertanya dalam hati saat melintas di hadapan Diar.
Ada yang aneh dari Diar di penglihatan Runi. Ya, kali ini Diar tidak mengenakan kacamata andalannya itu. “Where is your sunglasses?” tanya Runi dalam hati. Jujur kacamata Diarlah yang berperan sebagai magnet yang dapat menyedot perhatian Runi saat pertama kali melihat Diar. Tapi kini, tanpa kacamata pun Runi tetap mengagumi Diar. Diar memang selalu tampan apa adanya.
Hari demi hari terus berganti, namun Runi tetap pada pendiriannnya untuk mengaggumi Diar secara diam-diam. Dua hari lagi merupakan pengumuman kelulusan. Mengingat hal itu, sahabat Runi semakin mendesaknya agar Runi dapat menyatakan cinta kepada Diar. Mereka mengatakan jika Runi tidak segera mengungkapkan rasa yang selama ini dipendam, suatu saat Runi akan menyesal selama hidupnya. Merasa seperti terintimidasi, Runi bersikap seolah tenang. Namun tanpa diketahui yang lain, hati Runi menjadi gundah gulana.
Ya memang benar, sebentar lagi pengumuman kelulusan. Mungkin di saat itulah Runi akan melihat Diar terakhir kalinya di sekolah sebagai siswa sekolah itu. Setelah itu, Runi mungkin tidak bisa lagi mengagumi Diar secara diam-diam, memandangi Diar dari kejauhan, atau sekadar melihat senyuman Diar di setiap sudut sekolah. Dan yang paling memiriskan, tak ada lagi medan magnet dari kacamata Diar yang menarik perhatian Runi. Ya, tidak akan ada lagi. Mengingat semua itu, pikiran Runi seakan menjadi semerawut. Ia mondar-mandir ke sana ke mari di dalam kamarnya. Jujur, ia tidak siap untuk kehilangan satu sosok yang selalu menyedot perhatiannya di sekolah.
“Mungkin Vina benar. Aku harus mengungkapkan segalanya kepada Diar. Aku tidak bisa menahan rasa ini lebih lama.” Ujar Runi seorang diri sambil menghadap ke cermin.
Hari yang ditunggu-tunggu sebagian besar siswa akhirnya tiba. Di sekolah Runi, 100 persen siswa yang mengikuti ujian dinyatakan lulus. Runi tersenyum ketika mendengar kabar itu. Yang terlintas pertama kali di pikirannya saat itu tentu Diar. Runi segera menghampiri kerumunan siswa kelas tiga yang sedang berkumpul di dekat papan pengumuman kelulusan.
Matanya berkeliaran ke sana- ke mari, namun target yang ia cari tidak dapat ditemukan. Medan magnet yang biasanya dapat menyedot perhatiannya, tidak dapat ia rasakan.
“Di mana Diar?”
Rasa cemas perlahan mulai menghampiri Runi saat ia tidak berhasil menemukan Diar. Dari sudut ke sudut sekolah sudah ia jamahi, namun tanda-tanda kehadiran Diar tidak dapat ia rasakan. Sampai akhirnya ia baru bisa bernapas lega ketika melihat Hans, salah satu sahabat Diar. Biasanya, jika ada Hans itu artinya ada Diar, begitupun sebaliknya. Runi memutuskan untuk menghampiri Hans yang sedang tertawa dengan teman seangkatannya atas kelulusan mereka.
“Kak Hans!”
Hans menoleh ke arah suara itu berasal dan kemudian menghampiri Runi yang berdiri tidak jauh dari tempat Hans dan teman-temannya berkumpul.
“Iya, ada apa Runi?”
“Selamat ya atas kelulusan kalian. Semoga kalian semakin sukses.”
“Makasih banyak loh!” dahi Hans mengerut sambil menatap Runi yang celingukan seperti sedang mencari sesuatu. “Kamu cari apa?”
“Engga. Eh itu.. Sebenarnya aku mau tanya, Kak Diar di mana ya? Ada yang ingin aku omongin sama dia.”
Hans mengangguk-angguk perlahan. “Oh jadi kamu lagi nyari Diar? Diarnya gak ada. Kamu kayak Diar aja deh. Kerjaannya celingukan. Tapi biasanya yang aku tahu, Diar yang celingukkan nyariin sosok kamu, eh sekarang kamu yang nyariin dia.”
Mata Runi seolah terbelalak menatap tajam lelaki yang berdiri di hadapannya.
“Maksud Kakak apa? Terus sekarang Kak Diarnya belum datang ya?”
“Ya aku sih gak berhak ngomong apa-apa ke kamu. Seharusnya Diar sendiri yang ngomong, Tapi cowok yang mentalnya sebesar biji kacang kedelai jangan kamu andalin, Run.”
Runi hanya mematung, bingung dan tidak mengerti apa maksud dari perkataan Hans barusan. Namun Hans tetap berbicara semaunya meski banyak pertanyaan yang muncul di pikiran Runi.
“Belum sampai di garis finish, eh tuh orang malah kabur ke Birmingham. Alasannya sih mau ngelanjutin studi, Run. Tapi dadakan gitu sampai aku dan sahabatnya yang lain belum dapat kabar lagi dari dia.”
Runi seolah sulit bernapas. Banyak hal yang mengganggu pikirannya secara tiba-tiba.
“Oh, jadi sekarang dia udah di Birmingham?” suara itu jelas terdengar ke luar dengan sedikit paksaan. Terdengan serak dan tak beraturan.
Dengan santai, Hans menganggukkan kembali kepalanya. “Ya. Tapi kalau aku jadi dia, mungkin aku akan ngomong ya sebenarnya sama kamu. Run, aku tinggal dulu ya. Bye!”
Hans berlari menghampiri sahabat-sahabatnya yang sedang tertawa kegirangan. Seperti tak ingin ketinggalan momen apapun, Hans segera bergabung dan meninggalkan Runi yang mematung dengan seribu pertanyaan yang muncul di kepalanya.
Mengaggumi seseorang secara diam-diam ternyata tidak semudah yang dipikirkan. Ada banyak hal yang harus kau korbankan tanpa mendapatkan apa-apa selain kebahagiaan yang sementara. Dulu, aku berpikir aku akan bahagia walau hanya melihat senyumnya dari kejauhan. Namun, bukankah dia tidak akan berdiri selamanya, di tempatnya saat ini? Sewaktu-waktu dia akan pergi tanpa pernah kau tahu dan kau mengerti.
Tanpa pernah lagi kau bisa mengejarnya atau sekadar menahannya. Selalu ada pengorbanan yang kau korbankan dari mencintai seseorang secara diam-diam. Kau harus rela bahwa ia tidak akan pernah tahu akan kehadiranmu atau kau harus rela saat kau tahu dia telah menjadi milik seseorang yang berani mengungkapkan. Jika cinta memang harus diungkapkan, maukah kau memberikanku kesempatan untuk mengungkapkannya? Cerpen Karangan: Ziah Nur Aisyah
Blog: www.ziah1995.blogspot.comwww.facebook.com/ZiAhnuraisyah

sila ikuti cara-caranya dgn betul...
1. download opera mod CELCOM di sini
Download2. set ip :80.239.242.253:80 = global-4-lvs-seele.opera-mini.net
3. restart fon.
selamat mencuba....
Aku Lelaki Macho
25 Jun 2015 2:32 AM (9 years ago)

Nama Pena: Domi Nisa
“Fiz, ada orang kirim salam!”sergah rakan sekerja Hafiz si Amri, lalu melabuh duduknya di hadapan Hafiz.
“ Hrmm, iyalah?” jawab Hafiz malas.
“Kau ni punyalah ramai awek-awek cun minat kat kau, boleh kau buat der, je? Hairan aku,”
“Buat apa awek ramai bro kalau kita inginkan isteri setia seperti Khadijah, secantik Zulaikha, sebijak Siti Aisyah, setabah Siti Fatimah,” tempelak Hafiz berfalsafah sambil memperbetulkan kedudukannya agar lebih selesa sedikit.
“Wah! Dah mula nak ceramah agama ke? Bagus betul didikan kak Hanan ni, boleh melahirkan seorang perintis ilmuwan Islam di masa hadapan kelak,” sakan Amri tersengih-sengih.
“Aku tak layak menjadi seperti dia, Am. Ilmuku hanya senipis kulit bawang tambahan pula sejak dia tinggalkan aku, aku sudah lupa segala ajarannya padaku,” sayu saja suara Hafiz.
“Kau ni memang! Tapi tak pelah, asalkan namanya sentiasa tersebut dibibirmukan? Hahaha….” Amri ketawa besar, suka sangat dia melihat hidung si hafiz mengembang bangga bila nama kak angkatnya itu dikaitkan dengan diri si sahabatnya itu.
“Itu semestinya, hanya namanya di sudut hatiku dari dulu hinggalah sekarang.”
“Angau betul kau ni, dia nak ke dekat kau yang kaki lepak di kedai kopi bukannya kaki masjid,” ejek Amri lagi sebelum berlalu meninggalkan Hafiz yang masih tersengih seorang diri mengenangkan kakak angkatnya itu.
“Mak tolonglah kawanku sudah terpingin mahu memperisterikan ustazah Hanan Imani, ni!”
Nyanyian dari rakannya yang sudah beberapa langkah keluar dari kedai itu masih didengari oleh cuping telinganya, sebuah senyuman terbit dibibir, hatinya juga turut mekar berbunga.
“Kakak Hanan, bilakah kakak mahu pulang ke Malaysia?”Hafiz di sini sentiasa menanti akak.”
*****
“Assalamualaikum mak cik,”
Wa’alaikumussalam, ya Allah Hanan 5 tahun tinggal Malaysia akhirnya kau balik juga ya, nak,” balas mak kepada Hafiz yang juga merupakan mak angkat Hanan.
Hanan membalas dengan senyuman manis berserta mengucup lembut tangan si tua itu sebelum bersuara kembali
“ Eh, mana Hafiz mak cik? Dah lama tak tengok dia,”
“Hmm.. terasa berat pulak mak cik nak bagitahu kamu tentang perangai Hafiz sekarang ni… Hanan, Hafiz dah jauh melencong, mak cik harap dengan kepulangan Hanan kali ini dapat mengubah Hafiz kembali,” keluh orang tua si Hafiz mengenangkan sikap anaknya yang sudah jauh berubah.
“Maksud mak cik?” soal Hanan dengan keliru, sambil berjalan beriringan dengan mak angkatnya untuk melabuh duduk di kerusi rotan.
“Sejak kamu tinggalkan Malaysia, dia semakin liar. Solat dan puasa memang liat nak tunaikan apatah lagi nak belajar, mak cik dan pak cik dah habis berikhtiar untuk menasihati dia, dia degil tak mahu dengar cakap kami. Kami tahu, dia akan dengar cakap kamu saja. Kamu ibarat kakaknya dari kecil lagi dia membesar bersama kamu ketika kami sibuk mencari rezeki, kami harap kamu dapat kembalikan dirinya yang sebenar.”
Hanan tergamam dalam hatinya dia beristighfar panjang. Dia memang tidak menjangka sepeninggalannya ke Mesir telah memberi impak yang cukup berkesan dalam hidup adik angkatnya itu. ‘Kalau kesan yang baik tak pe jugak, ni tak?’
“Mak! malam ni orang balik lewat tau,” laung Hafiz bila kakinya menjejak ke dalam rumah tanpa menoleh pada tetamu yang hadir itu.
“Elok sangatlah tu, malam-malam jumaat nak jadi kutu rayap bukannya nak ke masjid buat solat-solat tahajjud ke lagi bagus,”
“Assalamualaikum adik,”
Hanan memberi salam sebaik saja dia menoleh pada Hafiz, sebuah tersenyum terukir dibibrinya, lembut. Hafiz tercengang seketika, matanya sedikit mengecil cuba mengecam wajah tetamu itu.
Kak Hanan! seru Hafiz teruja, hatinya berdegup kencang bagaikan nak rak bila wajah gadis pujaannya itu menerjah dikornea matanya.
“Sihat dik?” tanya Hanan bila mak angkatnya sudah beredar ke dapur.
“Sihat kak. Hrmm, akak pulak macamana? 5 tahun tinggalkan Malaysia pasti banyak perkara yang hendak dikongsikan dengan Hafiz kan?” suara Hafiz, riang. Dia mengambil tempat di hadapan kakak angkatnya itu. Dalam hatinya satu perasaan getar mula terbit bila mata bertentang mata, tapi cepat-cepat disepak terajang keluar.
Hanan tergelak sopan, wajah adik angkatnya yang kian berubah mengikut usia dipandang lembut. Dalam hatinya dia sangat kecewa dengan sikap Hafiz yang sudah banyak berubah, berambut terpacak tinggi ibarat menara Petronas, berpakaian menampakkan susuk tubuhnya yang sasa itu, tidak seperti dulu lagi. Dia juga tertanya-tanya ke mana hilangnya didikan agama yang diterapkan pada adik angkatnya pada ketika dahulu?
“Adik, akak ada dengar macam-macam cerita yang tak elok tentang adik, betul ke?”
Hafiz tersengih, dalam hatinya dia menyalahkan kakak angkatnya itu, kerana pergi meninggalkannya terlalu lama sampaikan dia jadi begini.
“Ni mesti adik dah lupa nasihat-nasihat yang akak bagi dahulu, kan? Kalau macam ni adik memang tak macholah!” usik Hanan diselangi dengan tawanya.
“Hey, mana ada? Kalau akak nak tau, ramai aweks tergila-gilakan adik sebab wajah adik yang macho ni, tau,” jawab Hafiz membela dirinya dengan bangga.
“Hmmm, no!no!no!” protes Hanan sambil mengerakkan jari telunjukknya ke kiri dan kanan tanda dia tidak bersetuju.
“Machonya seorang lelaki bukan terletak pada ketampanan raut wajahnya tapi pada solat 5 waktunya yang cukup sempurna, tidak kira di mana dia berada,”
“Itu adik tahulah kak sejak dulu lagi akak asyik cakap benda ni, tapi sejak akak pergi adik rasa malas nak buat, sebab tak de orang nak nasihatkan adik,”adu Hafiz, suara manja.
“Adik…, takkan nak akak ketuk kepala adik selalu, baru adik nak buat perkara-perkara yang wajib adik lakukan,”
“Tapi kalau akak jadi isteri adik nanti, pasti adik akan jadi baik! Tak perlu disuruh adik akan segera lakukan dengan senang hati,” gurau Hafiz namun hatinya berdoa agar kakak angkatnya itu mengerti akan perasaannya ini.
“Hmm, adik ni ngada-ngada tau!”
*************************
2 bulan Hanan dikampung membuatkan Hafiz semakin seronok. Setiap hari dia akan pastikan solatnya dilakukan di masjid, segala hutang solat dan puasanya sedang dia berusaha mengqadakannya. Dia benar-benar bertekad akan berubah demi mendapatkan cinta dari kakak angkatnya itu.
Selesai dari solat zohor di masjid Hafiz sengaja singgah di rumah kak angkatnya kerana ingin berkongsi masalah disamping ingin berjumpa mata dengan buah hatinya itu.
“Kak hanan, kenapa ramai-ramai tadi?” soal Hafiz pelik bila punggungnya mencapai wakaf yang terletak dihadapan rumah Hanan.
“Err..takde apa-apalah Hafiz.” Hanan seolah cuba menyembunyikan sesuatu dari adik angkatnya itu.
“Laa, Hanan kau tak bagitahu Hafiz ke, yang kau dah bertunang?” sampuk ibu Hanan seketika sebelum berlalu naik ke rumah.
“Bertunang?” Suara Hafiz berlahan, hatinya dipagut sedih, kecewa dan terkilan kerana niat untuk memiliki kakak angkatnya itu hancur berkecai.
“Hafiz?” Panggil Hanan bila melihat Hafiz kelihatan tercengang.
“Eh! Tahniah kak,” ujar Hafiz cuba memaniskan wajahnya. Hanan pula tersenyum bahagia.
Sejak balik dari rumah kak angkatnya tempoh hari, Hafiz banyak termenung memikirkan kenapa Hanan tidak nampak akan perasaan cintanya itu. Dia sangat kecewa, dia sangkakan dia telah berubah, kak angkatnya akan suka padanya tapi ternyata tidak! Sudah pening otaknya berfikir kenapa cintanya tidak berbalas, apakah perlu dia berterus terang saja?
Asyik dia mengeluh, dia teringat kata-kata Amri tadi tentang tawaran kerja di Melaka. Dia berfikir sejenak sebelum mencari kelibat maknya di dapur.
“Mak, Fiz rasa nak tukar anginlah, Fiz ingat nak kerja di Melaka pulak,” suara Hafiz pada maknya di dapur yang sibuk mengacau air teh untuk minum petang buat mereka sekeluarga setelah mendapatkan maknya.
“Hah! Yang tiba-tiba ni kenapa? Hmm mak tak kesah asalkan Fiz suka sudah, mak akan restu Fiz, tak kira Fiz di mana,”
“Nak tambah pengalaman, hujung minggu ni Fiz akan bertolak ke sana ya, mak,”
“Apa-apa jelah.”
Jawapan dari maknya telah memberi satu kebebasan padanya, kebebasan untuk terbang jauh dari orang yang dipujanya, menghilang sementara waktu untuk merawat parut dihati yang entah akan pulih atau pun tidak.
“Maafkan Hafiz, kak. Hafiz terpaksa pergi dari sini tanpa pengetahuan akak, memandangkan tiada guna Hafiz di sini kalau akak tidak dapat Hafiz miliki,” rintih Hafiz dalam sendu lenanya.
**********
“Ya Allah aku sangat menyintainya, salahkah aku menyintainya? Kenapa Engkau mengujiku sedemikian rupa? Aku sungguh terseksa menanggung rindu pada orang yang tak sudi,” rintih Hafiz dalam doanya. Selepas solat tadi dia masih beri’tikaf di masjid seorang diri memandangkan perutnya masih lagi tidak lapar. Dia mahu mencari ketenangan di rumah Allah. Dia mahu mengadu domba pada yang Esa.
“Assalamualaikum, adik sorang ke?”
Hafiz yang baru selesai berdoa lantas mendongak pada suara yang menegurnya tadi, sesaat kemudian dia mengangguk perlahan.
“Abang rasa adik bukan asal sini, kan? Sejak semalam lagi abang tengok adik duduk di masjid ni, kenapa?”
“Aah, saya dari Kedah bang, semalam saya baru mula kerja di sini, rumah sewa pun belum ada lagi jadi saya tumpang tidur di masjid dulu,”jawab Hafiz jujur.
“Ooo, patutlah,”
“Abang, ustaz yang bagi tazkirah tadi, kan?” soal Hafiz
“Aah,tak payah berustaz-ustaz panggil je, abang Asrul, mesra sikit,” balas Asrul dengan senyuman manis dibibir.
“Terima kasih bang,”
“Macam tu lah, sama-sama. Hmm, memandangkan adik tak de tempat tinggal, apa kata adik tumpang rumah abang buat sementara waktu? Lagipun rumah abang ada banyak bilik kosong, semua adik beradik abang tinggal di rumah sendiri,”
“Boleh ke bang? Takut menyusahkan pulak,”
“Tak pe, kalau takut menyusah sangat, bayar sewa tiap-tiap bulan habis kes.”
Mereka ketawa serentak.
Sebulan menjadi penyewa di rumah Asrul, merapatkan lagi perhubungan Hafiz dengan keluarga Asrul. Hafiz sangat suka bergaul dengan lelaki itu memandang Asrul seorang mudah didamping bersesuaian dengan gelaran ustaz padanya, keluarga Asrul pun sama, sangat baik terhadap dirinya itu.
“Betul ke abang, haram kita meminang seorang perempuan yang sudah dipinang lelaki yang lain?” tanya Hafiz pada Asrul masa mereka berjalan bersama-sama mahu pulang ke rumah.
Asrul memandang Hafiz dengan tenang sebelum menjawab persoalan itu.
“Memang menjadi dasar dalam Islam tidak membenarkan peminangan ke atas wanita yang sudah bertunang kerana boleh mencetus perang dunia ke tiga antara ke dua lelaki, berdasarkan hadis dari Ibn Umar berkata melalui Rasulullah saw ada berbunyi: “Nabi melarang, seorang lelaki meminang wanita yang sudah dipinang hinggalah peminang asal meninggalkannya atau mengizinkannya..” (Riwayat Bukhari hadis no.4848). Bila dilihat pada hadis itu memang haramlah seseorang lelaki masuk line bila ada seorang lelaki lain sudah pinang gadis itu kecuali lelaki itu mengizinkannya, ingatnya Fiz jangan cuba nak gatal-gatal merebut pulak takut nanti gadis itu dahlah tak dapat lepas tu, nyawa pulak yang melayang, tak gitu,” jelas Asrul diselangi gurauan.
“Kenapa tanya, ada terlintas nak berebut tunangan, orang ke? usik Asrul lagi bila tawa mereka reda, mengundang kegugupan dalam hati Hafiz seketika.
“Er.. sebenarnya…”
“Cakaplah Fiz, abang tahu Hafiz ada masalah cuma segan nak bagitahu, abang kan?”
Hafiz menundukkan pandangannya.
“Ya bang, saya ada minat dekat sesorang yang telah menjaga saya sejak dari kecik lagi. Dia sangat baik dengan saya, bila dia tinggalkan Malaysia, saya sedih dan kecewa. Saya balas kesedihan saya dengan menghanyutkan diri dengan dunia keremajaan, bila dia kembali ke sini saya sangat gembira dan sanggup berubah kerana saya mahu miliki dia bang,” cerita Hafiz bersungguh-sungguh dengan suara sekejap tinggi sekejap perlahan.
“ Hafiz, tak baik kalau kita berubah kerana seorang perempuan…” nasihat Asrul berhemat dikhuatir Hafiz akan tersinggung.
… tapi kalau Hafiz betulkan niat Hafiz sikit insya-Allah akan dapat pahala. Macam nilah, biar abang terangkan dengan lebih jelas lagi, Hafiz harus beriktikad bahawa wanita yang Hafiz cintai itu diutuskan oleh Allah untuk merubah Hafiz agar lebih dekatkan diri kepada Allah ataupun wanita itu merupakan wasilah untuk Hafiz lebih rapat lagi dengan Allah, hah! itu baru betul,”
“Betul ke bang?”
“Ya dik. Ingatlah bahawa Allah ada bersama kita tidak kira kita suka dan berduka, Dia sangat sayang kita sebab itu Dia terus menguji kita agar kita sentiasa mengadu dan berdoa padaNya, Dia juga sangat cintakan Hafiz sebab itulah Dia tak mahu Hafiz terus tersimpang pada jalan yang salah,”
“Abang, kalau kita tak banyak ilmu agama, tak layakkah kita berkahwin dengan dengan wanita yang solehah,” soal Hafiz lagi
“Hahaha Hafiz, Hafiz jodoh, ajal maut, rezeki kita semuanya diatur dengan eloknya oleh Allah. Kita sebagai hamba perlu taatiNya selagi kita bernyawa. Kenapa Dia mengurniakan kita akal? Kerana Dia mahu kita belajar mengenalNya, Dia juga mahu kita menilai mana yang buruk dan juga mana yang baik. Hrmm, siapa yang buat Hafiz tergila-gila sampai tahap begitu, boleh tak abang nak kenal dengan wanita itu? Nanti abang nak jumpa dia dan nak bagitahunya yang dia betul-betul wanita hebat sampai Hafiz boleh berubah disebabkan dia,”
“Dia merupakan kakak angkat saya bang, dia 5 tahun tua dari saya dan dia tak pernah tahu yang saya menyintainya secara diam. Saya malu untuk nyatakan saya cinta dia sebab saya tahu saya ni jahil. Kerana dia jugalah saya sampai ke sini,”
“Siapa namanya dan asal usulnya?”
“Kami dari negeri dan kampung yang sama, namanya Hanan, Hanan Imani,”
“Hanan Imani?” suara Asrul perlahan.
“Ya, Hanan Imani binti Hj Daus. Kenapa abang kenal dia ke?”
“Tak delah, nama pun sedap pasti tuannya pun cantikkan?”
“Cantik bang, bukan setakat cantik, sopan dan lembut setiap bicaranya, dari kecil lagi dialah sentiasa menjaga Hafiz, dia yang ajar Hafiz mengaji, solat puasa dan sebagainya. Itulah membuatkan Hafiz sayang dan terlalu sayang padanya,”
“Hati Hafiz berdengup kencang setiap kali melihatnya, dulu memang Hafiz bodoh tentang perasaan itu, sekarang Hafiz sudah cukup matang untuk mengenali perasaan itu. Bila Hafiz ingin meluahkan perasaan itu, Kak Hanan sudah disunting, alangkah kecewa Hafiz,”
“Owh patutlah tanya tentang wanita yang sudah dipinang, rupanya terkena batang hidung sendiri, Hafiz, Hafiz. Jangan risau ya, dik, Insya Allah kalau dah tertulis jodoh Fiz dengan dia, dia pasti milik Hafiz, percayalah cakap abang.”
*******
Hanan Imani menggeletar seluruh badan dan jantungnya berdegup kencang meniti saat-saat dirinya bakal diijabkalbu dengan kekasih hati yang sama-sama belajar di Mesir, perkenalan yang singkat bakal menyatukan mereka selepas solat isyak nanti. Setengah jam lagi dirinya mahu bertukar status, hatinya diuji dengan merindui sang kekasih tapi ditahan hati yang merindui itu dari menghubungi bakal suaminya. Dia sendiri aneh dengan sikapnya selalunya dia tak bukan begitu, apakah kata-kata dari bakal suaminya tiga hari yang lalu betul-betul membuatkan dia meroyan begini? Berat otaknya berfikir tentang itu.
“Hanan, sekiranya abang tak sempat hadir ke majlis itu, bermakna abang mungkin bukan jodoh Hanan dan abang harap Hanan setuju siapa-siapa yang gantikan abang, mungkin dia yang menyintai Hanan terlalu lama dari abang, maka Allah memakbulkan doanya agar jodoh Hanan dengannya.”
“Ya Allah, minta-minta dia bergurau saja. Tapi siapa yang dimaksud oleh abang?” Hanan berteka-teki sendiri sambil merenung cincin pertunangannya itu. Lama matanya jatuh pada sebentuk cincin emas hantaran masa majlis pertunangannya dulu, kadang-kadang dia mengeluarkan cincin itu dari jari kadang-kadang dia memasukkanya semula. Bila saat dia mahu memasukkan kembali cincin ke jarinya dia tersalah arah cincin di jarinya terluncut dan jatuh tergolek ke bawah.
“Ya Allah abang!” saat itu juga hati Hanan berdebar kuat, hatinya tidak enak, dia bagaikan dapat merasakan sesuatu yang buruk telah berlaku pada tunanganya.
“Mak cik! Mak Cik rombongan pengantin lelaki datang, tapi… “
“Tapi apa?” soal ibu Hanan.
“Pengantin lelaki, kamalangan jalan raya.”
“Ya Allah! Hanan….”
“Allahuakbar!” Hanan memekup mukanya, menahan air mata dari keluar, majlis perkahwinannya akan bertukar menjadi majlis kematian. Patutlah tunangnya mengusik begitu, rupa-rupanya itulah amanat terakhir darinya.
“Jangan risau, anak angkat saya akan gantikan pengantin lelaki suara bapa kepada pengantin lelaki sebaik saja melangkah masuk ke masjid itu.
“Hafiz!” Jerit ibu Hanan mengejutkan seluruh tetamu. Mak dan ayah Hafiz yang turut berada di majlis itu terus menerpa dan memeluk erat anak bongsunya itu
Hanan lantas menoleh bila ibunya menyebut nama Hafiz, air mata kesedihan bertukar menjadi kegembiraan kerana adik angkatnya yang lama menghilangkan diri muncul tiba-tiba pada majlis perkahwinannya yang bakal musnah.
“Hafiz, akhirnya Hafiz pulang jugak, dah lama akak menanti kepulangan adik, tapi sayang adik pulang masa majlis… Hanan tidak mampu untuk meneruskan kata-katanya dengan suara tersendu.
“Kak hanan?” Hafiz mengerutkan dahinya. Dia betul terperanjat bila melihat kak angkatnya yang siap berpakaian pengantin ada dalam majlis perkahwinan abang angkatnya itu. Otaknya mula berligat memikirkan sesuatu.
“Tak mungkin bakal isteri abang Asrul adalah….”
“Hanan, Hafiz bakal suamimu nanti,” suara ibu Hanan.
“Hah?”
Hafiz dan Hanan sama-sama tercengang.
*****
“Abang, termenung apa tu? Nah air kopi kosong pekat yang minta tadi,” tegur Hanan sambil menghulurkan cawan kepada suaminya. Memandangkan keadaannya sudah berbadan dua, dia dengan berhati-hati mengambil tempat di sisi suaminya.
Hafiz tersenyum lalu menyambut cawan yang bawa oleh isterinya itu.
“Tak delah sayang, abang teringatkan abang Asrul. Abang berterima kasih sangat-sangat pada dia yang banyak membantu abang untuk mendekatikan diri abang pada Allah dan sekaligus dia menghadiahkan abang seorang isteri yang solehah dengan izinNya,”
“Abang memang tak pernah duga dia yang selama ini tempat abang mengadu, tempat abang meluah perasaan rindu dan sayang kepada sayang rupa-rupanya bakal suami sayang.”
“Macamana abang boleh setuju nak kahwin dengan bakal isteri dia sedangkan abang tak kenal dia?” Hanan sengaja menduga suaminya.
“Abang sebenarnya tak ingin tunaikanpermintaan dia, sebab dalam hati abang masih ada saying, masa mula-mula dia suruh abang gantikan tempat dia sekiranya dia tiada, abang hanya tergelak sangkakan dia bergurau. Bila dia kemalangan abang terus ke hospital dan masa itulah dia bersungguh-sungguh meminta abang pergi ke majlis itu, dia cakap kalau abang tak pergi abang akan menyesal seumur hidup kerana Allah akan memberikan sesuatu yang amat berharga buat abang di majlis itu. Abang cuba rasionalkan balik kata-kata abang Asrul dan abang jugak ada terfikir mungkin jodoh abang dengan sayang tak mungkin bersatu tapi rupa-rupanya kita memang berjodohkan?” jelas Hafiz sambil memicit lembut hidung isterinya itu.
Hanan mengangguk bahagia. “Terima kasih bang, sebab sudi menerima saya,” ucap Hanan lembut.
Hafiz membalas dengan pelukan erat, ubun-ubun kakak angkatnya merangkap isterinya kita dikucup lama.
“Tak sangkakan bang, selama ini saya tak pernah anggap abang lebih dari adik angkat dan tak pernah terfikir nak bersuamikan lelaki yang muda dari saya,” ujar Hanan setelah beberapa minit mereka menyepi tanpa suara.
“Sayang je, yang tak pernah nak perasaan, abang ni dah lama tergila-gilakan sayang. Sejak abang masih kecik lagi, tau,” balas Hafiz seraya mengeratkan lagi pelukkan itu.
“Macamana nak perasan, sebab abang tu budak-budak!”bidas Hanan dengan tawa tersembur keluar.
“Amboi budak-budak? Yang dalam perut tu, kerja siapa? Kerja orang yang sayang anggap budak-budak nilah!” balas Hafiz sambil menggeletek pinggang isterinya itu.
“Haha, nakal tau! Akak pukulkan?” usik Hanan sambil membetulkan kedudukannya. Perut yang memboyot amat tidak selesa kalau duduknya tidak kena.
“Aik? Kakak? Sayang awak tu dah jadi isteri abang dah, selamanya akan jadi isteri abang dengan izinNya. Jangan nak paggil adik-adik, abang tak suka dengar!” Rajuk Hafiz berpura-pura.
“Baiklah abang Hafiz sayang,”balas Hanan lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Hafiz kembali sambil memicit hidung suaminya.
“Abang…, ingat tak, kata-kata sayang dulu, tentang kemacholan seorang lelaki? Sayang terharu sangat sebab, akhirnya abang berjaya menepati ciri-ciri itu, tidak pernah tinggal solat 5 waktu tidak tinggal tidak kira dimana dia berada. Ingat tak bang?”
“Tak akan lah abang lupa! Tapi bagi abang itu untuk lelaki lain, bagi abang solat cukup 5 waktu dengan wudhuknya elok, menunjukkan kemanisan nur yang akan memancarkan wajah abang di akhirat sana.”
Mereka tergelak bersama. Dalam hati, Hafiz berdoa agar rumah tangga yang baru dibina 7 bulan akan berkekalan hingga ke akhir hayat.
kejarlah cinta Allah sebelum mengejar cinta manusia, bila kita mendapat cintanya maka kita akan kecapi cinta hambaNya~ Domi Nisa~
Frasa kata
beri’tikaf~ berdiam diri di masjid( berzikir atau beribadat kepada Allah) biasanya dilakukan pada bulan ramadhan perlu diniat i’tikaf dahulu baru dapat pahala i’tikaf.
Iktikad~ pegangan/ niat.
Wasilah~ perantaraan.
Aku yang Sweet
30 Apr 2015 10:42 PM (10 years ago)
“Assalamualaikum,”
Baharuddin tersenyum manis. Dua orang anak muda yang sedang asyik berbual disapanya ramah dengan wajah yang manis berseri.
“Waalaikumusalam. Nak ke mana pak cik pagi-pagi ni?” Huzaifah segera bangun menyalami jirannya.
“Pak cik nak keluar pergi sarapan ni. Ni nak bagi surat jemputan kat kamu, dah alang-alang kamu kat luar ni,” bibirnya tidak lekok dengan senyuman.
Huzaifah menghulurkan dahulu tangan untuk menerima surat jemputan walaupun tidak dihulurkan lagi surat yang ingin diberi padanya.
“Siapa kahwin pak cik?”
“Siapa pula yang kahwin?” Baharuddin kembali menyoal.
“Dah pak cik kata tadi surat…”
“Abah!”
Belum sempat Huzaifah menghabiskan baris katanya, anak perempuan Baharuddin muncul di pintu pagar dengan wajah yang mencuka. Perhatian mereka kini pada gadis itu.
“Anak pak cik yang ni kahwin ke? Dengan orang mana?” serta-merta Hazim bangun menghadap Huzaifah dan Baharuddin. Dari tadi dia asyik mendiamkan diri dan hanya tersengih-sengih tika abangnya ramah berbual dengan pak cik Baharuddin.
Baharuddin tidak terkata apa-apa. Soalan Huzaifah tidak dia balas, soalan adiknya, Hazim juga tidak dia menjawab. Kepalanya sedang memproses maklumat yang baru diterima. Siapa yang kahwin?
“Ada apa jerit-jerit ni?” soalnya pada anak perempuannya yang sudah berada di sebelah. Sementara fikiran memproses maklumat, ada baiknya dia menyahut panggilan anaknya itu.
“Ibu cakap, abah bagi barisan depan laluan kita ni. Ana dengan ibu akan edarkan kat barisan belakang sana tu,” Syafiqa memuncungkan mulutnya sambil menyerahkan lebihan surat jemputan pada ayahnya.
Hazim memandang tanpa berkerdip. Padanya, Syafiqa langsung tidak berubah. Lima tahun dahulu dengan sekarang, sama sahaja bagi dia. ‘Dah nak kahwin dah dia ni,” bisik hati kecilnya.
Syafiqa melirik tajam. Dia sedar Hazim sedang memerhatikannya. Dengan spontan Syafiqa juga berkalih. ‘Kalau nak bermain mata, mainlah betul-betul,’ bisik pula hati Syafiqa lantas memandang tepat pada Hazim.
Hazim terpana. Pandangan yang diberikan Syafiqa tidak mampu dia patahkan dengan pandangannya sendiri. ‘Apa aku nak buat ni? Astaghfirullah,’ sekali lagi hati kecil Hazim berbisik seraya melafazkan istighfar acap kali.
“Surat jemputan kahwin ke ni pak cik?” Huzaifah memainkan peranan. Dia sedar akan kelakuan pelik adiknya itu. Dilihatnya juga Syafiqa diam hanya memandang mereka berdua. Kalau dibiarkan lama, takut lain jadinya nanti.
“Kahwin apa pula ni? Ini surat jemputan pakatan laluan tempat tinggal kita ni. Jemputan untuk raya Qurban nanti. Kamu jangan lupa datang pula. Ajaklah adik kamu ni sekali walaupun tak duduk kat sini,” Baharuddin meneruskan kata tanpa menghidu sebarang keganjilan yang telah berlaku tadi.
Huzaifah mengangguk beberapa kali. “Ingatkan si Syafiqa ni hah yang kahwin. Tu yang terkejut tadi tu. Anak-anak pak cik ni semuanya senyap-senyap beritanya. Alih-alih dapat kad jemputan je,”
Baharuddin terus ketawa tanpa sebab. Baginya kenyataan itu mencuit sedikit hatinya, “Nak buat macam mana, masing-masing duduk jauh. Kalau duduk sini, adalah gamaknya dengar gossip-gosip hangat macam selalu orang laluan kita gosipkan,”
“Jangan pak cik! Minta simpanglah nama kita ni naik untuk digosipkan. Ahli gosip jiran-jiran kita ni bahaya pak cik!” Huzaifah menyambung gelak tawa Baharuddin. Senang dia bicara dengan jirannya yang seorang ni. Baginya, pak cik Baharuddin sangat sporting dan bertimbang rasa. Sesiapa pun mudah masuk dengan pak cik ni.
“Abah, Ana pergi edar dululah. Abah sembanglah dengan mereka ni,” Syafiqa bersuara. Dua tiga minit yang lepas dirinya jadi tugu pendengar, begitu juga dengan Hazim.
“Hah! Pergilah edar, itu ibu dah tercongok depan pintu tu,”
Syafiqa membuka besar langkahnya. Ada bagusnya dia tidak bertemu dengan dua jejaka tu tadi. Resah semacam je mereka-mereka tu bila berdepan dengan dirinya.
“Pak cik pergi dahulu. Jangan lupa datang tau nanti,” Baharuddin menyalami Huzaifah dan Hazim sambil tersenyum memandang mereka berdua.
“Kalau ya pun kamu tu syok kat anak dia, janganlah sampai terkantoi. Nasib baik abah dia tak perasan kamu pandang anak dia macam nak makan je,” Huzaifah menyiku lengan adiknya. Sudah banyak kali dipesan, jaga kelakuan, lebih-lebih lagi bila bersua dengan Syafiqa tu.
“Susahlah Long,” Hazim mengeluh. Matanya masih pada Syafiqa yang dari jauh berjalan kaki dari rumah ke rumah mengedarkan surat jemputan Qurban itu.
*************************
“Aku dah bagitahu dah kamu dulu, tapi kamu tak nak dengar,”
“Long… bukan tak nak dengar, tapi waktu tu zaman hingusan. Apa kata orang? Zaman cinta monyet! Manalah nak ada rasa cinta-cinta ni,” Hazim menyandarkan badannya.
Huzaifah menaikkan sedikit cermin matanya. Hidungnya dipicit beberapa kali. Terasa mahu bersin pula.
“Siapalah yang suruh jadi monyet bagai ni? Tak adanya cinta monyet. Yang ada adalah cinta manusia. Cinta yang suci dan itulah yang sepatutnya menjadi fitrah kita. Yang menjadikannya monyet adalah kita juga, bercinta tanpa ada tujuan, hanya mahu berseronok. Kalau bukan keseronakan yang diutamakan, cinta monyet semuanya ni mana nak wujud,” panjang lebar dia bersyarah.
Hazim menggaru-garu kepalanya. Huzaifah merunsingkan lagi fikirannya. Tiap kali soal ini dibangkitkan, benda yang sama akan dia bicarakan. Bersyarah saja, solusinya masih belum diperoleh.
“Sekolah lagilah Long waktu tu. Nak fikir cinta tulus suci apanya? Lepas sekolah, masing-masing bawa diri. Waktu dah besar macam nilah baru berpeluang berjumpa balik. Along, tak ada tips ke untuk Jim ni?” Hazim menggerak-gerakkan kedua-dua keningnya ke atas.
“Aku kan dah bagi dah waktu kamu sekolah dulu,”
“Long, tu dulu. Mana Jim nak ingat. Bagilah semula Long. Kasihan kat adik Along yang sorang ni,” Hazim mengumpan lagi.
Huzaifah tersenyum lebar, “Jim, perempuan ni senang je nak tackle. Senang je,”
“Macam mana?” tak sabar pula nak tahu.
“Kamu kena jadi seorang yang sweet untuk pikat hati perempuan ni,” mata Huzaifah bersinar-sinar. Lima tahun yang lepas, perkara yang sama juga dia berikan pada adiknya ini.
“Sweet? Binatang apa tu?”
“Sweet tu bukan binatang la. Bak kata orang kita, menjadi seseorang yang sejuk mata memandang dan baik budinya. Perempuan ni hati dia lembut,”
“Macam mana pula nak jadi sweet tu Long?”
Huzaifah memandang sekeliling. Matanya melilau sampai ke bahagian dapur. Perkara rahsia harus diberitahu dengan rahsia juga. Tiada sesiapa boleh tahu.
“Ada tiga steps yang kamu kena ambil. Tak banyak. Tiga je,” Huzaifah mengangkat tangannya menunjukkan bilangan tiga.
Hazim berkerut seribu, “Biar betul Long? Tiga je? Syafiqa tu bukan calang-calang orang. Mahu dekat beratus stepsnak kena ambil ni,”
Huzaifah mendekatkan dirinya, “Tiga je. Kalau kamu ikut steps aku kasi ni, inshaAllah, Syafiqa tu kamu punya,” dengan yakin Huzaifah memberi kata putus.
Hazim diam seketika. Minda memainkan peranan. Logikkah kata-kata abangnya ni? Kalau tak cuba, mana nak tahu hasilnya kan?
“Apa steps nak jadi sweet ni Long?”
Huzaifah meghidu-hidu sesuatu. Hidungnya terangkat beberapa kali. Sensitifnya pada bau ni. Mana datang bau ni?
“Kenapa Long? Selsema ke pun?” soal adiknya yang perasan akan kelakuan abangnya itu.
“Kamu bau tak apa yang aku bau ni?” Huzaifah memegang batang hidungnya.
“Bau apa? Jim bau bihun goreng je. Kak Long tengah masak tu kan,”
Huzaifah mengangguk pantas seraya lebar tersenyum, “Pandai pun! Kita makan dulu, lepas tu aku bagitahu kamu apa yang kamu kena buat,”
“Ala Long! Cakaplah dulu. Lepas tu kita makanlah. Tak lari mana pun bihun goreng tu!” Hazim menarik tangan abangnya.
“Kamu tahu kan bihun goreng Kak Long kamu tu favourite aku? Aku terpikat dengan dia pun sebab bihun goreng yang dia masak. Tak tahan aku! Kalau dia masak nasi ke, mee ke, itu tak pe, kita boleh duduk sembang lagi. Tapi, kalau bihun goreng, memang tak boleh aku nak tahan dah!” Huzaifah menarik semula tangannya. Seleranya naik dengan haruman bihun goreng hasil air tangan isterinya.
Huzaifah menapak laju ke dapur. Wajahnya begitu berseri dengan adanya bihun goreng.
Hazim sedikit mencuka. Memang tak boleh nak dibuat apa dah. Abangnya memang hantu bihun goreng. Tapi hanya bihun goreng yang dimasak oleh Kak Long sahaja dia gilakan, selain daripada itu, hidanglah apa pun, seleranya memang kurang.
“Jangan risaulah Jim! Lepas kita makan bihun goreng nanti aku bagitahu. Tak lari manalah Syafiqa tu,” Huzaifah bersuara lagi. Hanya suaranya kedengaran, jasadnya sudah ada di dapur.
“Memanglah dia tak lari. Dia berjalan je dah boleh dapat kat orang lain,” bisiknya sendiri.
*************************
“Kamu kena tanamkan dalam diri kamu tu yang kamu seorang yang sweet. Itu yang paling penting sekali,”
“Sebelum nak ambil langkah pertama untuk lakukan kesemua steps tu nanti, jangan lupa baca Bismillah dan selawat. Lepas dari tu, barulah buat apa yang patut,”
“Aduh!”
Hazim tersentak.
“Astaghfirullah. Sempat lagi aku duk mengelamun,” suara yang didengarnya tadi menyedarkannya dari lamunan yang sekejap itu.
“Mana Along ni? Dah dekat sepuluh minit duk tunggu depan rumah dia. Dahlah panas duduk dalam kereta waktu-waktu begini,”
“Kepala ok ke? Terhantuk kuat tu,” satu lagi suara kedengaran.
Hazim memusingkan kepalanya ke kanan. Kelihatan Syafiqa dan ibunya yang sedang berdiri menghadap but kereta mereka. Hazim menelan air liur. Jantungnya berdegup pantas.
“Astaghfirullah,” lafaznya perlahan sambil mengurut-urut dadanya.
“Ana, pergi ambil troli besar kat belakang. Senang sedikit kita nak angkat barang ni masuk rumah. Lagipun, kereta ni tak boleh masuk dalam,”
Syafiqa turut perintah. Dibiarkan ibunya seorang diri bercekak pinggang mengomel tentang barang-barang yang telah mereka borong.
“Apa yang nak dibuat dengan microwave, kettle, pinggan mangguk bagai tu? Syafiqa pindah duduk sini terus ke?” soalnya sendiri sambil meninggi-ninggikan tengkuknya untuk mengintai apa yang ada dalam but kereta.
Syafiqa menolak troli keluar. Troli yang sederhana besar itu adalah hasil kreatif ayahnya sendiri. Masa lapang yang ada, jika tidak ke kelas agama, ayahnya akan duduk di stor belakang dan mencipta pelbagai jenis barang baru, termasuklah dua buah troli yang memudahkan mereka untuk mengangkat barang-barang berat.
“Macam ada peluang je ni,” Hazim menelan air liurnya buat kali kedua.
“Dengar sini, step yang pertama yang perlu kamu lakukan adalah ambil hati ibu dan abah Syafiqa tu. Pak cik Baharuddin tu baik orangnya. Mudah untuk kamu beramah dengan dia. Ibunya pun sama. So, credit untuk kamu kat situ. Biar mereka nampak yang kamu ni baik orangnya, rajin, dan suka menolong orang,”
Suara abangnya kembali bergema di cuping telinga. “Ambil hati ibu dia. Boleh ke aku ni?”
“Ingat pesan aku. Itu yang pertama,”
Hazim mengangguk sendiri setelah teringat apa yang telah dia bualkan dengan Huzaifah kelmarin.
“Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Allahumma salli ‘ala muhammadin wa’ala ali muhammad. Bismillahirrahmanirrahim. Aminnn…” dihembus ke kanan dan ke kiri.
“Banyak beli mak cik?”
Hazim melangkah perlahan seraya menyapa dua beranak yang tekun mengangkat barang untuk diletakkan ke atas troli.
Syafiqa mengerling. Matanya sengaja dikecilkan untuk memberi amaran. Hazim tersenyum memanjang. Amaran yang diberikan umpama sapaan lembut baginya.
“Hazim! Tak kerja ke hari ni?” Maria kembali menyoal.
“Kerja. Budak ramai tolong jagakan kejap bengkel. Datang ni nak jumpa Along, tapi dia tak balik lagi. Tunggu kat dalam kereta tu. Lepas tu nampak pula mak cik dengan Syafiqa ni. Tu yang saya datang sini tu,” panjang bicara dengan lancar.
“Nak saya tolong ke ni mak cik? Banyak barang ni,” Hazim kembali bersuara.
“Eh, tak payah! Menyusahkan kamu je. Mak cik dengan Ana boleh buat. Sekejap je ni,” Maria cuba menolak. Kalau boleh dia tidak mahu menyusahkan sesiapa.
“Ala mak cik, terima je lah aku nak tolong ni. Aku kena jadi sweet depan anak mak cik ni. Tak boleh jadi ni. Kena pujuk lagi ni,”
“Dah alang-alang saya ada dekat sini. Lagi sekejap kalau saya yang tolong. Bukan susah mana pun. Dari saya duk membosankan diri dalam kereta, ada baiknya saya tolong kat sini,” Hazim bermanis kata.
“Biarlah ibu. Orang dah nak tolong, kita terima je lah,” Syafiqa pula bersuara. Makin lebar senyuman Hazim.
“Suka hati kamu lah. Angkat yang besar tu dulu,” Maria kembali memerintah.
Hazim ke but kereta dan mengangkat microwave seperti yang Maria arahkan. Syafiqa pula mengangkat barang-barang yang ringan ke dalam rumah.
“Alhamdulillah. Step pertama berjaya,” ujarnya perlahan.
*************************
“Jim. Kamu datang tak ni?”
“Jim banyak kerjalah Long. Customer ramai ni,” Hazim mengesat peluh di dahi.
“Budak-budak mana? Minta tolong mereka jagakanlah,”
Hazim mengeluh. “Masing-masing ada kerja. Nantilah, kalau lepas Asar siap semua kerja, Jim singgah rumah,”
Telefon dimatikan. Kerja yang tertangguh disambung kembali. Minggu ni merupakan minggu yang sangat sibuk baginya.
“Assalamualaikum,”
Semua memandang pada Hazim. Dia hanya berdiri tegak sambil tersenyum kambing memandang kembali yang lain.
“Lambat kamu sampai. Banyak kerja kat bengkel ya?” Baharuddin menapak keluar rumah menjemput Hazim masuk.
“Lambatnya! Orang dah nak balik dah ni!” Huzaifah pula muncul dengan lemang yang masih ada di dalam mulutnya.
“Sorry. Jim banyak kerja kat bengkel. Ni pun baju bengkel Jim pakai. Lupa nak bawa baju salin. Maaflah kalau berbau sikit,” Hazim berbahasa basi.
“Tak mengapalah. Jom masuk makan. Pak cik kenalkan kamu dengan anak menantu yang selalu pak cik ceritakan pada abang kamu ni,” Baharuddin mendahului Hazim dan Huzaifah.
“Hari ni, kamu boleh teruskan dengan step kedua yang aku ajar tu,” Huzaifah berbisik pada adiknya seraya mengenyitkan mata kirinya.
“Azma tak ada hujung minggu ni abah. Ada kenduri kesyukuran pula mak buat kat kampung,”
Baharuddin berkerut. “Tak mengapalah kalau begitu. Lagi pun dah lama kamu tak balik jenguk mak kat kampung. Pandailah abah dan ibu uruskan rumah tu,”
Hazim mengambil tempat di hadapan abangnya.
“Ini Hazim, adik Huzaifah ni. Yang ni pula Azma, menantu pak cik,” Baharuddin bersuara.
Hazim segera menghulurkan salam. Azma tersenyum sambil membalas salam yang diberikan. “Hazim ya? Segak orangnya,” tegurnya ramah.
“Kita upah orang je lah abah,” Syafiqa tiba-tiba muncul membawa sepiring kuih dan diletakkan di hadapan Hazim.
Hazim terkesima. “Astaghfirullah…” cepat-cepat dia alihkan lirikan mata ke bawah. Hatinya berdebar-debar.
“Mana sempat nak cari orang. Kita tunda je minggu hadapan. Bukan lama pun,” Baharuddin memberi kata putus. Dari memeningkan kepala, baik tundakan sahaja.
Huzaifah menyiku belakang adiknya beberapa kali. Terbantut gerak Hazim yang baru hendak menyuap kuih.
“Jim, kamu ingat lagi kan step kedua tu. Buat baik dengan keluarga Syafiqa. Tunggu apa lagi ni?” Huzaifah mengingatkan.
Hazim menelan air liurnya. “Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Allahumma salli ‘ala muhammadin wa’ala ali muhammad. Bismillahirrahmanirrahim. Aminnn…”
“Maaf menyibuk. Nak tanya, ada masalah ke ni?” ujarnya setelah menghembuskan kata-kata hikmat sebentar tadi. Kuih yang masih ada di tangan disuapkan ke mulut. Sedap!
Azma memandang ayah mertuanya. Baharuddin mengangguk seakan memahami isyarat mata menantunya itu. Huzaifah yang berada di belakang senyum melebar.
“Minggu ni kami semua tak ada di sini. Abah, ibu, dan Ana terpaksa hadir majlis konvokesyen Ateh di Perlis. Saya dan isteri pula ada kenduri kesyukuran di kampung,” Azma berasa selesa menerangkan hal yang menjadi masalah buat mereka. Hazim dan Huzaifah sudah dianggap seperti keluarga mereka juga kerna, antara jiran-jiran yang ada, dua beradik inilah yang selalu bertegur sapa dengan mereka.
Hazim tekun mendengar.
“Minggu ni juga ada majlis dekat rumah kanak-kanak di bandar tu. Rumah tu inisiatif abah dan ibu untuk membantu mereka yang susah. Dah janji dengan adik-adik dalam rumah tu nak buat majlis minggu ni. Tak sangka pula semuanya pada hari yang sama. Serba salah pula kalau tunda hari yang lain. Tapi setakat ni, itu sahajalah jalan yang ada,” sambungnya lagi.
“Along tak pernah cerita pun pak cik ada buka rumah kanak-kanak,” Hazim menjeling pada abangnya.
“Aku lupalah. Tak kan semua aku nak cerita kat kamu,” Huzaifah membela dirinya.
“Kalau susah sangat pak cik, serahkan pada saya je lah untuk uruskan majlis tu nanti,” Hazim memberi cadangannya pula. Spontan dia membuat keputusan tanpa memikirkan apa-apa tindakan yang dia perlu hadapi nanti.
Huzaifah membulatkan matanya. Adiknya terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan.
“Kamu ni biar betul? Tak payahlah,” Baharuddin pantas menolak cadangan Hazim.
“Kenapa nak susahkan diri pula? Tak usahlah Hazim,” Azma menyokong ayah mertuanya.
“Tak mengapa. Saya willing nak tolong ni. Lagi pun, kerja kat bengkel tak banyak sangat. Boleh panggil budak-budak bengkel tolong sama. Alah, macam buat program waktu belajar dulu je bunyinya. Nanti pak cik bagitahu saya majlis pasal apa, nak buat macam mana. Pandailah saya uruskan nanti,” Hazim semakin yakin dengan keputusannya. Sambil sembang, sambil mengunyah. Lapar benar dia hari ni.
“Tak manislah Hazim,” Baharuddin tidak sedap hati.
Hazim mengangkat tangannya dan dilambaikan beberapa kali, “Apa pula tak manisnya? Benda baik ni pak cik, tak kan saya nak lepaskan peluang buat kerja-kerja kebajikan. Saya serius ni!”
“Tak payahlah abah nak susah hati. Orang tu dah nak tolong kita, terima je lah,” Syafiqa yang dari tadi hanya mendengar, akhirnya bersuara. Baik pula Hazim ni nak bantu keluarganya.
“Betul cakap Syafiqa tu pak cik. Adik saya ni memanjang free. Apa salahnya dia tolong. Nanti saya dan Junia pun akan tolong sikit-sikit,” Huzaifah cuba membantu Hazim untuk menyakinkan Baharuddin untuk serahkan tugas tu pada adiknya.
“Kalau begitu kata kamu, baiklah. Esok pak cik bagitahu semuanya pada kamu. Makan dahulu semua ni kasi habis. Terima kasih banyak la Hazim,”
“Sama-sama pak cik. Tak susah mana pun,” Hazim tersengih.
“Tak susah mana kamu kata? Kalau ya pun nak buat step kedua tu, beragaklah sikit Jim!” Huzaifah membongkok dan berbisik di telinga adiknya.
“Ini barulah dikatakan sweet Long!” Hazim berbisik kembali pada abangnya.
“Suka hati kamulah Jim!”
*************************
Telefon bimbit di tangan diletakkan semula ke atas meja.
Sudah hampir setengah jam dia begitu. Telefon bimbit diangkat kemudian diletakkan semula. Satu helaan nafas dilepaskan.
“Step yang akhir ni susah sedikit. Kamu perlukan kekuatan maksima untuk lakukannya,”
Masih terngiang kata-kata abangnya itu.
“Memang aku perlukan kekuatan maksima untuk teruskan. Payah benar nak dapatkan kekuatan tu. Dah sebulan dah aku tak jejakkan kaki ke sana. Gerun pula rasanya,” ujarnya sendiri sambil menekan-nekan punat pada telefon bimbit tanpa sebarang tujuan.
Kertas A4 yang berselerakan di atas mejanya diperhatikan satu-persatu. Bibir digigit setiap kali melihat apa yang telah dia tulis pada kertas tersebut.
“Tapi kalau nak tunggu kekuatan maksima tu datang, memang tak kahwinlah aku jawabnya. Aku kena buat juga stepakhir ni! Barulah aku berjaya jadi lelaki yang sweet untuk Syafiqa,” sambungnya lagi.
Hazim mencari-cari nama ‘Ayah Mertuaku’ dalam telefon bimbitnya. Mulutnya terkumat-kamit melafazkan sesuatu, “Allahumma salli ‘ala muhammadin wa’ala ali muhammad. Bismillahirrahmanirrahim,”
Telefon bimbit merah miliknya dilekapkan pada telinganya. Air liur ditelan.
“Assalamualaikum pak cik,”
“Waalaikumusalam. Siapa ni?” soal Baharuddin apabila nombor yang tidak dia kenali menelefonnya.
“Saya ni, Hazim. Maaf menganggu pak cik waktu petang macam ni,” jawabnya lembut.
“Hazim! Ya Allah! Lamanya tak dengar berita kamu. Dah sebulan lebih dah kalau tak silap pak cik. Pak cik tak sempat nak terima kasih kat kamu face-to-face sebab tolong uruskan majlis rumah kanak-kanak tu,”
“Ala pak cik, kecil punya hal. Bukan susah mana pun benda tu,” sambungnya pula.
“Apa halnya kamu telefon pak cik ni?”
Hazim berdehem beberapa kali. Terasa berat pula mulutnya nak menyampaikan hajat. Kertas A4 diangkat sehelai demi sehelai sambil mengira-ngira wajarkah tindakan yang dia lakukan tika itu.
“Udah kenapa kamu tu? Tak sihat pula ke?” deheman Hazim sedikit sebanyak merisaukannya. Sebulan tidak nampak batang hidung sebab sakitkah?
“Eh, tak adalah. Saya sihat. Tekak kering sikit ni. Hurm… esok pak cik free?” Hazim meneruskan kata.
“Kenapanya?”
“Saya ingat nak datang rumah esok. Ada hal nak bincang dengan pak cik dan mak cik,”
“Boleh. Boleh. Kamu datanglah lepas Asar,” mudah benar Baharuddin membuat keputusan tanpa bertanya apa-apa.
“Kalau macam tu, kita jumpa esoklah. Terima kasih pak cik. Assalamualaikum,”
Hazim menarik nafas lega. Mudah berbicara dengan pak cik Baharuddin. Tanpa berlengah, Hazim mengemas kertas-kertas yang ada dan dimasukkan ke dalam fail peribadinya.
Dia perlu lakukan persiapan untuk esok. Langkah terakhir untuk menjadi lelaki yang sweet harus dilakukan dengan sebaiknya.
*************************
“Kertas apa ni Hazim?”
Maria membelek-belek kertas yang diberikan padanya. Baharuddin juga mengintai sama isi kertas itu.
“Sebelum tu, Syafiqa ada ke kat rumah?”
“Dia dah balik kolej dua minggu lepas. Apa ni Hazim?” Baharuddin pula bersuara seraya mengambil kertas-kertas yang ada pada isterinya.
“Allahumma salli ‘ala muhammadin wa’ala ali muhammad. Bismillahirrahmanirrahim,” lafaznya perlahan sebelum menjawab pertanyaan Baharuddin dan Maria.
“Last step ni Jim, kamu kena tunjuk berani sikit. Inilah masanya nak buktikan yang kamu tu bukan sahaja sweet, tapi memang layak untuk anak mereka. Apa yang kamu perlu lakukan adalah, kamu pergi pinang Syafiqa tu tanpa pengetahuan Syafiqa. Tapi kamu kena prepare lah betul-betul. Kamu nak pinang anak orang, bukan anak monyet,”
“Lepas je last step ni Jim, aku jamin Syafiqa tu memang kamu punya,”
Hazim termangu mengingat kembali kata-kata abangnya. Walaupun tidak mempunyai kekuatan maksima yang diperkatakan oleh abangnya, dia tetap mahu meneruskan langkah terakhir ini.
“Dah kamu ni kenapa? Hazim! Kenapa termenung?!” Baharuddin meninggikan suaranya. Dari tadi dia dan isterinya tanya tidak jawab, kemudian termenung seperti orang hilang akal.
Hazim sedikit terkejut. Kepalanya digeleng beberapa kali tanpa sedar.
“Saya minta maaf. Saya lupa nak cakap apa, sebab tu termenung sekejap,” Hazim cuba berdalih.
“Kertas tu adalah kertas bajet yang saya rangka sendiri,” Hazim memulakan sesi pinangannya.
“Untuk apa bajet ni?” Maria menyoal.
“Bismillah. Sebenarnya, saya berkenan dengan anak pak cik dan mak cik, Syafiqa, dan nak sangat jadikan dia isteri saya,” lancar dia menyatakan hajat di hati setelah sekian lama dipendamkan.
“Kamu nak pinang anak pak cik dengan kertas bajet ni?” Baharuddin pula menyoal.
Hazim tersenyum kambing.
“Dalam kertas bajet tu, saya dah senaraikan semua keperluan yang diperlukan untuk majlis perkahwinan nanti, itu pun kalau jadilah majlisnya. Dalam kertas tu juga, saya senaraikan sekali pendapatan saya untuk bengkel kat sini, dan juga dua lagi cawangan saya di Kuala Lumpur dan Pulau Pinang,”
Maria dan Baharuddin bersilih ganti meneliti isi kandungan kertas bajet tersebut. Hazim mengambil peluang itu untuk meneruskan lagi katanya.
“Syafiqa merupakan junior saya sewaktu sekolah dahulu. Malu saya nak cakap, tapi kena cakap juga. Saya dah lama suka kat Syafiqa, sewaktu saya tingkatan lima lagi. Tapi, waktu tu Syafiqa baru tingkatan satu. Memang terasa terlalu kebudak-budakan untuk bercinta ni. Selepas habis belajar, saya fokus pada pengajian teknikal dan sampai sekarang, alhamdulillah, saya sudah berjaya miliki tiga bengkel sendiri,”
“Saya betul-betul serius nak jadikan Syafiqa isteri saya. Saya buat sendiri kertas bajet tu dah lama dah,”
“Alhamdulillah, saya berjaya ikut bajet saya tu. Saya sudah cukup bersedia untuk berkahwin. Dan calonnya adalah Syafiqa Azliana. Itu pun kalau dia masih belum berpunya,”
Maria memandang wajah suaminya. Baharuddin juga begitu, berkalih memandang isterinya.
“Hazim,”
Hazim memandang pula kedua mereka tanpa berkerdip.
“Pak cik dan mak cik dah lama berkenan dengan kamu dan kami setakat ni tiada masalah dengan hajat baik kamu ni,”
Kata-kata Baharuddin melegakan Hazim. Kata syukur dilafazkan dalam hatinya.
“Tapi, yang nak kahwinnya adalah Ana, bukan kami. Jadi, kami kena tanya empunya badan dahulu. Kemudian, barulah kata putus kami beritahu pada kamu,” sambungnya.
“Alhamdulillah. Saya akan tunggu pak cik, mak cik,”
“Ana masih lagi ada satu semester. Kalau dia setuju nanti, kami harap biarlah dia selesai belajar dahulu, kemudian barulah buat majlisnya,” Maria menyatakan hasrat hatinya. Dia tidak mahu anak perempuannya terganggu urusan belajarnya nanti.
“Boleh mak cik. Saya setuju,” jawabnya laju.
“Rajin sungguh kamu buat semua ni Hazim. Habis semua kamu senaraikan ni. Pelamin, hantaran, rumah, kereta. Banyak ni,” Baharuddin masih meneliti kertas yang dari tadi tidak lepas dari tangannya.
Hazim senyum hingga tampak barisan giginya, “Saya nak yakinkan pak cik dan mak cik yang saya betul-betul serius. Satu je yang saya tak senaraikan, duit yang ada dalam akaun bank saya,”
“Ada ke duitnya dalam akaun kamu tu?” Maria mencelah.
“Haisshh mak cik ni. Mestilah ada, kalau tak buat apa saya datang sini. Nak pinang anak dara orang ni. Bukan boleh dibawa main,”
Baharuddin dan Maria ketawa kecil.
“Pak cik dan mak cik jangan risau. Rumah saya dah ada, kereta pun saya dah ada. Setakat ni semuanya cukup. Alhamdulillah,” sambungnya lagi.
“Kena tunggu dulu jawapan Ana. Semoga terbuka hati Ana untuk terima kamu,”
Hazim mengaminkan dalam hati.
“Step terakhir ni lah penentu hidup aku,”
*************************
Terik panas matahari tidak dihiraukan. Peluh yang seronok mengalir dibiarkan sahaja.
“Mana barang tu?”
Syafiqa menghampiri Hazim yang setia menunggunya di luar. Tergesa-gesa dia bersiap bila ibunya terjerit-jerit memanggilnya. Bila diintai ke luar tingkap, Hazim sudah terpacak di pintu pagar rumah.
“Tak nak ajak saya masuk dulu ke?” Hazim mengesat peluh yang ada di tengkuknya. Dia sengaja membiarkan peluh membasahi dirinya semata-mata mahu kelihatan simpati di hadapan Syafiqa.
Syafiqa mencebik, “Alah! Panas sikit dah nak minta teduh. Siapa suruh datang waktu tengah hari panas macam ni? Lain kali awak datanglah waktu Subuh pula, sejuk je,”
“Tak perlulah nak perli saya macam tu sekali. Waktu ni je saya free. Awak nak barang hantaran tu hari ni kan? So,waktu ni je lah yang saya boleh bagi pada awak,”
“Yalah tu. Lagi satu, tak boleh ke awak telefon bagitahu saya dulu sebelum nak datang?”
Hazim tertunduk mendiamkan diri. Dia terus membuka pintu kereta belakang untuk mengambil barang hantaran yang ada.
Terbit rasa serba salah dalam hati Syafiqa. Dia selalu berkasar dengan Hazim dan selalu buat Hazim terasa hati sejak hari pertama dia menjadi tunangnya.
“Sorry lah awak. Saya bukan apa, nak ajar awak tertib-tertib datang rumah orang. Kan manis kalau awak telefon bagitahu awak nak datang bila, pukul berapa. Tak adalah ibu asyik terjerit-jerit suruh saya keluar. Saya pun ada masa nak siap-siap,” Syafiqa serba salah.
Hazim tidak mengendahkannya. Dia leka menyusun barang dan memasukkannya satu persatu dalam kotak untuk memudahkan Syafiqa mengangkatnya nanti.
“Awak, saya minta maaflah. Saya tahu awak sibuk uruskan bengkel awak tu. Tapi awak kenalah tahu adab nak datang rumah orang macam mana. Bukan main terjah je,” dalam ingin memujuk, tetap tegas ingin memberi nasihat.
Hazim menolak pintu kereta dengan kakinya dan menapak ke halaman rumah. Kotak yang berisi barang hantaran itu diletakkan di atas buaian. Peluh di dahi dilap kosong.
“Semua barang yang kita dah bincangkan ada dalam kotak ni. Ok, selesai kerja saya,” ditepuk-tepuk kedua-dua tapak tangannya dengan senang hati.
“Awak tak marah ke?” soal Syafiqa tika lihat Hazim begitu.
“Kenapa pula saya nak marah?”
“Yang tadi tu? Awak diam je. Awak tak terasa dengan apa yang saya cakap?”
Hazim cuba mengingat semula, “Awak ingat saya diam sebab terasa? Hahaha… Lawaklah awak ni. Saya diam sebab nak cepat-cepat siapkan kerja ni. Awak pun tahu panas berdiri lama-lama kat luar tu,”
Tidak terlintas langsung dalam benak fikirannya untuk terasa hati. Dia terlalu menyayangi Syafiqa hinggakan apa yang Syafiqa katakan atau lakukan semuanya baik baginya.
“Kalau macam tu baguslah. Semua barang dah cukup dah ni. Awak pergilah sambung kerja kat bengkel tu. Terima kasih,” lega sedikit hatinya kerna tidak buat sesiapa terasa hati dengan sikap dinginnya itu.
“Awak!”
Syafiqa membatalkan hasratnya untuk mengangkat kotak ke dalam. Perhatiannya kini pada Hazim. Apa lagi yang dia nak?
“Saya nak tanya dua soalan sebelum saya balik,”
“Tanya apa?”
“Kenapa awak terima pinangan saya ya? Dah lama saya nak tanya, tapi tak berkesempatan pun nak tanya,”
Syafiqa memeluk tubuhnya, “Kenapa tanya macam tu? Tak suka dah ke?”
Hazim segera menidakkan tanggapan tunangnya itu, “Tak! Siapa cakap tak suka? Saya bukan setakat suka, dah tahap cinta sayang semuanyalah,”
“Kalau macam tu, awak tak perlulah tanya soalan pelik-pelik macam tu dah. Saya dah terima pinangan ni, jangan nak mempersoalkan pula. Kita ni lagi seminggu nak akad dah tau,” Syafiqa memberi amaran pertama.
“Ala, saya saja nak tahu je. Tapi kalau awak tak suka soalan tu, saya tanya soalan kedua pula,”
Syafiqa menunggu dengan sabar.
“Awak rasa… awak rasa saya ni sweet tak pada awak?” Hazim mahukan kepastian yang kata-kata abangnya boleh dipercayai. Dia dilatih dengan tiga steps untuk menjadi lelaki yang sweet untuk memikat Syafiqa Azliana.
Syafiqa mengurut-urut kepalanya, “Soalan merepek apa yang awak tanyakan ni?”
“Saya nak tahu je yang saya ni seorang lelaki yang sweet atau tak? Itu je,”
“Macam budak-budaklah awak ni. Dahlah, malas saya nak layan dah. Awak balik rumah nanti, banyakkan rehat. Kerja teruk sangat sampai fikiran awak pun dah tak berapa nak betul,”
“Awak… satu jawapan je saya nak dengar, ya atau tak. Awak tahu tak? Dah macam-macam saya buat untuk jadisweet kat mata awak,” Hazim beralih ke hadapan Syafiqa yang membelakangkannya.
“Jadi sweet? Untuk saya? Siapa suruh? Hazim, jangan mulakan perkara yang pelik-pelik lagi,” rayunya supaya pergaduhan besar tidak terjadi nanti.
“Jadi lelaki sweet tu pelik ke? Awak… saya cuba ambil hati abah dan ibu awak, saya cuba berbaik dengan keluarga awak, dan saya memberanikan diri pinang awak dengan jumpa parents awak tanpa pengetahuan awak. Tak ke sweet tu? Apa tak cukup sweet ke saya ni?” soalnya sekali lagi.
“Ooooo… awak buat semua tu sebab nak nampak sweet je? Awak kata tadi awak cinta dan sayang pada saya. Awak nak kahwin dengan saya pun sebab nak nampak sweet juga ke?” dicuba untuk mengawal nada suaranya.
Hazim menggeleng beberapa kali, “Saya betul cintakan awak. Saya nak tahu je, saya ni dah cukup sweet ke tak untuk awak? Itu je. Saya buat semua tu sebab ada yang bagitahu saya yang awak ni suka pada lelaki yang sweet,”
“Siapa cakap?”
“Adalah orang tu. Kenalan saya,” Hazim tidak membuka sepenuhnya pekung di dada. Nama baik abangnya perlu dijaga.
“Tapi saya betul sayangkan awak tau! Tiap kali jumpa awak, hati saya berdebar semacam. Sampai ke hari ini dan tika ini pun jantung saya berdegup pantas ni. Awak buat saya tak keruan. Istighfar saya dalam hati ni tiap kali nampak awak. Kalau tak istighfar, tak reda degupan kat dalam ni,” tangan diletakkan di dadanya.
“Kalau dah sayang, buat apa nak tanya soalan yang pelik-pelik lagi? Kenapa terima pinanganlah? Awak ni sweet ke tak lah? Awak tahu tak, kita boleh gaduh besar tau kalau diteruskan macam ni. Saya nak pelihara hubungan kita ni,” Syafiqa tegas melafazkan katanya.
“Yalah. Saya tanya je. Awak tu yang susah sangat nak jawab. Jawab je lah, itu pun tak nak,” sedih nadanya.
“Saya balik dululah. Ada banyak kerja kat bengkel,” Hazim melangkah dengan lemah menuju ke keretanya. Dia sedikit kecewa dengan apa yang terjadi. Salahnya juga bertanya. Tapi salah Syafiqa juga tidak menjawab pertanyaannya.
“Apalah pelik sangat bakal suami aku tu? Sweet? Jadi sweet untuk pikat aku?”
Syafiqa mengeluh panjang sambil bibirnya melirikkan senyuman penuh makna.
*************************
“Amin ya rabbal ‘alamin,”
“Abang,”
Hazim menoleh ke belakang. Syafiqa masih bertelekung dan hanya memandang kepadanya.
“Kenapa ni? Jomlah kita tadarus. Lepas tadarus, boleh masuk tidur terus. Penat sangatlah hari ni. Esok tentu kena bangun awal. Malulah pula kalau pengantin baru bangun lambat,” tersengih-sengih seperti kerang busuk.
“Sebelum kita tadarus, Syafiqa ada satu benda nak bagitahu,”
Hazim menyengetkan mulutnya, “Apa Syafiqa-Syafiqa ni? Kan dah bagitahu sebelum solat tadi, bahasakan diri tu sayang. Kan sedap bunyinya,”
Syafiqa tertunduk malu.
“Apa benda tu? Tak boleh tunggu waktu nak tidur nanti?” Hazim tukar posisi dengan bersila. Badannya dibongkokkan sedikit. Lebih selesa begitu.
“Abang ingat tak minggu lepas, sewaktu hantar barang ke rumah, abang ada tanya dua soalan. Ingat lagi?”
Hazim meraup mukanya dengan kedua belah tapak tangan, “Kenapa nak ingatkan semula cerita tu? Malu pun ada, geram pun ada. Sayang tak ada cerita lain ke malam-malam ni?”
Syafiqa tersenyum memanjang.
“Sayang minta maaf sangat-sangat untuk perkara-perkara yang lepas selama kita bertunang,”
“Kan manis bahasakan diri tu sayang. Sejuk telinga ni dengar. Nasib baiklah kita tak tadarus lagi. Kenapa nak minta maaf? Sayang tak ada buat salah pun,”
“Yalah, sayang ni kan dingin memanjang. Kalau dengan abang, suara ni kalau tak tinggi memang tak sahlah. Lepas ni sayang dah tak macam dulu dah. Sebelum kahwin je sayang lain sikit. Ada sebabnya kenapa sayang buat begitu. Dan jawapan kepada soalan abang tu pun sayang memang dah ada. Lama dah sebenarnya,”
Hazim setia mendengar. Dia sengaja membiarkan isterinya menghabiskan segala katanya sebelum dia bicara semula.
“Soalan pertama, kenapa sayang terima pinangan abang? Jawapannya satu je, sebab sayang mahukan redha Allah. Bila ibu dan abah datang jumpa sayang dan beritahu hajat abang tu, sayang memang tak tahu nak respon macam mana. Sayang istikarah dan bincang dengan ibu dan abah, mereka terima dengan hati terbuka kalau abang jadi menantu mereka. Redha ibu dan abah itu juga merupakan redha Allah kan, abang?”
“Soalan kedua, abang ni lelaki sweet ke tak? Jujur dari hati ni, abang memang seorang yang sweet. Sayang cakap ni bukan sebab nak sedapkan hati abang, tapi memang betul abang sweet. Sweet abang tu sangat terserlah bila abang datang jumpa ibu dan abah untuk meminang sayang. Sangat sweet. Dan bila dah jadi suami sayang ni pula, bertambahlahsweet,”
Hazim membetulkan songkoknya sambil tertunduk-tunduk menahan malu. Hidungnya sedikit kembang kerna terasa dihargai dan bangga bertindak begitu dahulu.
“Alhamdulillah. Seronok dan bahagia abang dengar semua ni. Kenapa tak bagitahu waktu abang tanya dulu?”
“Sebab waktu tu abang masih belum jadi suami sayang lagi,”
“Abang tak faham. Apa maksud sayang?” Hazim meminta penjelasan.
“Abang, seorang isteri akan mendapat pahala sekiranya apa yang dia lakukan itu menyenangkan dan menggembirakan hati suaminya. Malah, bila isteri memandang wajah suaminya dengan penuh rasa cinta dan sayang pun Allah bagi pahala. Sayang simpan jawapan sayang ni sampailah abang sah bergelar suami sayang. Bezanya, jika sayang bagitahu abang sebelum kita akad, sayang telah menyenangkan hati seorang tunang. Tetapi sekarang ni, hati seorang suami yang sayang senangkan. Sayang tak nak terlepas nak dapat pahala yang Allah telah janjikan untuk kita,”
“Allah… Allah… Allah… Sampai ke tahap itu sayang fikir. Ini yang buat abang makin sayang sangat kat sayang manis ni,” mata Hazim tetap pada isterinya.
“Terima kasih sayang. Insya Allah, abang akan jaga amanah Allah ini dengan baik,” sambungnya lagi.
“Sayang pun,” balas Syafiqa yang tidak lekang dengan senyumannya.
“Mari kita tadarus. Masanya kita untukNya pula,”
Syafiqa bingkas bangkit mengambil dua naskhah Al-Quran dan kembali bersimpuh di hadapan suaminya.
Lelaki yang sweet itu akan lebih tampak sweet apabila agama menjadi tunggak utamanya.
*************************
Aku Untukmu
30 Apr 2015 10:32 PM (10 years ago)

“Alhamdulillah. Kenyang perut aku hari ini. Terima kasih beb belanja aku makan. Nanti aku dah dapat kerja aku belanja kau pula ok.” Aku menyedut air laici yang tinggal separuh. Hari ini dapatlah aku jimat duit yang hampir susut sebab Julia baik hati nak belanja makan tengah hari
“Benda kecil je la Sha. So, macam mana dengan interview tadi? Agak-agak boleh pass tak?” Julia menolak pinggan ke tengah meja menandakan dia sudah selesai makan.
Aku mengeluh apabila mendengar soalan Julia. Masuk kali ini sudah berpuluh kali aku pergi interview sejak graduate. Tapi entah mana silapnya aku tak pernah Berjaya interview itu.
“Tak tahulah beb. Aku rasa kali ni pun macam tak dapat je.” Aku menongkat dagu di atas meja. Nampak sangat macam orang kecewa.
“Takkanlah kau give up dah kot. Aku rasa kau dapat la beb. Instinct aku selalu betul tau.” Ujar Julia. Aku membuat muka menyampah. Si Julia ni memang selalu cakap berdasarkan instinct dia tu. Yelah sangat instinct dia selalu betul.
“Tak habis-habis dengan instinct kau tu. Kalau betul aku dapat kerja ni. Aku belanja kau lunch selama seminggu. Amacam?” Ujarku kepada Julia. Minah ni memang pantang kalau dengar orang nak belanja dia ni. Nasib baiklah dia pun memang jenis yang suka belanja orang juga.
“Ok. Deal ea.”
Kan aku dah cakap. Laju jer minah ni setuju. Siap buat pinky promise lagi. Entah apa-apa macam budak kecil. Aku pun layankan je lah. Kang merajuk aku juga yang kena pujuk. Tak kuasa den.
“Dah jomlah blah.” Aku mengajak Julia pulang memandangkan jam sudah menunjukkan hampir pukul 3. Solat zohor pun belum lagi ditunaikan.
Aku berjalan keluar dari restoran tersebut sementara Julia ke tandas. Sambil berjalan aku membetulkan lilitan selendang di kepala. Sedar-sedar sahaja aku sudah terduduk di atas lantai akibat dirempuh dari depan. Aku mengusap bahu yang terasa sengal. Manusia manalah yang buta sangat sampai langgar aku ni. Belum sempat aku membuka mulut sudah ada suara lain yang kedengaran.
“Hoi, buta ke? Tak nampak dah orang kat depan ni?” Tersentap aku bila dengar suara yang sah-sah berjantina lelaki ni. Suara tu tak boleh kuat lagi ke bang. Menyirap pula aku rasa. Elok-elok aku nak minta maaf tadi terus terbantut.
“Hek elah bro. Bahasa tu cantik sikit. Kau tu pandai-pandailah nak elak kalau dah nampak aku nak langgar kau. Ke kau yang buta sebenarnya.” Bidasku. Ingat aku nak diam je bila kau dah tengking-tengking aku. Silap besarlah. Ni Farisha lah.
“Menjawab pula kau ea. Bukan reti nak minta maaf. Sengal punya perempuan.” Rungut lelaki itu. Suka hati je kau panggil aku sengal kan.
“Kau lah sengal, sengal.” Kalau orang panggil kita sengal, kita kena panggil orang tu sengal balik. Ha..itu teori aku. So, aku tengah aplikasikan sekarang ni. Aku tengok mata lelaki tu membuntang. Terkejut ke bang aku panggil kau sengal.
“Memang sah kau ni sengal. Aku nak kau minta maaf sekarang.” Lelaki itu memeluk tubuh. Dah lah muka pun kerek semacam. Tapi kan muka mamat ni boleh tahan. Kalau lah muka boyfriend aku macam muka mamat ni, ish.. bahagia hidup aku. Tapi muka je bukan perangai sengal mamat ni.
“Apa kes pula aku kena minta maaf kat kau.” Aku balas balik kat lelaki itu.
“Dah kau yang langgar aku. So, kau kena lah minta maaf.”
“Ah.. Malas aku layan kau.” Aku terus beredar dari situ. Boleh sakit jiwa kalau aku lama-lama layan mamat sengal ni. Aku buat tak dengar je bila lelaki itu terjerit-jerit panggil aku. Ada aku kisah. Yang sakit tekak kau, yang malu kau bukan aku.
HARI ini hari pertama aku mula kerja dekat Ilham Construction. Alhamdulillah setelah berpuluh kali aku pergi interview akhirnya berjaya. Punyalah happy aku. Dahlah satu company dengan Julia cuma lain bahagian. Yalah dia engineer aku ni cuma secretary je.
Sampai sahaja di syarikat, aku ditunjukkan tempat kerja aku. Aku hanya duduk termenung sebab bos belum masuk office lagi. Untuk menghilangkan bosan aku membelek fail-fail yang menimbun atas meja tu. Sedang leka membelek fail tersebut, ada seseorang yang mengetuk meja aku tu. Fuh.. terkejut aku. Cepat-cepat aku berdiri dan memandang manusia yang mengejutkan aku tu. Eh.. macam kenallah pula mamat depan aku ni.
“Kau?” Ujar lelaki tersebut dengan wajah terkejut sambil jari telunjuk menunding ke arah aku. Aduh.. bila dia buat muka macam tu tetiba aku rasa kenal pula. Ini kan mamat sengal yang terlanggar aku hari itu. Apa dia buat kat sini pula. Aku hanya mampu tersengih ke arah lelaki tersebut.
“Kau buat apa kat sini?” Soal lelaki tu lagi.
“Er..aku kerja kat sinilah. Kau buat apa pula kat sini?” Aku menyoal lelaki yang berdiri di hadapan aku ini. Jangan cakap dia kerja kat sini. Mahu sekarang juga aku berhenti kerja.
“Aku bos kat sini.” Lelaki itu terdiam sebentar sebelum menyambung kata-katanya.
“Ok now I got it. Kau secretary aku yang baru. Hmm.. interesting.” Tutur lelaki itu sambil tersenyum sinis. Aku rasa nak jatuh terduduk dah bila lelaki tu cakap dia bos aku. That’s means lelaki kat depan aku ni Khairul Amar bin Dato’ Ilham, project manager dekat Ilham Construction, merangkap bos aku.
“Kau buatkan aku kopi.” Arah Khairul kepadaku seraya melangkah ke dalam biliknya.
Tanpa melengahkan masa aku terus melangkah ke arah pantry untuk membancuh kopi. Setelah siap aku menghantarnya ke bilik Khairul. Aku melangkah masuk ke dalam bilik itu setelah mendapat kebenaran dari Khairul. Kelihatan Khairul sedang sibuk membelek fail tebal. Aku meletakkan kopi tersebut di atas meja dan bersedia untuk keluar namun terbantut apabila mendengar suara Khairul menyuruh aku duduk. Aku pula hanya menurut.
10 minit berlalu namun Khairul masih sibuk membuat kerjanya tanpa mengendahkan aku yang duduk di hadapannya. Hisy.. mamat ni ingat aku tunggul ke dok tercongok depan dia, rungut aku perlahan.
“Kau cakap apa?” Soal Khairul tiba-tiba sambil memandang ke arahku. Fuh.. terkejut aku. Dengar ajelah telinga mamat ni.
“Er..tak ada apa-apa. Kau ada apa-apa nak cakap ke? Kalau tak ada aku keluar dulu nak buat kerja.” Kataku kepada Khairul.
“Sekarang ni aku bos kau. So, tolong hormat aku and address me properly. Kau ambil fail ni dan semak kalau ada kesalahan ejaan or anything. Pukul 11 nanti ikut aku. Kita ada meeting dengan client.” Ujar Khairul sambil menyerahkan sebuah fail kepadaku.
“Alright bos.” Aku sengaja menekankan perkataan bos itu. Mentang-mentang kau bos aku, kau nak kerek pula dengan aku. Aku terus keluar dari bilik itu untuk membuat kerja yang disuruh.
SEDAR tak sedar sudah enam bulan aku bekerja di Ilham Construction. Tempoh yang sangat lama aku rasakan kerana perlu menghadap muka Khairul lima hari seminggu. Dalam tempoh itu, Khairul semakin galak membuli aku namun aku hanya mampu berdiam diri kerana aku tahu batasku sebagai pekerjanya. Kalaulah zaman sekarang ni senang dapat kerja, dah lama aku angkat kaki dari situ.
Aku sedang leka menaip di komputer ketika mendengar derap kaki melangkah menghampiri mejaku. Aku memandang ke arah empunya badan. Kelihatan Khairul bersama seorang lelaki yang tidak kukenali.
“Buatkan aku kopi dua dan hantar dalam bilik.” Arah Khairul sebelum masuk ke biliknya. Aku hanya mengangguk. Sebelum melangkah ke pantry aku sempat memandang ke arah lelaki yang bersama Khairul tadi dan kebetulan lelaki itu turut memandang ke arahku. Cepat-cepat aku mengalihkan pandangan dan kalut melangkah ke pantry.
Aku meletakkan dua cawan kopi di atas meja. Semenjak aku membancuh kopi untuk Khairul pada hari pertama aku kerja dahulu, Khairul pasti akan meminta aku membancuh kopi untuknya pada setiap hari. Nampak sangat yang kopi buatan aku sedap sehingga dia ketagih.
“Cantik bro secretary kau.” Kedengaran suara lelaki yang tidak kukenali itu memujiku. Tiba-tiba terasa hangat mukaku apabila dipuji depan-depan.
“Cantik apanya. Rabun agaknya kau ni Haris.” Oh.. Haris nama dia.
“Eh.. kau tu yang rabun.” Haris menoleh ke arahku dam melemparkan senyuman. Peh.. kacak. Boleh cair aku dibuatnya. Aku turut tersenyum ke arah Haris.
“Hai.. saya Haris. Nama awak siapa?” Soal Haris kepadaku.
“Er.. saya Farisha.” Jawabku.
“Farisha.. Cantik nama tu macam orangnya juga.” Er.. dia puji aku lagi ke. Ni yang nak blushing lagi ni. Aku tak boleh orang puji-puji ni.
“Bro.. agak-agak la. Kau jangan nak try staf aku pula ea.” Sibuk pula la si Khairul ni. Kau cemburu ke apa. Aku menjeling ke arah Khairul sebelum meminta diri untuk keluar.
Petang itu aku terpaksa pulang menaiki teksi kerana Julia outstation selama tiga hari. Sudah setengah jam aku menunggu namun bayang teksi pun aku tak nampak.Tiba-tiba ada sebuah lancer putih berhenti di hadapanku. Macamku kenal kereta ni. Ni bukan kereta Khairul ke, fikirku. Tingkap tempat sebelah pemandu diturunkan dan aku menjenguk ke dalam. Sah memang Khairul. Apahal dia berhenti dekat sini pula.
“Kau nak balik ke?” Soal Khairul kepadaku. Aku hanya mengangguk. Dah sah-sah lah aku tengah tunggu teksi ni, mestilah nak balik. Apa punya soalanlah, rungutku perlahan.
“Naiklah aku hantarkan.” Pelawa Khairul pula. Eh.. biar betul mamat ni. Tiba-tiba baik hati pula nak hantar aku balik. Selama ni tak pernah pun.
“Tak apalah bos. Saya tunggu teksi jer.” Tolakku secara baik. Mana tak aku tolak kalau muka tu kerek semacam. Macam tak ikhlas je pelawa.
“Naik ajelah. Time macam ni memang susah nak dapat teksi. Hari pun dah petang sangat ni.” Aku masih berkira-kira sama ada mahu naik ataupun tidak.
“Kau fikir apa lagi tu. Kau tak nampak belakang tu ada bas nak berhenti.” Aku menoleh ke dan memang ada bas yang mahu berhenti di perhentian bas itu. Ah.. naik ajelah. Hari dah lewat. Solat asar tak lagi. Lancer putih itu meluncur laju selepas aku menutup pintu kereta.
Kekok, itu yang aku rasakan saat ini. Nasib baik radio terpasang jadi taklah terasa sangat. Tak pernah aku naik kereta mamat ni kecuali atas urusan kerja.
Lebih kurang setengah jam perjalanan, Khairul berhenti di hadapan rumah sewaku. Tau pula rumah aku kat mana mamat ni. Rasa macam aku tak pernah bagi tau rumah aku kat mana. Ah.. abaikan je lah. Tak penting pun.
PAGI itu aku gagahkan juga diri untuk pergi kerja meski kepala terasa berat. Aku rasa macam nak demam je. Janganlah bos ‘kesayangan’ aku tu cari pasal hari ni. Memang ada yang kena maki je nanti. Baru limit minit aku melabuhkan duduk, Khairul sampai di pejabat. Seperti biasa tanpa perlu Khairul suruh, aku ke pantry untuk membancuh kopi.
“Kopi bos.” Kataku kepada Khairul sambil meletakkan cawan kopi di atas meja.
“Hmm.. terima kasih.” Ucap Khairul sambil tersenyum kepadaku. Eh.. dia senyum kat aku lah. Ni yang rasa nak buat status kat facebook ni. Tak pernah mamat ni nak senyum kat aku. Aku ke dia yang demam sekarang ni. Ah.. lantaklah. Makin buat aku sakit kepala je fikir pasal dia ni.
Aku terus membuka planner dan membacakan agenda pada hari ini. Nasib baik Khairul tidak perlu berjumpa dengan client di luar. Aku tak larat nak ikut ni. Aku ralit membacakan agenda pada hari itu sehingga tidak sedar Khairul sedang merenung ke arahku. Bila aku memandang ke arahnya, dia kalut mengalihkan pandangan ke arah lain. Dah dia ni kenapa, fikirku.
“Er.. kalau tak ada apa-apa lagi saya keluar dulu.” Aku meminta diri untuk keluar.
“Kejap. Kau ok ke?” Soal Khairul.
“Ok je. Kenapa?” Soal aku pula. Serius aku rasa Khairul pelik hari ini.
“Muka kau pucat je. Tak sihat ke?” Soal Khairul lagi. Aku menyentuh mukaku. Nampak sangat ke pucatnya, tanyaku sendiri.
“Tak ada apa-apalah. Sakit kepala sikit je.” Aku dah malas nak duduk lama-lama dalam bilik ni. Terasa lain macam pula hari ini.
“Dah makan ubat belum?” Eh dia ni tak habis lagi ke. Apasal dia prihatin sangat hari ni. Pelik je.
“Dah makan ubat dah. Bos tak payah risaulah.” Ujarku pula.
“Siapa risaukan kau. Aku tanya je. Dah pergi buat kerja sana.” Khairul terus menyibukkan diri menekan mouse. Sungguh aku tak faham perangai dia nilah. Tadi dah nampak macam prihatin sangat. Sekarang ni balik dah perangai lama dia tu. Ah.. lantaklah. Malas aku nak layan.
“Yalah bos. Saya keluar dulu.” Aku terus melangkah keluar dari bilik itu tanpa menyedari mata Khairul mengikuti setiap langkahku.
Tengah hari itu, Khairul mengajak kau keluar makan. Katanya ada lunch meeting dengan client. Aku hanya mengikut. Mujur sakit kepala aku sudah berkurangan. Sampai sahaja di restoran tersebut, khairul terus membuat pesanan.
“Bos, tak nak tunggu client dulu ke?” Soalku kepada Khairul. Bukan selalu kalau ada lunch meeting kena tunggu client dulu ke baru pesan makanan.
“Tak payah. Client tu ada hal tak dapat nak datang.” Ujar Khairul selamba. Aku dah terkedu. Maknanya aku kena makan dengan dia nilah. Berdua?
Aku hanya senyap ketika makan. Khairul juga begitu. Kadang-kadang aku perasan Khairul mencuri pandang ke arahku. Ini membuatkan aku bertambah tidak selesa. Aku hanya mampu menghabiskan separuh sahaja makanan.
“Kenapa tak habiskan makanan tu. Tak sedap ke?” Soal Khairul.
“Er.. sedap tapi saya dah kenyanglah.”
“Huh.. patutlah badan kecil. Makan sikit dah kenyang.” Eh.. mengata aku nampak.
“Kecil la bagus bos. Besar-besar nanti tak ada orang nak pula.” Balas aku selamba.
“Ada pula macam tu. Kalau orang tu suka kat awak dia tak kisah fizikal awak.” Ok sekarang aku makin pelik. Sejak bila pula dia bahasakan aku ‘awak’ ni. Huh.. pelik-pelik.
“Apa-apa jelah bos. Dah sudah kan. Jom balik office.” Aku mengajak Khairul balik office. Tak sanggup aku nak lama-lama dengan dia ni.
“Saya ada nak beli barang dulu kejap. Kita solat dululah kat sini.” Macam-macamlah pula si Khairul ni. Aku hanya mengikut. Yalah dia kan bos, kenalah ikut arahan dia.
Aku menunggu Khairul di luar surau kerana aku ‘cuti’ hari itu. 10 minit kemudian barulah Khairul keluar dari surau. Dia memandang pelik ke arahku.
“Kejapnya awak solat.” Ujar Khairul. Aku hanya diam tanpa membalas kata-katanya. Malu kot nak cakap aku tidak boleh solat.
“Bos nak cari barang apa?” Aku menyoal Khairul. Tidak mahu membahaskan soal solat itu.
“Nak cari hadiah untuk birthday my mom. Awak tak solat ke tadi?” Khairul seperti tidak faham aku tidak mahu membicarakan soal solat tu.
“Tak.” Jawabku ringkas. Kalau aku tak jawab mahu sampai esok dia soal aku. Mukaku terasa panas.
“Awak blushing. Ok saya faham dah. Tak boleh solat ek?” Soal Khairul sambil tergelak kecil. Sungguh aku rasa malu sangat masa tu. Sengal punya bos. Aku hanya menundukkan wajah.
“Awak cantik sangat bila malu-malu macam tu.” Bisik Khairul di telingku. Aku memandang ke arahnya dan dia hanya tersenyum kacak ke arahku. Aku rasa macam nak pengsan je bila dia buat macam tu.
“Bos nak beli apa for your mom?” Soalku tanpa mengendahkan perilaku Khairul itu.
“Tak tahulah. Saya tak reti nak beli hadiah untuk perempuan ni. Awak ada cadangan tak?” Jawab Khairul. Aku mengeluh. Nampak gayanya macam lama je kat sini.
“Your mom suka apa?” Aku berhenti di sebuah butik dan membelek baju di situ. Khairul juga ikut berhenti.
“Em.. semua benda dia suka.” Spontan aku memandang ke arah Khairul apabila dia menjawab soalanku. Jawapan tak membantu langsung. Khairul hanya tersengih.
Sudah hampir sejam kami berjalan namun masih belum membeli apa-apa hadiah. Geram aku dengan telatah Khairul. Semua cadanganku ditolak. Cerewet betul.
“Kita masuk sini.” Terkejut aku apabila Khairul tiba-tiba menarik tanganku masuk ke dalam sebuah kedai. Syafiq sibuk membelek scarf tanpa melepaskan tanganku. Ni yang aku hangin ni. Suka hati je pegang-pegang aku biarpun berlapik. Aku berdehem untuk menyedarkan Khairul.
“Kenapa?” Khairul menoleh ke arahku. Aku menunjukkan tanganku yang berada dalam pegangannya. Spontan Khairul melepaskan tanganku.
“Sorry.” Huh nasib baik kau minta maaf. Kalau tak memang aku flying kick dia ni.
Aku turut membelek scarf yang cantik tergantung. Tanganku menyentuh sehelai scarf berwarna biru lembut. Cantik, desisku perlahan.
“Saya ingat nak beli scarf aje lah. Mama pun suka benda-benda macam ni. Awak tolong pilihkan ea yang mana cantik.” Aku menghela nafas lega. Cepat sahaja tanganku memilih warna dan corak yang sesuai untuk mama khairul. Aku memilih scarf warna maroon bercorak abstrak. Corak yang sama dengan scarf yang aku berkenan tadi.
“Yang ini cantik.” Aku menunjukkan scarf tersebut kepada Khairul.
“Ok. Ambil yang ini jelah.” Khairul pergi ke kaunter untuk membayar scarf tersebut dan aku menunggu di luar. Khairul keluar membawa dua beg plastik. Aku pelik namun malas mahu mengambil tahu.
“Jom balik.” Ajak Khairul. Aku hanya menurut.
AKU masuk ke dalam dewan Hotel Lagenda bersama Julia. Dewan itu sudah dipenuhi oleh pekerja dan pelanggan Ilham Construction. Malam ini merupakan ulang tahun syarikat Ilham Construction. Aku hanya bergaya ringkas dengan dress labuh berwarna pink dan bertudung senada. Julia anggun dalam persalinan dress labuh berwarna biru gelap dan rambutnya dibiarkan lepas.
Kami mengambil tempat yang dikhaskan. Mataku melilau sementara menunggu majlis dimulakan. Mataku terpaku pada Khairul yang turut memandang ke arahku. Kami berbalas senyuman. Aku turut memandang ke arah Haris yang duduk di sebelah Khairul. Sempat lagi Haris mengenyitkan mata kepadaku. Aku perasan muka Khairul berubah apabila melihat perlakuan Haris. Aku mengalihkan pandangan ke arah pentas apabila majlis dimulakan.
Apabila tiba masa makan, cepat sahaja aku dan Julia bangun untuk mengambil makanan. Aku duduk semula setelah mengambil makanan. Aku perasan kerusi Julia diduduki seseorang. Bukan Julia yang duduk disebelahku tapi Khairul. Apa pula mamat ni nak.
“Tak makan ke?” Soalku kepada Khairul apabila dia hanya diam.
“Tak ada selera.” Jawab Khairul dengan muka tidak bermaya. Tak sihat ke dia ni.
“Kenapa ni?” Soalku prihatin apabila dia hanya diam. Selalu tu ada sahaja benda yang dia hendak bualkan.
“Em.. Sha.. er..” Aku menunggu ayat seterusnya dari Khairul. “Er..tak ada apa-apalah.” Sambung Khairul. Eh dia ni, tadi macam ada benda nak cakap.
“Dah habis makan ke?” Soal khairul kepadaku apabila melihat aku menolak pinggan ke tepi. Aku hanya mengangguk.
“Selalu makan tak habis tau. Membazir je.” Selamba sahaja Khairul menarik pinggan aku tadi dan menyuap baki makanan yang tinggal separuh.
“Tadi cakap tak ada selera.” Ujarku bila melihat Khairul begitu berselera menghabiskan makananku.
“Tiba-tiba berselera pula.” Khairul menolak pinggan yang kosong dan dengan selamba meneguk air minumanku. Hangin aku macam ni. Selamba badak je dia kongsi-kongsi.
“Suka hati je minum air orang.”
“Tak apalah. Sharing is caring.” Balas Khairul sambil tersenyum. Aku sudah tidak tahu mahu membalas kata-katanya. Lantak kaulah.
Khairul meminta diri untuk berjumpa rakannya. Aku pula hanya duduk bermain telefon bimbit. Tidak lama selepas itu, Julia datang duduk di sebelahku.
“Kau pergi mana?” Soalku kepada Julia.
“Aku duduk kat meja sebelah sana. Saja nak bagi peluang kat Encik Khairul.” Selamba sahaja jawapan dari Julia. Aku mencubit lengan Julia. Minah ni kan sejak aku berbaik dengan Khairul selalu bahan aku dengan mamat tu. Siap cakap aku ada jodoh dengan Khairul. Minah tu kalau mengarut memang nombor satu.
“Bengong la kau ni.” Julia hanya tergelak perlahan.
“Kau borak apa dengan dia? Bukan main rancak lagi aku tengok.”
“Adalah. Sibuk pula kau nak tahu.” Sengaja aku mengenakan Julia. Busybody betul minah ni.
“Ok fine. Tak apa kau. Eh.. kau nak tahu tak.” Julia seperti teruja mahu bercerita kepadaku. Aku yang mendengarnya pun turut teruja.
“Apa?” Soalku tidak sabar.
“Masa kau dok borak sakan dengan Encik Khairul tadi, Dato’ Ilham dengan Datin Suria asyik pandang-pandang kat korang je tau.” Erk.. apa kes. Tiba-tiba aku rasa tak sedap hati je.
“Kenapa diaorang pandang pula?” Soalku ingin tahu.
“Entah lah weh. Tapikan aku rasa mesti diaorang dah berkenan kat kau untuk buat menantu.” Selamba sahaja Julia menuturkan kata. Ceh.. macam tu pula. Spontan aku mencubit lengan Julia. Julia ketawa sambil mengosok lengannya yang perit akibat cubitanku.
“Farisha.” Aku menoleh ke belakang apabila mendengar suara Khairul memanggil namaku.
“Ya. Kenapa?” Aku menyoal Khairul. Aku menjeling ke arah Julia yang tersenyum-senyum.
“Ikut saya sekejap. Saya nak kenalkan awak dengan someone.” Aku tidak sempat membalas kata-kata Khairul bila dia selamba sahaja menarik aku bangun dan mengikuti langkahnya. Kulihat Julia sudah makin lebar senyumannya. Siap kau minah, rungutku.
“Papa, mama, kenalkan. Ini Farisha.” Khairul memperkenalkan aku kepada Dato’ Ilham dan Datin Suria. Aku menunduk bersalaman dengan Datin Suria.
“Owh. Inilah orangnya. Cantik, manis pula tu. Berkenan mama.” Ujar Datin Suria. Aku hanya mampu tersenyum. Er..berkenan? Banyak maksud tu. Berkenan sebagai apa.
“Kalau macam ni kena cepat-cepat masuk meminang.” Kata Dato’ Ilham pula. Aku dah terkedu. Meminang siapa? Aku ke? Adeh. Tiba-tiba blur pula aku.
“Rul ikut je pa.” Spontan aku memandang ke arah Khairul. Khairul pula hanya tersenyum kepadaku. Dia ni memang nak kena. Sungguh aku tak faham apa yang berlaku sekarang ni. Ingin sahaja aku bertanya terus kepada Khairul tapi segan kot parent dia lagi tadi pandang aku tak lepas.
“Nantilah kita bincang macam mana. Jomlah bang kita balik dulu. Dah lewat ni.” Kata Datin Suria. “Farisha, kami balik dulu ya. Senang-senang datanglah rumah mama. Boleh kita kenal-kenal.” Sambung Datin Suria.
“InsyaAllah.” Hanya itu yang mampu kubalas. Dahlah aku rasa nak pengsan bila Datin Suria bahasakan diri dia mama dengan aku. Aku bersalaman dengan Datin Suria. Selepas mereka berlalu, aku merenung tajam ke arah Khairul.
“Ok..Ok I will explain.” Ujar Khairul. Huh.. nasib baik kau faham. “Jom saya hantar awak balik. Dalam kereta nanti saya explain.” Sambungnya lagi.
Aku tidak membantah kerana aku sememangnya perlukan penjelasan atas apa yang berlaku.
“So, cuba awak explain sikit what’s going on.” Ujarku serius sejurus masuk ke dalam lancer putih milik Khairul.
“Dua hari lepas papa dan mama saya suruh saya kahwin. Kalau saya belum ada calon lagi diaorang nak kenalkan saya dengan anak kawan diaorang. Tak naklah saya. So, dipendekkan cerita saya cakap saya dah ada girlfriend dan diaorang nak saya kenalkan kat diaorang malam ni. And saya dah pun kenalkan kan girlfriend saya tu kat diaorang.” Terang Khairul. Ok aku ada sikit tak faham. Khairul cakap dia dah kenalkan girlfriend dia kat his parent. Rasanya aku yang dia kenalkan tadi. That’s mean aku ni girlfriend dia ke? Gila ke apa dia ni.
“So, tadi bos kenalkan saya sebagai girlfriend bos ke?” Soalku inginkan kepastian.
“Yes dear.” Jawab Khairul selamba. Aku rasa macam nak kena heart attack dah ni bila dengar jawapan Khairul.
“Bos ni gila ke apa. Bila masa pula saya jadi girlfriend bos.” Suaraku sudah naik satu oktaf.
“About one hour yang lepas.” Selamba Khairul tersengih sambil mengangkat kening padaku. Aku rasa macam nak tendang je mamat ni keluar kereta.Akhirnya aku diam. Malas mahu melayan Khairul yang selalu buat aku sakit kepala. Ingatkan bila dia dah tak buli aku bolehlah aku rasa tenang. Tapi nampaknya makin buat aku tak tenang.
Bila aku menceritakan tentang hal itu kepada Julia, dia hanya tergelak besar. Serius aku rasa nak hempuk minah ni. Ketawa tak ingat dunia.
“See? Betul tak apa yang aku rasa tu. Still berfungsi lagi instinct aku rupanya.” Ujar Julia. Aku mendengus geram. Sepatutnya Khairul memperkenalkan Julia kepada ibubapanya barulah sesuai mereka berdua ni. Suka sangat buat aku sakit hati.
AKU sedang mengemaskan meja Khairul bila pintu dibuka dari luar. Kelihatan Haris masuk ke dalam bilik tersebut. Apa pula dia buat kat sini. Dah lama aku tak nampak dia datang office ni.
“Er.. bos tak ada.” Beritahuku kepada Haris yang melabuhkan duduk di atas sofa.
“Tahu. Saya dah call dia. Kejap lagi dia masuk.” Ujar Haris.
“Owh. Ok. Nak air ke?” Soalku.
“Eh tak apa. Duduklah sini kejap.” Haris menepuk tempat disebelahnya. Aku serba salah mahu duduk ataupun tidak. “Sekejap je. Saya ada hal nak cakap.” Pujuk Haris lagi. Aku menurut tapi mengambil tempat di hadapannya. Tak nak aku duduk sebelah dia.
“Awak dah ada boyfriend?” Soal Haris. Benda ni ke dia nak cakap. Menyesal aku duduk tadi.
Belum sempat aku menjawab, pintu ditolak dari luar. Khairul masuk ke dalam dan menegur Haris yang sedang memandang ke arahnya.
“Bro. Cepat kau sampai?”
“Time aku call kau tadi aku dah ada kat bawah.” Beritahu Haris sambil mengalihkan semula pandangan ke arahku semula. “Awak tak jawab lagi soalan saya tadi.” Kata Haris kepadaku.
Aduh aku ingat dia lupa dah. Apa aku nak jawab ni. Aku memandang ke arah Khairul yang mengambil tempat di sebelahku.
“Kau tanya dia apa?” Soal Khairul seperti dapat memahami makna pandanganku tadi.
“Aku tanya dia dah ada boyfriend belum.” Haris menjawab pertanyaan Khairul namun matanya masih mengarah ke arahku.
“Kan aku dah cakap dia dah berpunya.” Ujar Khairul. Eh. Diaorang ni ada bercakap pasal aku ke.
“Aku tak percaya cakap kau. Aku nak dengar dari mulut Farisha sendiri.” Haris berdegil. Geram pula aku dengan si Haris ni.
“Saya dah nak bertunang pun.” Beritahuku selamba. Kulihat Khairul tersenyum dan Haris pula seperti orang kecewa.
“Dengar bro. kau jangan nak kacau hak orang pula.” Emosi pula Khairul memberi amaran kepada Haris.
“Taulah. Jangan lupa jemput saya kahwin nanti.” Ujar Haris sambil memandang ke arahku.
“Ok. Er.. saya keluar dulu.” Aku meminta diri. Tidak selesa berada dalam kalangan dua lelaki itu.
Setelah Haris pulang, Khairul memanggil aku masuk ke dalam biliknya.
“Ya bos. Ada apa?” Soalku kepada Khairul.
“Minggu depan keluarga saya hantar rombongan meminang awak.” Beritahu Khairul. Terkejut beruk aku dengar.
“Bos ni jangan main-main. Ni bukan benda kecil tau.” Aku merenung tajam ke arah Khairul.
“Siapa cakap saya main-main. Tak nampak ke bukan main serius lagi muka saya ni.” Khairul menunjukkan reaksi muka yang serius. Huh.. geramnya aku. Aku dah rasa nak menangis ni. Kepalaku ligat mencari alasan supaya Khairul tidak mneruskan niatnya.
“Tapi bos, saya tak cintakan bos. Bos pun mesti tak cintakan saya kan. So, kita tak boleh kahwin kalau tak ada perasaan cinta pada pasangan kita.” Yakin sahaja aku mengemukakan alasan.
“Siapa cakap kalau nak kahwin kena ada perasaan cinta tu. Awak mesti pernah dengarkan bercinta selepas kahwin lebih baik. Selepas kita kahwin nanti boleh je pupuk rasa cinta.”
“Tapi kalau lepas kahwin pun masih belum ada perasaan tu macam mana? Bos nak ceraikan saya?” Soalku lagi. Aku perlukan kepastian. Ini soal hidupku yang sangat penting.
“InsyaAllah awak akan jadi isteri saya sampai akhir hayat. Jangan risau saya pasti akan buat awak jatuh cinta dengan saya.” Aku terdiam seketika apabila mendengar kata-kata Khairul. Aku buntu sekarang ni.
Umur aku baru masuk 26 tahun. Aku tak tahu sama ada aku sudah bersedia atau tidak mahu memikul tanggungjawab sebagai seorang isteri. Diri sendiri pun tak terjaga lagikan nak kena jaga anak orang. Aku banyak kekurangan dan aku tidak pasti sama ada Khairul boleh terima atau tidak. Tak apa kalau dia merungut nanti aku hempuk je dia. Eh.. mana boleh hempuk-hempuk suami ni. Berdosa. Er.. suami? Gaya macam setuju dah aku ni.
“Farisha. Farisha.” Aku tersentak apabila mendengar Khairul memanggil namaku. Aduh.. kantoi pula aku berangan. Eh.. bukan berangan la, berfikir ok. Aku memandang ke arah Khairul yang masih dengan muka seriusnya.
“Er.. suka hati bos lah. Saya ikut je.” Aku terus keluar dari bilik Khairul.
Aku tak tahulah sama ada keputusan yang aku ambil ni betul ke tak. Dibuatnya nanti dia suka-suka hati je ceraikan aku macam mana. Tapi tadi dia dah cakap dia takkan ceraikan aku. Aduh.. pening-pening. One more thing, macam mana aku nak cakap kat mak yang aku nak kahwin. Mesti mak cakap aku dah buang tabiat. Selalu ada je alasan kalau mak dah masuk bab kahwin ni.
Malam itu ketika aku sedang khusyuk menonton televisyen, aku dikejutkan dengan kedatangan Haris ke rumahku. Dia mengajak aku keluar makan kerana katanya ada hal yang hendak dibincangkan. Aku pun setuju sajalah kerana kebetulan aku memang tengah lapar.
Selesai membuat pesanan aku terus bertanya Haris akan tujuan dia mengajak aku keluar makan.
“Saja je. Lagipun kita mana pernah keluar makan berdua kan. Selalu tu ada je si Khairul kacau daun.” Aku rasa macam nak hempuk si Haris ni bila dia jawab macam tu. Tertipu aku. Tadi beria cakap ada benda nak bincang. Aku menjeling tajam ke arahnya.
“Jangan jeling-jeling macam tu. Tak lena saya tidur malam ni asyik teringat kat jelingan menggoda awak tu.” Ujar Haris sambil tergelak kecil. Sudahnya aku hanya diam dan makan apabila pesanan sampai. Haris juga ikut diam.
“Thanks sebab sudi makan dengan saya. Lain kali kita keluar lagi ea.” Kata Haris sambil menghidupkan enjin kereta. Ketika makan tadi kami langsung tidak bercakap.
“It’s ok. Er.. kalau nak keluar makan lain kali tu saya tak boleh nak janjilah. Tengoklah nanti macam mana.”
“Kenapa? Ada orang marah ke?” Soal Haris sambil menolah pandang ke arahku.
“Mestilah. Saya kan dah nak tunang. Siapa tak marah kalau bakal tunang keluar dengan lelaki lain.” Sengaja aku memberi alasan begitu padahal bukan betul pun. Agaknya Khairul langsung tidak mengambil kisah aku keluar dengan siapa.
“Alah.. Khairul takkan marah lah kalau awak keluar dengan saya.” Spontan aku memandang ke arah Haris apabila mendengar nama Khairul. Eh dia tahu ke aku nak tunang dengan siapa.
“Er..apa kena mengena dengan Khairul pula?” Soalku buat-buat tidak tahu.
“Khairul kan bakal tunang awak. Tak payahlah nak sorok-sorok, saya dah tahu dah. Tak sangka kan awak dengan dia.”
“Saya..er saya bukan sengaja nak sorok ke apa. Lagipun tunang je pun. Tak apa kot kalau orang lain tak tahu.” Fuh.. berpusing kepala aku nak bagi alasan kat dia ni.
“Saya orang lain ke?” Soalan Haris membuatkan aku ‘blur’. Aku hanya memandang kosong ke arah Haris.
“Kalaulah saya yang jumpa dengan awak dulu sebelum Khairul kan bagus. Mungkin masa ni saya yang bakal jadi tunang awak.” Sambung Haris lagi. Apa benda Haris cakap ni. Serius aku tak faham. Aku memang lambat sikit nak proses kalau orang cakap berkias-kias ni. Cubalah terus terang je. Kan ke senang aku nak faham.
“Maksud awak?” Soalku pula. Haris memandang lama ke arahku. Nasib baik kereta ni dah berhenti depan rumah aku. Kalau tak, ada yang duduk hospital malam ni. Aku menggerak-gerakkan tangan di hadapan muka Haris untuk mengejutkannya dari lamunan. Aku dah segan ni dia pandang macam tu.
“Er.. sorry.” Haris menggosok belakang lehernya. Malulah tu.
“Saya masuk rumah dululah. Terima kasih belanja saya makan malam ni.” Aku menghulurkan senyuman manis kepada Haris.
“Ok. Anyway congrats. Harap awak bahagia dengan dia.” Ujar Haris.
Aku hanya mengganguk dan keluar dari kereta. Aku memandang kereta Haris hinggga hilang dari pandangan. Belum sempat aku berpusing untuk masuk, aku mendengar bunyi kereta yang berhenti di sebelahku. Kelihatan Khairul keluar dari kereta dengan muka serius. Mamat ni kan serius je memanjang. Tak penat agaknya buat muka macam tu. Cubalah senyum sikit. Senyum tu kan sedekah.
“Awak buat..” Belum sempat aku menghabiskan ayat, Khairul sudah memotong kata-kataku.
“Awak keluar dengan siapa tadi?” Soal Khairul dengan nada tegas. Eh apahal dia ni nak marah-marah pula.
“Awak sibuk nak tahu kenapa.” Ha kan terus aku jawab macam tu. Kalau dia tanya lembut-lembut tadi mesti dengan rela hati je aku bagi tahu.
“Mestilah saya sibuk nak tahu. Saya kan bakal tunang awak.” Jawab Khairul dengan nada yang sama. Bencilah aku kalau orang tak reti nak cakap lembut-lembut ni.
“Baru bakal ok. Belum tunang lagi. Entah jadi ke tak.” Mata Khairul mencerlung memandang ke arahku. Aku hanya buat tak tahu sahaja.
“Saya tak kira. Lepas ni saya tak nak awak keluar berdua dengan Haris atau lelaki lain.”
“Apa hak awak? Kalau awak tu suami saya ok fine saya boleh terima. Tapi awak belum lagi jadi sesiapa dalam hidup saya. So awak tak berhak nak halang saya jumpa dengan sesiapa pun.” Aku membalas sambil memandang tajam ke arah Khairul.
“Suka hati sayalah. By the way saya nak bagi tahu minggu depan kita bertunang sekali and three month after that kita nikah. No objection ok.” Ujar Khairul selamba.
“What? Awak gila ke apa. Suka hati je buat keputusan tak bincang dengan saya.” Marahku. Sengaja nak bagi aku stress la dia ni.
“Memang saya gila. Saya gilakan awak. Dahlah pergi masuk. Saya nak balik ni.” Khairul terus masuk ke dalam kereta dan tidak mengendahkan aku yang memanggil namanya.
Aku tak suka Khairul. Suka bagi aku tekanan. Dari mula-mula aku kenal dia sampailah sekarang tak berubah. Dahlah suka buat keputusan tanpa bincang dengan aku. Ini tentang hidup aku kot. Dia tak pernah tanya aku setuju ke tak. Yang dia tahu paksa aku terima semua keputusan dia. Macam mana aku nak hidup dengan dia nanti bila perangai dia macam ni. Sakit kepala aku fikir benda ni semua.
SEPERTI yang dijanjikan tiga bulan selepas majlis pertunangan, majlis pernikahan pula diadakan. Aku hanya mengikut perancangan yang diaturkan oleh Khairul tanpa mampu membantah kerana dia mendapat sokongan padu dari ibubapaku. Mak dan ayah aku terus berkenan dengan Khairul sejak pertama kali berjumpa ketika majlis pertunangan. Pandai lelaki tu mengambil hati mak dan ayah.
Aku duduk bersimpuh dia atas kusyen untuk majlis akad nikah. Aku mengenakan persalinan baju kurung moden berwarna krim. Begitu juga Khairul memakai baju melayu cekak musang berwarna krim. Aku menggengam tangan yang mula berpeluh meski ruang tamu dipasang penghawa dingin. Gementar sungguh aku rasa macam aku pula yang perlu melafazkan akad. Sesekali aku memandang belakang Khairul yang duduk berhadapan dengan ayah yang akan menikahkan ku.
Dengan sekali lafaz aku sah menjadi seorang isteri. Menitis air mataku. Tidak tahu untuk apa kerana aku sendiri keliru dengan perasaanku ketika itu. Khairul datang kepadaku untuk acara membatalkan air sembahyang. Aku hanya menunduk sahaja.
“Assalamualaikum isteri abang.” Ucap Khairul perlahan supaya hanya didengari oleh kami berdua sahaja.
“Waalaikummussalam.” Jawabku. Khairul mencapai tanganku dan menyarungkan cincin di jariku. Aku tunduk mencium tangan Khairul. Lama gara-gara ramai cameraman yang ingin merakam detik itu. Setelah itu aku pula menyarungkan cincin di jari Khairul dan Khairul pula mencium dahiku selepas itu. Ciuman pertama dari seorang lelaki yang bergelar suami. Berdebar aku rasa ketika itu.
Selepas itu kami bangun dan bersalam dengan mak dan ayah seterusnya bersalam dengan Dato’ Ilham dan Datin Suria yang telah menjadi ibubapa mentuaku. Khairul sentiasa berada disisiku sepanjang majlis hari itu dan tanganku juga sentiasa berada di dalam genganmannya.
Aku melabuhkan duduk di birai katil sambil tangan mencabut tudung yang menutupi kepala. Penat sungguh aku rasa hari ini. Alhamdulillah majlis hari ini berjalan dengan lancar. Aku memandang seluruh bilik yang cantik berhias. Maklumlah bilik pengantin kan. Sedang aku mengelamun, Khairul menolak pintu bilik dan masuk ke dalam bilik itu. Kekok apabila hanya kami berdua berada dalam satu bilik. Khairul duduk rapat di sebelahku. Belum sempat aku bangun, Khairul sudah menarik pinggangku.
“Nak ke mana?” Soal Khairul perlahan sambil memandangku.
“Nak..er.. nak pergi.. mandi. Panaslah.” Tergagap aku menjawab pertanyaan Khairul. Gementar punya pasallah ni. Khairul tersenyum melihat aku yang gugup.
“Kejaplah. Borak dengan abang dulu ea.” Khairul mengeratkan pelukan di pinggangku. Sesak nafasku dengan aksi Khairul.
Khairul membelai rambutku yang separas bahu itu. Aku pula hanya diam dan membiarkan perbuatan Khairul. Takkanlah nak dihalang. Dia berhak untuk membuat apa jua.
“Cantik rambut sayang. Terima kasih sebab simpan kecantikan sayang ni untuk abang.” Ujar Khairul dengan nada romantis.
“Er.. awak tak nak mandi ke?” Aku tidak mengendahkan kata-kata Khairul tadi kerana aku tidak tahu mahu memberi reaksi yang bagaimana.
“Kejap lagilah. Sayang ni macam takut dengan abang je. Jangan risau abang takkan buat macam-macamlah. Belum masa lagi.” Usik Khairul sambil tersenyum nakal.
“Mana ada takut. Memandai je awak ni.” Dalihku sedangkan dalam hati hanya tuhan yang tahu betapa gementarnya aku rasa bila berhadapan dengan lelaki ini.
“Eleh..yelah tu. Sayang, abang ada nak bagi sesuatu pada sayang.” Khairul berjalan ke almari dan mengambil sesuatu dari dalam begnya. Selepas itu dia berjalan semula mendapatkanku.
“Nah.” Khairul menghulurkan satu beg kepadaku.
“Apa ni?” Soalku.
“Sayang tengoklah.” Aku membuka beg plastic itu dan mengeluarkan isinya. Sehelai scarf berwarna biru yang sangat cantik. Aku amat mengenali scarf ini. Scarf sama yang aku suka ketika menemaninya membeli hadiah untuk mama.
“Er.. awak beli ke scarf ni?”
“Mestilah abang beli. Takkanlah abang rompak pula.” Gurau Khairul. Main-main betullah dia ni.
“Mana awak tahu saya suka scarf ni?” Soalku ingin tahu.
“Sayang suka ea? Abang tak tahu abang main beli jer. Baguslah kalau sayang suka.” Ujar Khairul selamba. Terus merundum rasa teruja ku tadi. Dia main beli je rupanya. Aku ingatkan dia tahu aku suka scarf ni masa kat kedai dulu tu. Wajahku bertukar muram.
“Er..sayang. abang gurau je lah.” Ujar Khairul gelabah apabila melihat perubahan air mukaku.
“Tak apalah. Saya nak pergi mandi dululah.” Aku berdiri namun terduduk semula di atas pangkuan Khairul bila dia menarik tanganku.
“Sorry. Abang gurau je tadi. Sebenarnya abang tahu sayang memang suka scarf ni masa kat kedai tu. Abang tengok sayang asyik belek yang ni je. Sebab tulah abang beli untuk hadiahkan kat sayang.”
“Ei suka main-main tau.” Aku mencubit peha Khairul. Suka sangat main-mainkan aku lah Khairul ni. Khairul ketawa sambil mengusap pehanya yang perit dek cubitanku.
“Berbisa cubitan sayang ni. Dahlah pergi mandi dulu sana.” Laju sahaja aku bangun dan melangkah ke bilik air.
20 minit kemudian aku selesai mandi namun aku tidak berani keluar dari bilik air itu kerana aku terlupa membawa baju. Sudahlah baju yang kupakai tadi sudah basah. Sedang aku berfikir bagaimana mahu keluar dari situ kedengaran Khairul mengetuk pintu bilik air.
“Sayang. Lamanya mandi. Tidur ke apa dalam tu.” Jerit Khairul dari luar.
“Kejaplah. Er.. awak, nak minta tolong boleh?”
“Apa dia?” Soal Khairul.
“Tolong keluar dari bilik kejap boleh?” Pintaku kepada Khairul.
“Kenapa?” Soal Khairul lagi. Aduh.. banyak tanya pula dia ni.
“Keluar jelah kejap. Er.. saya lupa bawa baju lah.” Aku berterus-terang supaya Khairul tidak banyak soal.
“Laa.. keluar jelah. Bukan ada orang pun dalam bilik ni.”
“Awak tu bukan orang ke. Alah.. keluar jelah kejap.” Pintaku lagi. Susah betullah dia ni.
“Hish..Yela-yelah. Abang bagi 2 minit je tau.”
Selepas itu aku mendengar bunyi pintu dibuka dan ditutup. Aku mengira sehingga sepuluh sebelum perlahan-lahan membuka pintu bilik air dan menjengukkan kepala untuk memastikan Khairul telah benar-benar keluar dari bilik itu. setelah itu, cepat-cepat aku menuju ke almari untuk mengambil baju.
Aku berpusing mahu kembali ke bilik air, namun aku tergamam apabila melihat Khairul berada di hadapanku. Terlepas baju yang berada dalam peganganku.
“Er.. awak. Asal ada kat sini?” Soalku. Waa.. Khairul tipu aku rupanya. Kurang asam betullah. Khairul tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya diam dan merenung wajahku.
“Awak, saya.. er saya nak pakai baju ni.” Aku bersuara apabila Khairul semakin mendekatiku.
“Pakai jelah.” Ujar Khairul perlahan. Matanya tidak lepas dari memandang wajahku.
Khairul semakin mendekatiku. Belum sempat aku mahu mengelak dari didekati, Khairul sudah melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Awak.. er lepaskanlah.” Ujarku sambil menunduk. Aku tidak berani memandang Khairul kerana tahu pasti jarak mukaku dan Khairul begitu dekat.
“Em.. wangi.” Khairul tersenyum nakal. Dia mengangkat mukaku supaya memandangnya. Aku terkedu dengan panahan mata Khairul. Laju sahaja jantungku berdegup.
“Awak..” Tidak sempat aku meneruskan kata-kata kerana Khairul sudah mengucup bibirku. Khairul tersengih sejurus melepaskan bibirku. Aku tertunduk malu. Pasti wajahku sudah kemerahan kerana aku dapat rasakan hangatnya wajahku.
“Tu sebagai denda sebab tak panggil abang, abang.” Ujar Khairul. Aku mencebik. Boleh pula suka hati buat tu sebagai denda. Ni nak paksa aku panggil dia abang lah tu. Aku terkedu apabila Khairul sekali lagi mengucup bibirku. Pantas sahaja dia nilah.
“Siapa suruh buat mulut macam tu kan dah kena.” Ujar Khairul selamba.
“Awak.. eh abang pergilah mandi.” Cepat sahaja aku membetulkan panggilan untuk Khairul. Jika tidak pasti laju sahaja Khairul menciumku lagi.
“Nasib baik sebut abang. Kalau tak memang dah kena cium tadi. Oklah abang mandi dulu. Nanti kita sambung.” Khairul melepaskan pelukannya. Aku menarik nafas lega apabila Khairul melepaskanku.
SUDAH masuk enam bulan usia perkahwinanku dan ya aku semakin bahagia bersama Khairul. Dia melayan aku begitu baik sebagai seorang isteri meski kadang-kadang dia begitu galak mengusikku. Aku juga semakin menyayangi Khairul meski aku tidak pernah meluahkannya tapi aku tahu Khairul pasti mengerti perasaanku. Aku juga sudah berhenti kerja dari Ilham Construction dan menjadi suri rumah sepenuh masa sahaja.
Aku berjalan menuju ke pejabat Khairul. Aku membawakan makanan untuk suamiku atas permintaannya. Pejabat lengang sahaja kerana semua pekerja sudah pergi keluar makan tengah hari. Aku terus menuju ke bilik Khairul dan ketika di hadapan pintu bilik Khairul aku mendengar suara orang sedang bercakap kerana pintu tidak ditutup rapat. Tidak sempat aku menolak pintu itu kerana aku mendengar namaku disebut oleh seseorang. Seperti suara Haris. Aku hanya berdiri di depan pintu mendengar perbualan antara Khairul dan Haris.
“Farisha dah tau tentang hal sebenar?” Soal Haris.
“Dia tak perlu tahu. Bukan penting pun. Lagipun benda dah lepaskan.” Ujar Khairul. Aku terpinga-pinga. Perkara apa yang diperkatakan oleh mereka.
“Kau sure tak penting?” Soal Haris lagi sengaja memprovok Khairul.
“Kau nak apa sebenarnya ni? Cuba kau terus-terang je Ris.”
“Tak ada apa-apa. Cuma aku kesian kat Farisaha kena tipu oleh suami sendiri.” Ujar Haris sambil tersenyum sinis. Aku terkedu. Apa ni?
“Aku tak tipu dia ok. Memang kenyataannya aku sayangkan dia.”
“Ok fine. Maybe sekarang kau sayangkan dia tapi macam mana masa mula-mula kau dapatkan dia dulu. Kau kahwin dengan dia pun sebab memang syarat taruhan tu. Kalau tak mesti kau tak kahwin dengan dia kan.” Ulas Haris.
“Tak kiralah janji aku dah kahwin dengan dia. And you please stay away from her.” Balas Khairul sambil memberi amaran kepada Haris. Aku tergamam apabila mendengar tentang taruhan. Jadi Khairul kahwin dengan aku sebab dia bertaruh dengan Haris dan untuk menang taruhan tu Khairul kahwin dengan aku.
Aku masuk ke dalam bilik itu kerana aku perlukan kepastian dari Khairul. Terdiam kedua-dua lelaki itu apabila aku tiba-tiba sahaja menerpa masuk.
“Eh.. sayang baru sampai. Lambatnya. Abang lapar ni.” Khairul berjalan mendapatkan. Dia memegangku tanganku namun laju sahaja aku menepis.
“Sayang?” Ujar Khairul dengan dahi berkerut. Mungkin tidak faham kenapa aku menolak dari disentuh.
“Taruhan apa yang abang buat dengan Haris?” Soalku mendatar sambil memandang wajah lelaki yang amat kusayangi.
“Taruhan? Taruhan apa ni? Abang tak faham.” Dalih Khairul. Haris hanya memandang.
“Abang jangan nak buat-buat tak fahamlah. Sha dah dengar tadi abang cakap pasal taruhan dengan Haris.”
“Sayang dengar dulu. Ini bukan seperti yang sayang sangkakan. Ok abang terus terang.” Ujar Khairul gelabah. Aku duduk di sofa untuk mendengar penjelasan Khairul. Aku bukanlah jenis orang yang akan membuat keputusan terburu-buru tanpa mendengar penjelasan tentang hal yang sebenarnya.
“Haris, awak keluar boleh? Biar saya bincang berdua je dengan Khairul.” Pintaku kepada Haris. Haris mengikut kata-kataku. Sebelum keluar Haris sempat menoleh pandang kepadaku namun aku hanya buat tidak tahu.
“So, apa penjelasan abang.”
“Firstly abang nak minta maaf sebab buat taruhan dengan Haris tapi abang langsung tak ada niat nak tipu sayang ke apa. Abang setuju untuk bertaruh dengan Haris sebab Haris cakap dia sukakan sayang. Abang tak nak sayang jatuh ke tangan dia.”
“Kenapa pula?” Soalku. Khairul duduk di sebelahku dan melingkarkan tangan di pinggangku.
“Sebab Haris tu playboy. Dia tak sesuai untuk sayang. Lagipun bila Haris cakap macam tu abang rasa sakit hati. Yang abang tahu abang mesti dapatkan sayang dengan apa cara sekalipun.” Ujar Khairul lagi.
“Tu yang abang terus kenalkan Sha sebagai girlfried abang kat mama dan papa. Sebab abang tahu mesti mama dan papa akan terus suruh abang kahwin.” Khairul mengangguk apabila mendengar kata-kataku.
“Abang minta maaf sebab paksa sayang kahwin dengan abang. Abang mengaku bila abang ajak sayang kahwin tu abang tak pasti dengan perasaan abang. Tapi bila abang melafazkan akad, abang pasti abang cintakan sayang. Abang tak tipu. Sayang kena percaya abang.” Khairul memelukku erat. Aku hanya diam sambil ligat memikirkan apa yang perlu aku lakukan.
Sememangnya aku sendiri tidak percaya Khairul cintakan aku sebelum kahwin ekoran layanan yang diberikan kepadaku. Khairul sendiri juga tidak pernah meluahkan perasaan kepadaku. Jadi tidak menjadi soal sama ada Khairul cintakan aku atau tidak sebelum kahwin kerana yang aku hanya mahu sekarang ini Khairul cintakan aku selepas aku sah menjadi isterinya. Aku juga tidak mempunyai perasaan kepadanya sebelaum kahwin. Jadi sama sahaja situasi kami berdua.
Khairul merenggangkan pelukan dan merenung ke dalam wajahku. Aku turut membalas renungan matanya.
“Sorry.” Ujar khairul sepatah.
“Sha tak kisah pasal taruhan tu sebab kalau abang tak buat macam tu mesti Sha takkan pernah rasa bahagia macam sekarang. Cuma satu je Sha nak tahu sekarang ni. Abang betul-betul cintakan Sha?”
“Demi Allah abang sangat cintakan sayang. InsyaAllah abang akan cintakan sayang sepanjang hayat abang.” Ujar Khairul sambil mengelus wajahku. Aku yakin dan percaya kata-kata Khairul kerana aku sentiasa dapat rasakan setiap perlakuannya penuh denganrasa cinta kepadaku.
“Sha pun cintakan abang.” Luahku buat pertama kali. Khairul tersenyum mendengar luahan cintaku.
“Terima kasih sayang. Lama abang tunggu sayang ucapkan cinta pada abang.” Khairul kembali memeluk erat tubuhku. Lama kami diam merasakan kehangatan tubuh masing-masing. Namun tiba-tiba aku terfikir apa yang Khairul dapat bila mengahwiniku.
“Abang.” Panggilku sambil melepaskan pelukan dan memandang wajah Khairul.
“Ya sayang.”
“Apa yang abang dapat masa menang taruhan dengan Haris tu?” soalku ingin tahu.
“Er.. bukan benda besar pun. Tak payahlah sayang tahu. Lagipun abang tak terima pun benda tu.” Jawab Khairul.
“Kenapa?”
“Sebabnya abang dah dapat hadiah paling besar dan bermakna dalam hidup abang.” Khairul mencuit hidungku. Hatiku berbunga-bunga apabila mendengar kata-kata Khairul. Sudah pastilah aku yang dikatakan hadiah paling besar dan bermakna.
“Apa bendanya?” Soalku sengaja buat-buat tidak tahu.
“Tak payahlah sayang nak buat tak tahu pula. Padahal dalam hati tu dah kembang setaman.” Usik Khairul. Aku ketawa bahagia. Khairul juga merupakan hadiah paling besar dan bermakna yang pernah aku dapat dalam hidup ini.
“Sayang, laparlah.” Khairul menggosok perutnya menunjukkan dia benar-benar lapar.
“Eh lupa pula. Jom makan. Hari ni Sha masak favourite abang. Sotong sambal dengan kerabu mangga.” Aku membuka bekalan makanan yang kubawa tadi. Lebar sahaja senyuman Khairul apabila kuhidang makanan kegemarannya.
“Thanks sayang. Ni yang buat abang makin sayang kat sayang ni.” Khairul makan dengan begitu berselera sekali. Aku bahagia melihat Khairul menikmati masakanku.
Aku bersyukur Allah mengurniakan Khairul sebagai suamiku. Tidak kisahlah bagaimana cara Khairul mendapatkanku. Itu semua tidak penting kerana sememangnya jodohku bersama dia. Kami akan bersatu walau dengan apa cara sekalipun. Cintaku kepadanya semakin hari semakin mendalam.
Abangku Suamiku
30 Apr 2015 10:23 PM (10 years ago)
Aku leka menandankan diriku sendiri. Culik sana. Culik sini. Celak sana. Celak sini. Siap untuk keluar! Aku memasukkan semula barang-barang dandanku ke dalam beg tangan. Manalah tahu, dalam pejalanan tiba-tiba mekap aku ni buruk ke. Bolehlah aku edit-edit sikit muka aku ni. Ahaks… Selesai berselfie. Oh, sempat juga post di facebook. Aku menuruni satu demi satu anak tangga.
Kelihatan Abangku duduk menghadap Umi dan Abah diruang tamu. Apalah yang mereka bualkan sampai Abang Hafeez asyik angguk-angguk je. Lepas itu, tunduk pandang tanah. Haaa.. Lantaklah! Yang penting misi aku berdate dengan Abang Hafeez berjalan dengan lancar.
“Abang… Jom!”ajakku. Aku berdiri di sisi Abang Hafeez.
Abang Hafeez menoleh. “Okey…” jawabnya ringkas tetapi ia menyeronakkan. Abang Hafeez bangkit dari sofa. Dituruti Umi dan Abah bangun dan mengiringi Aku dan Abang Hafeez ke pintu utama.
“Hafeez, jangan bawak Wada merata-rata tempat. Jangan nak merewang tak tentu fasal. Cukup dua tiga tempat saja. Nanti, kalau jiran-jiran abah nampak Hafeez dekat luar tu apa pula kata mereka?”Pesan Abah panjang berjela. Yala, Abah Aku adalah Ketua Kampung di sini. Bukan Ketua Kampung sahaja. Abah juga merupakan orang terkenal disini sebagai Imam Muda di Masjid Ar- Raudah.
“Baik Abah. Hafeez janji tak bawak Wada lebih dari tiga tempat. Terima kasih abah bagi Hafeez keluar dengan Wada.”Janji Abang Hafeez tika dia menyalami tangan abah.
“Dengar nasihat Abah itu. Wada, jangan pulang lewat. Kamu tu sorang je anak Umi dan Abah.”Nasihat pula Umi.
Aku mengukir senyuman. “Baiklah Umi, Wada akan pulang cepat.”ujarku.
Aku membolosi diri kedalam perut Myvi Abang Hafeez. Abang Hafeez memandu Keluar pekarangan rumah.
Suasana di dalam kereta kini sunyi. Tiada apa yang mahu dibualkan. Abang Hafeez diam. Jadi Aku pun diam juga. Dengan istilah “buatlah seperti kereta sendiri” aku membuka radio. Kebetulan pula lagu kegemaranku Cinta Muka Buku di siarkan di Radio Hot FM. Aku apa lagi? Nyanyilah sepuas hati. Bagaikan Akulah Najwa Latiff. Ahaks… Perasan gila!
Banyak soalan banyak juga jawapannya
Kata hati dan rasa tak dibiar saja
Setiap yang berlaku ada kebaikannya
Harus pejam mata dan cuba apa saja
Pabila kau renung tajam-tajam mata aku
Ku rasa sesuatu rasa yang ku tak tahu Oooo…
Ini cinta remajaku
Dan pabila kau katakan kau suka aku
Ku terdiam terkedu tak tahu mana nak tuju Oooo…
Itulah cinta yang satu, cinta di muka buku..
“Seronoknya menyanyi…”tegur Abang Hafeez tiba-tiba.
“Mahu tak seronok. Abang ni…Dari tadi duduk diam saja. Kenapa?”Tanyaku. Yela, bila Abang Hafeez bersuara baru aku bersuara. Bila Abang Hafeez diam mesti aku diam. Haha. Gedik juga aku ni!
“Wada, Abang Hafeez nak tanya Wada sesuatu boleh tak?”
Keningku mula berkerut. Abang Hafeez ni. Tak pernah nak mintak izin nak tanya. Selalunya Abang Hafeez straight to the point je. Tak ada nak minta izin.
“Tanya jelah…”
“Kalau Wada dan Abang ber…” Abang Hafeez terdiam sejenak.
“Ber? Ber apa?”tanyaku. Tidak suka langsung kalau nak tanya disekat-sekat. Mahu sahaja di cubit-cubit mulutnya!
“Kalau Wada dan Abang bersatu macam mana agaknya ya?”
“Bersatu? Hmm… Kan Abang Hafeez, abang yang paling Wada sayang. Mestilah kita akan bersatu sebagai abang dan adik. Kenapa Abang Hafeez?”
“Oh! Nothing. Tanya saja.”
Pelik je bunyinya. Riak wajah Abang Hafeez macam tak boleh terima Jawapan aku saja. Aku hanya mengganguk Aku mengerti Abang Hafeez hanya tanya.
Suasana sunyi kembali. Aku buat hal aku, Abang Hafeez buat hal dia sendiri. Oh ya, lupa pula aku, Mesti korang pelikkan kenapa aku dan Abang Hafeez tak boleh keluar selalu? Kan? Sebenarnya, Abang Hafeez ini adalah abang angkat aku sejak aku berada di Kolej Yayasan . Aku sudah anggap Abang Hafeez macam Abang Kandung aku sendiri.
Beberapa tahun yang lalu, aku pulang dari Kolej Yayasan untuk cuti semester. Abah meminta aku beli ubat untuknya di Farmasi. Kebetulan pula, Farmasi itu berhampiran dengan Kolej Yayasan. Abah tidak mahu pergi ambil sendiri kerana kaki abah sakit dan sukar mahu berjalan sejak Abah jatuh motosikal ketika Abah pergi ke kebun untuk melihat pokok tanamannya.
Aku terlihat seorang gadis molek dengan gaun sambil memengang kasut tumit tinggi berlari di hadapan ketika aku memandu. Selamatlah kereta aku masih jauh. Tidak sampai beberapa minit. Kelihatan seorang lelaki berlari. Namun, kereta aku menghampirinya dan Bump! Aku terlanggar dia.
Aku keluar dari kereta dan menghampiri lelaki itu. Dengan wajah cemas lagi memanikkan, aku memaksa lelaki itu untuk ke hospital.
“Awak, jom saya hantar ke hospital!.”
“Eh, tak apa – tak apa. Saya okay.”bantah lelaki itu.
“Ish, tak okay apa benda tu. Tengok banyak darah.”kataku tegas. Orang ramai yang menyaksikan kejadian itu membantu memapah lelaki itu.
“Mintak Ic.”ujar nurse di kauter pertanyaan di Hospital itu.
Lelaki itu menghulurkan kepada aku. Yela, macam manalah nak suruh lelaki tu bagi sendiri dengan kaki dia yang tercedera tu.
Sempat juga aku melihat di kad pengenalan mamat itu. Muhammad Wusnul Hafeez B. Mohammad Hasnul.‘Hmmm, sedap juga nama dia. Wusnul Hafeez. Cute!’ Bisik hati kecil aku.
“Awak tunggu sini kejap. Saya nak amik kereta kat park car tu kejap eh. “ujarku lantas belari anak mendapatkan kereta aku. Lelaki yang menggunakan tongkat ada berdiri di pintu utama hospital itu.
Aku membantu memapah dia masuk kedalam kereta aku. Aku pula masuk ke dalam tempat pemandu. Aku memulakan perjalanan.
“Saya Wada. Pelajar Kolej Yayasan.”aku perkenalkan diri aku kepada mamat itu.
“Oh, panggilan yang manis. Saya Haf…”
Belum sempat dia menghabiskan kata-katanya. Aku menyampu.
“Hafeez, your Ic!”ujarku. Tangan kiriku menunjukkan indentity card dihadap lelaki itu. Lelaki itu mencapai.
“Oh… Nice to meet you.”
“Yep. Nice to meet you too.”balasku.
Oh ya! Aku ni perempuan dia tu kan lelaki. Huarghh! Macam mana ni? Macam mana ni?
“Erm, Hafeez. Saya hantar awak di hotel mahu tak?”
“Eh, tak apalah! Awak berhentikan saya dekat tepi jalan tu.”
“Eh, Gila ke apa? Kaki awak tu sakit. Macam mana? Hurm… Kejap saya call abah saya.”
Aku mendail nombor abah pada key pad di telofon bimbit aku. Abah menjawab panggilan aku.
“Waalaikumusalam, abah! Kalau Wada nak bawak Hafeez balik rumah boleh?”
“nanti dekat rumah Wada ceritakan semua ya Abah. Abah jangan risau . Wada on the way balik rumah dah ni. Assalamualaikum, Abah.”
Talian di matikan.
“Okay, saya bawak balik. Abah saya izinkan.”Kataku.
Dia hanya mengganguk.
Aku tiba di rumah. Selepas menyalami Umi dan Abah. Aku meminta izin untuk menunaikan solat fardu Magrib. Aku melangkah mendaki anak tangga satu persatu. Selepas membersihkan diri, membaca Al-Quran dan menunaikan solat fardu Isya’ seperti rutin harian aku, aku mengenakan tudung sarung turun ke bawah menuruni anak tangga untuk membantu Umi apa yang patut untuk makan malam.
“Hafeez malam ni tidur jelah rumah Abah. Kaki tu masih sakit lagi kan? Tak apa tinggal je dulu rumah Abah sampai kaki HAfeez sihat ya.”ujar Abah ketika kami di meja makan.
Abah?! Sejak bila dah panggil Abah ni? Jadi aku kena panggil Abang ke? Abang? Abang Hafeez? Pratice, practice. Abang Hafeez…
“Baik Abah. Tak apalah, Hafeez tinggal dua , tiga hari je Abah.”
“Abah, yang petang tadi tu…” Belum sempat aku mahu habiskan cerita aku yang baru bemukadimah Hafeez sudah laju menyampuk.
“Abang Hafeez dah ceritakan.”ujar Hafeez.
“Abang?”terkejut aku. Memang benar jangkaan aku kena panggil dia Abang.
“Wada, sudi ke panggil Abang Hafeez?”tiba-tiba soalan maut keluar dari Abang Hafeez. Ish, tak tahu malu betul. Sudahlah depan Umi dan Abah. Main straigt to the pointje. Bebelku di dalam hati.
“Ala Wada, panggil je lah Abang Hafeez. Hafeez dah masuk dalam keluarga ni.”Sampuk Abah. Abah sudah mula tersenyum-senyum. Menyakat aku lah tu. Abah!
“Oh ok. Hafeez. Eh, Aban…Abang Hafeez.”
Terhenti lamunan aku takala Abang Hafeez mengetuk tingkap pintu kereta. “Tak nak keluar ke? Sibuk berangan. Ke nak tunggu Abang Hafeez yang angkat Wada? Hah?”Ujar Abang Hafeez.
Muka aku mula kemerahan tahap maksimum. Huh. Abang Hafeez sudah mula ketawa terbahak-bahak di luar. Dengan sepantas kilat aku keluar dari kereta Abang Hafeez. Aku dan Abang Hafeez makan bersama.
Kemudian, kami ke panggung wayang dan bershopping di Shopping Kompleks. Aku menilik jam. Sudah pukul 5 petang. Abang Hafeez menghantar aku pulang. Kemudian, Selepas Abang Hafeez solat asar dan makan petang di rumah. Abang Hafeez pulang.
***
“Khawin?!”terkejut Aku ketika berada di Taman Mini di hadapan rumah Aku itu. Bagaikan beruk terkejut.Oh tak, Aku lebih terkejut dan lebih teruk dari beruk terkejut. Kalau beruk melihat Aku tika ini, mesti dia ingat Aku ni salah satu daripada spesisnya. Tak nak! Aku baru dua puluh tiga tahun. Tak habis lagi zaman membujang. Awalnya nak khawin? Biar betul?
“Yela, khawin. Yang terkejut sangat tu kenapa?”
“Ala… Abah ni… Wada baru dua puluh tiga tahun. Lambat lagilah nak fikirkan hal-hal khawin ni. Wada tak nak.”bantahku kepada Abah. Oh, ngerinya dengar fasal khawin.
“Khawin ini mengelakkan maksiat terus berlaku. Kamu tu hari-hari keluar dengan Hafeez. Jiran kita ni, asyik duk tanya Abah je… Siapa Hafeez tu… Mahu tak biru muka Abah nak cari jawapan?”
“Ala… Ok, Wada janji, Wada takkan keluar selalu dengan Abang Hafeez.”ujarku. Harap Abah sudi menerima kata-kata aku.
“Khawin tetap khawin. Kami tak nak masa kami buat Umrah ada berlaku sesuatu di sini.”Sampuk Umi yang baru tiba di Taman Mini ini.
“Umrah? Bila Umi dan Abah nak pergi?”tanyaku agak terkejut. Amboi, berahsia. Tahu-tahu nak pergi je.
“ Tiga minggu lagi. Sepanjang tiada Abah dan Umi, Abah nak ada orang yang jaga Wada. Tak adalah kami risau masa berada di sana nanti.”
Nampaknya, Abah tidak menerima janji aku. “Ala… Abah, Wada tahu jaga diri Wada sendiri.”jawabku. Tetap dengan pendirian aku tidak mahu khawin lagi. Biarlah aku membunjang sampai berumur dua puluh lapan dulu baru fikirkan hal-hal khawin ni.
“Kami tak setuju. Umi nak kamu khawin dengan Hafeez. Keputusan kami muktamad! Tak ada bantahan.”kata Umi tegas.
Berderau darah Aku. Dadaku bagaikan tercabut daripada tempatnya. Bagaikan tidak tergantung dan tidak berada di tempatnya. Oh Umi, hal khawin tu satu hal. Paling mengejutkan dengan Abang Hafeez? Hah?! Biar betul? Lagilah Aku tak mahu.
“Abang Hafeez? Abang Hafeez itu Wada anggap dia Abang je Umi, Abah. Abang kandung Wada.”
“Habis tu kamu nak khawin dengan Farizan? Abang Hafeez dah setuju nak khawin dengan kamu. Dah-dah. Minggu depan kita siapkan semua. Minggu lagi satu akad Nikah.”ujar Umi. Ahaks! Siap perancangan dah. Abang Hafeez setuju? Jadi? Tak nak! Aku sayang Farizan tu. Aku Cuma nak tunggu dia. Sebab tu aku nak khawin lambat lagi. Nak kena Abang Hafeez ni. Berani setuju tanpa tanya aku dulu. Semalam? Oh semalam, patutlah Abang Hafeez tanya semalam. Abang Hafeez memang nak kena ni.
***
“Abang Hafeez. Kenapa Abang Hafeez buat Wada macam ni? Sedangkan Abang Hafeez tahu yang Wada cinta dan sayang pada Farizan.”Tegasku takala kami berada di halaman rumah. Oh, di Taman Mini.
“Ya… Abang Hafeez tahu. Tapi, Abang Hafeez tak nak Wada di permainkan dengan Farizan tu lagi. Abang Hafeez tak sanggup. Farizan dah beristeri tahu tak? ”lantang Abang Hafeez bersuara.
Amboi... Pandai-pandai sahaja Abang Hafeez ni. Aku lebih kenal dia lebih lama dari kaulah! Sesedap mulut je kata dia macam tu. Mahu sahaja aku cili mulutnya. Ahaks!
“What?! Abang Hafeez, Wada lebih lama kenal dia dari Abang Hafeez kenallah. Wada tak suka Abang tuduh dia macam tu.”
“Wada, Abang Hafeez lagi tak suka Wada berkawan dengan dia lagi berkasih. Jantan tu memang tak guna.”ujar Abang Hafeez.
“Abang!”jeritku.
***
Hari ini merupakan hari boring buat aku. Duduk di Taman Mini juga boring. Selalunya berbual-bual dengan Abah dan Umi. Namun, hari ini mereka tiada di rumah. Mereka ke Bandar menyelesaikan urusan untuk pergi ke Mekah menunaikan Umrah.
Sejak Aku dan Abang Hafeez bertengkar minggu lepas, Abang Hafeez tidak menghubungi Aku. Jumpa? Jauh sekali. Abang Hafeez juga tidak menjejaki kaki lagi ke rumah ini. Oh, jika Abang Hafeez mendiamkan diri, aku juga mendiamkan diri. Yes! Ikut prinsip aku. Lebih berdiam.
Aku duduk di ruang tamu menonton televisyen. Filem Ombak rindu di tayang di Astro. Walapun sudah kerap kali berulang. Aku tetap menonton. Menarik! Sepadan juga Aaron Aziz dan Maya Karim bila berlakon. Ahaks… Tapi kesian juga dekat Izzah. Jahat betul Pak cik dia tu.
Tiba-tiba, pintu utama di ketuk. Salam juga di beri. Suara lembut. Macam perempuan. Aku menjawab salam dalam membuka pintu. Betul tekaan itu, tetapi siapa wanita itu? Kenapa dia datang?
“Adik nama Wada ke?”
“Aah, saya Wada.”jawabku. Masih dengan beribu-ribu tanda tanya di otak.
“Oh, baguslah! Akak nak bagitahu sesuatu dekat Wada ni. Adik kenal Farizan?”
Aikk… Farizan. Kenapa dengan Farizan. “Kenal kak, kenapa Kak?”tanyaku lagi.
“Boleh akak masuk?”
“Boleh.”jawabku. Aku mengiringi wanita itu duduk di sofa di ruang tamu. Oh, lupa aku mahu minta wanita itu masuk dulu. Sudah mengandung. Tak fasal-fasal pengsan bediri di luar.
“Nama akak Wirna Izzati. Sebenarnya akan nak bagitahu dekat Wada. Akak ini datang jauh dari Brunei. Akak kena juga datang. Akak tak nak suami akak di ambil orang.”
“Siapa pulak nak ambil suami akak? Mungkin akak salah orang ni. Nama sama dengan Wada.”jawabku. Agak sedikit terkejut. Pelik! Bila masa Aku ambil suami orang? Aku tak pernah nak ambil atau kacau suami orang.
“Wada kenalkan Farizan? Dia suami akak. Farizan sekarang berada di hospital sebab di pukul oleh beberapa orang. Akak tak tahu siapa punya angkara. Akak harap Wada tidak ambil Farizan ya. Akak sayang Farizan, suami akak.”ujar wanita itu. Wanita itu menanggis teresak-esak.
“Ya Allah. Maafkan Wada Kak… Wada tak tahu pulak yang Wada berkawan dengan suami akak. Maafkan Wada. Wada janji, Wada tak kan ganggu suami akak. Maafkan Wada ya kak.”ujarku memohon ampun dan maaf. Aku melutut di hadapan wanita itu. Ya Allah, tak sangka Farizan tu ada isteri.
***
Aku baru selesai menunaikan solat fardu Isyak. Hati aku belum cukup tenang. Abang Hafeez, sudah seminggu mendiamkan diri. Mana dia? Abang Hafeez! Wada rindu Abang Hafeez. Rintihku dalam hati.
Aku bangun dari tempat sujud dan menghampiri meja solek. Telefon bimbit jenama Android itu aku capai. Oh, aku tidak mahu menghubungi dia. Malu! Malu dengan Abang Hafeez. ‘Hurm, SMS sahajalah’bisik hatiku. Pantas jari jemariku menari-nari di atas screen telefon.
Salam, abg Hafeez Wada nk mntk maaf kt abg Hafeez. Wada thu Wada slah anggap abg Hafeez. Wada x prcye ckp abg Hafeez.
Pesanan di hantar. Oh, mengigil-gigil tanganku menekan punat hantar. Akibat terlalu mengantuk aku tertidur. Lena di buaikan mimpi. Aku tersedar pada jam sepuluh setengah malam. Pantas aku mencapai telefon. Hampa, tiada pesanan dari Abang Hafeez. Abang Hafeez merajuk ke?
Abg Hafeez. Wada mntk maaf cgt-II. Wada tahu Wada salah. Wada ckp abg hina Farizan. Tapi, Farizan mmg terhina pun. Wada mntk maaf.
Aku menghantar lagi pesanan kepada Abang Hafeez. Lantas, aku terus tidur.
Telefon aku menjerit. Aku bangun dalam keadaan yang mamai. Aku melihat pada screen telefon. Terpapar satu pesanan daripada Abang Hafeez.
Waalaikumusalam. X pe. Esok, abg Hafeez dtg rumah Umi ya. Meet you tomorrow.
Terpapar pesanan itu.Aku menaip. Aku terus tekan punat hantar. Lantas aku terus merebah badan ke atas katil semula. Serius! Mengantuk. Aku lena di ulir mimpi.
***
Aku duduk di Taman Mini bersama-sama Abang Hafeez. Oh, seperti pesanan Abang Hafeez malam tadi. Abang Hafeez sudah tercegat di pintu utama sejak pukul sepuluh pagi. Umi dan Abah masih lagi sibuk menjalani khusus sebelum ke Umrah tidak lama lagi.
“Betul ke Wada sayang Abang Hafeez? Rindu Abang Hafeez?”tanya Abang Hafeez.
Kening aku mula bercamtum. Sayang? Rindu ? bila aku cakap dengan dia ni? Eh, mana ada. Tak ada. Tak ada. “Mana ada Wada cakap macam tu Abang Hafeez. Ei, Abang Hafeez ni perasan sahaja. Poyo!”ujarku.
Abang Hafeez mula tersenyum-senyum. “Hei, cuba Wada baca pesanan ni. Wada yang hantar dekat Abang Hafeez. Tau.”Abang Hafeez menunjukkan pesanan yang terpapar di screen telefonnya.
sok, kjmpex habg dsok. Fcygn yabg.smiss u.-Wada
Muka aku merona kemerahan. Eh, Lantas aku membaca semula semua pesanan yang aku hantar di dalam telefon bimbit aku. Mak! Oh bukan, Umi… Kenapa ni? Haa.. Mesti sebab aku mamai sampai hantar pesanan macam tu. Aduh! Malunya aku. Terasa mahu menyorok muka di bunga-bunga yang Umi tanam di sini. Memalukan! Huh…
“Eh, agaknya Wada dengarkan soalan abang tadi? Okay Abang Hafeez ulang eh… Betul ke Wada sayang Abang Hafeez? Rindu Abang Hafeez?”tanya Abang Hafeez.
“Eh, mana ada. Tertekan je tu…”jawabku perlahan.
“Tertekan? Erm, tak mungkinlah. Sebenarnya…”Abang Hafeez terhenti di situ. Diam sejenak. Seperti mencari aura sebelum mula berbicara.
“Sebernanya. Sepanjang kita berabang, beradik! Abang dah jatuh cinta dengan Wada. Abang Hafeez dah sayang dekat Wada. Tapi, Abang Hafeez kecewa.. Bila.. Wada tak pandang Abang Hafeez. Still nak pandang Farizan tu.”
“Maafkan Wada, Abang Hafeez. Wada tahu Wada salah. Wada buta. Wada tak pandang apa-apa yang Abang Hafeez dah buat kat Wada. Maafkan Wada.”
“Abang Hafeez… Dah lama dah Abang Hafeez maafkan Wada…”ujar Abang Hafeez sambil mengukir senyuman.
“Terima Kasih Abang, Wada sayang Abang Hafeez…”Ujarku.Oh, malu dengan kata-kata sendiri. Sayang? Oh… Aku dah jatuh hati pada Abang Hafeez.
Makin mekar senyuman Abang Hafeez di bibir ranumnya. “Jadi, Wada tahukan kenapa Abang Hafeez setuju dengan permintaan Umi dan Abah?”
Aku hanya mengganguk. Erm, patutlah dia setuju nak khawin dengan Aku. Rupanya, dalam hati hanya Aku sahaja. Oh, manisnya.
“Wada, sudi menjadi isteri Abang?”Lamar Abang Hafeez.
Aku tidak tentu arah. Terima? Oh, tak! Tak. Umur aku dua puluh tiga.
“Ya”jawabku. Eh, Otak tak sama dengan mulut. Haish.
***
Suasana di rumah riuh rendah dengan suara penduduk kampung dan orang ramai yang mengujungi rumah Umi dan Abah. Alhamdulilah, aku sah menjadi isteri kepada Abang Hafeez semalam. Segala-gala gurauan dari penduduk kampung juga memeriahkan lagi suasana ijab Kabul . Oh, malunya aku! Tapi, aku kena terima juga. Ya, aku malu-malu menyalami tangan Abang Hafeez.
Ramai juga yang mengujungi rumah aku hari Umi dan Abah hari ini. Jenuh aku kaki aku menyambut tetamu yang datang dan pulang. Terasa mahu rebah di situ. Namun, majlis ini haruslah diteruskan juga.
“Abang Hafeez. Jom duduk dulu. Wada penatlah…”ngadu kepada Abang Hafeez. Abang Hafeez hanya mengganguk.
Aku menghampiri meja yang terletaknya air. Oh, sudahlah panas terik. Haus pulak tu.Bebelku dalam hati.
“Abang Hafeez, Ana tadi comelkan?”kataku kepada Abang Hafeez memulakan perbicaraan.
Ramai sahabat-sahabat Abang Hafeez yang datang. Perempuan, lelaki semuanya ramai. Ada yang beristeri ada yang bersuami. Ada juga yang mempunyai Anak.
“Ana?”riak muka Abang Hafeez terkejut.
“Ya Ana, yang salam dengan Wada tadi. Comelkan?”jawabku takala teringat kawan-kawan Abang Hafeez yang bersalam dan menghulurkan hadiah kepada Aku.
Tiba-tiba Abang Hafeez Ketawa. Hei… Apa yang kelakarnya?
“Maaflah Wada, yang bersalam dengan Wada tadi tu… Zarith, Zana, Wahida dan Mimi. Ana tu kata ganti nama diri saya dalam Bahasa Arab”ujar Abang Hafeez.
Serta merta muka aku mula kemerahan. Aduh! Macam mana boleh terlupa enta, enti, ukthi, akhi. Allah…
***
Aku dan Abang Hafeez menunaikan solat Isyak bersama-sama. Selepas itu, Abang Hafeez mahu Aku memperdengarkan bacaan Al-Quran. Jika salah pada hukum tajwid, Abang Hafeez akan membetulkan bacaan Aku. Selepas selesai sepuluh ke lima muka surat. Abang Hafeez membenarkan Aku berhenti dan sambung esok.
Aku menanggalkan kain telekung. Lalu terus menuju ke atas katil. Terasa jagal mala mini. Selalunya, tidur tanpa teman. Hari ini, malam ini Abang Hafeez di sisi. Aku terus merebahkan badanku ke atas katil.
Abang Hafeez baring lalu memelukku dari belakang. Aku hanya mendiamkan diri. Malu mahu memandang muka Abang Hafeez.
“Wada…”panggil Abang Hafeez. Dia cuba menarikku agar menghadap mukanya. Aku menurutkan.
“Hurmm…”
“Terima Kasih kerana hadir dalam hidup Abang Hafeez. Terima Kasih sebab sudi menjadi isteri Abang Hafeez. Abang Hafeez sayang Wada sangat-sangat”ujar Abang Hafeez manis.
Terasa dahiku panas. Lama, Abang Hafeez mengucup dahi aku. Aku terasa tenang ketika itu.
“Wada juga sayang Abang Hafeez. I love u , Abangku Suamiku.”ujarku.
Abang Hafeez hanya tersenyum. “Jom kita tidur.”ujar Abang Hafeez.
Aku membiarkan sahaja Abang Hafeez membuat sesuatu. Namun, ayat terakhir dari Abang Hafeez.
“Ya Allah, kurniakan kebahagian kepada kami. Kekalkan kami. Berikan zuriat kepada kami.”
TAMAT
***
Semoga cerpen ini menarik untuk di baca oleh Semua pembaca . Segala pekara yang baik datangnya dari Allah, Segala kelemahan itu datangnya dari diri saya sendiri. Harap sudi berikan sedikit komen tentang cerpen Abangku Suamiku agar dapat di perbaiki.
KAWAN SAMPAI BILA?
Will you stay?
Will you stay away forever?
How do I live without the ones I love?
Time still turns the pages of the book it’s burned
Place and time always on my mind
I have so much to say but you’re so far away
Lagu So Far Away nyanyian Avenged Sevenfold kegemarannya berdendang sakan di cuping telinga.
Dengan kepala yang berserabut and hati yang gelisah, dia dah tak tahu nak buat apa. Menangis? Dah puas sampai tak ada air mata nak keluar lagi dah. Arghh stress tahu tak? Stress tahap melampau mengalahkan stress nak final je.
Terdengar ketukan di pintu bilik. Pintu dibuka dengan muka yang tiada perasaan. Terjengul muka kawan baiknya, Tina.
“ Yan, kau ok tak ni? Please jangan buat muka macam tu. Aku risaulah,” perlahan Tina berkata. Ecehh, nak pujuk aku ler tuh.
“Kau tahu tak apa masalah kau ni? Kau sedih sampai macam ni bila Haikal tu nak further kat overseas. Kucing kau mati pon kau tak ada nak menangis sampai macam ni.” Bebel si Tina lagi.
“Sedih la wei. Haikal kan kawan baik aku since sekolah lagi. Lepas tu bila dia dapat tawaran tu, dia nak pergi. Habis tu kalau dia tak ada nanti, aku macam mana? Siapa nak teman aku makan kalau tengahtengah malam nanti kang lapar? Siapa nak teman aku jalan kalau aku stress? Siapa nak happy kan aku kalau aku tengah sedih? Siapa nak..”
“Ok enough!”
Tak sempat nak cakap habis lagi mak cik ni dah tahan apa aku nak cakap. Betul lah, selama ni life aku kalau tak dengan Tina ni, mesti dengan Haikal. Tapi boleh cakap la 70% hidup aku mesti dengan mamat tuh. Dia je yang paham aku.
“Apa je yang Haikal cakap dengan kau semalam?” Soal Tina serious.
“Kejap aku ingat balik. Semalam lepas habis class econs kita orang lepak café…”
“Yan, kau nak makan apa ni? Aku nak beli.”
“Kau belanja?”
“Ah kau, macam sebelum ni kau yang belanja?” soal haikal dengan muka dia yang tersenyum sinis tu. Ciss!!
“Hahahaha. Sengal kau. Disebabkan kau yang belanja, aku tak nak mahalmahal. Nak mee bandung je.
“Tak mahal sangat Yan oii” katanya sambal berlalu pergi.
Hahaha. Gila aku tak sayang member aku yang seorang ni? Haikal ni lah satusatu nya kawan lelaki aku yang aku ada. Yang lain pun kawan tapi tak lah serapat dengan mamat ni. Dia ni pun dari golongan anakanak orang kaya bhai. Ehh tapi bukan bermakna aku kawan dengan dia sebab duit ok. Sebab dia ni memang kawan yang sangat boleh jaga aku. Kah3.
“Hah, berangan je kerjanya.”
Sergah haikal sambal membawa dulang berisi makanan.
“Sedapnya mee bandung dia!” jerit aku yang agak teruja tengok keenakan mee bandung yang berada di depan mata ni.
“Woi cik kak, bismillah dulu kalau tak menyempat sangat pon” Aku hanya mampu tersengih sepeti kerang busuk. Bismillahirrahmannirrahim dan bedal!!!!! Yabedabedu.
“Yan…” aaaik, lain macam je tone suara ni.
“Gapo dio? Kawe tengan make ni,” ya Allah, rosak Bahasa aku buat.
Haikal hanya ketawa bahagia. Bahagialah sangat kan.
“Yan, janji dengan aku something.”
“Janji apa?” pandang aku pelik. Lain macam benar perangai Haikal hari ni.
“Janji dengan aku kalau aku pergi jauh bertahuntahun pun kau takkan berubah. Kau still Yan yang aku kenal sekarang. Yang ketawa tak tentu pasal. Yang harok tahap apa. Yang selalu buat kacau.” Haikal memandang sayu muka Yan.
‘Yan, kuat ke kau tanpa aku?’ soalnya di sudut hati.
“Mesti lah wei aku tak akan pernah berubah. Gila kau nak berubah. Eh tapi asal ayat kau gaya nak pergi jauh je. Berani kau tinggalkan aku. Aku karate kau karang.”
“Yan, aku dapat offer further dekat Australia. Due dia dua minggu lagi. And aku dah bincang dengan family aku semua. Aku confirm pergi nanti Yan. Aku pergi..” Sumpah sekali nafas je Haikal cakap.
Aku yang tersentak dengar dia cakap ni terus berhenti makan, berhenti gerak. Semuanya terhenti. Dia cakap dia nak pergi Australia kan? Dua minggu lagi kan?
Aku pandang muka dia. Patut senyum ke menangis sekarang ni? Ke patut blah je? Ke aku kene ketawa bahagia? Ya Allah kanapa aku tak dianugerahkan kebolehan berlakon sekarang ni. Aku tak tahu nak buat apa.
“Yan..” sayu je panggilan Haikal tu.
“So, bolehlah aku karate kau sekarang ni? Kau nak tinggalkan aku kan.” Soalku dengan ketawa yang berpurapura. Mata aku pun dah berair dah ni.
“Aku pergi 4 tahun je Yan. Aku janji habis je aku kat sana, aku balik sini terus jumpa kau. Kita berkawan macam sekarang ni balik.” Janji Haikal.
“4 tahun lagi kita tak tahu macam mana kita nanti. So, aku takut kita samasama tak boleh nak tunaikan janji kita Haikal.” Haikal macam mati kata. Mesti dia dah tak tahu macam mana nak pujuk aku kan?
“Haikal, walaupun aku sedih sekarang ni, aku relakan kau pergi. Aku harap kau dapat capai citacita kau.”
Aku terus berlalu pergi. Aku dengar haikal jerit nama aku. Tapi wei, aku tengah sedih ni.
Tina yang dengar dah mengeluh besar. Haila akak seorang ni. Menangis mengalahkan apa je.
“Yan, Haikal nak jumpa kau dari hari tu lagi. Luse dia dah flight pergi Australia Yan. At least kalau kau sedih sangat pun, jumpalah dia walaupun sekejap. Pesan aku Yan, jangan pernah menyesal dengan apa yang jadi akan datang.” Tina menepuknepuk bahu Yan dan berlalu keluar.
Ya Allah, apa aku dah buat ni? Haikal dah nak pergi jauh and kau still buat perangai gedik ni. Sejak bila kau jadi macam ni Yan oii. Kejam kau Yan. Mesti haikal tak tenang semenjak dua ni. Ok, aku tekad!!
‘Wei pak cik, malam ni makan luar jom. Kau belanja ok sebab kau nak pergi jauh kan. And Jangan lupa ambil aku! Hee. Jumpa malam karang.’ And butang send ditekan.
‘Aku dah dekat bawah’
Aku capai handbag dan kunci pintu. Perlahanlahan aku turun ke bawah. Haikal dah sampai.
Wow, malam ni dia bawak kereta BMW x6. Gila, kereta keluaran baru ni kot. Haikal dah tunggu depan kereta. Dengan baju dia yang santai tapi still nampak segak. Ok, jangan gatal Yan. Dia kawan kau, kawan! Senyuman dah terhidang untuk aku.
Rindunya dekat mamat ni. Dah lama kot tak jumpa. Ini semuanya kau punya pasal Yan. Padan muka!
Dia drive tenang. Duadua tak bersuara sampai lah dia bawak aku ke restoran yang mewah. Mewah wei. Baru tengok luaran je dah tahu.
“wei, serious makan dekat sini? Aku tak nak nanti ade orang complaint duit habis sebab belanja aku,” omelku sambal memandang dia.
Dia hanya ketawa dan siap membukakan pintu aku lagi. Tak pernahpernah ni. Lain macam betul aura malam ni. Asal macam romantic semacam?
Setelah pesanan di ambil, kami bertentang mata. Aku dah angkatangkat kening. Wahai cik Haikal, cakap la apa nak cakap.
“Janji dengan aku Yan jangan buat perangai macam tu lagi. Risau aku Yan. Ni aku dekat boleh lagi aku pujuk. Karang kalau aku dah jauh, macam mana?” Soal nya luluh.
“Kalau kau jauh, tunggu kau balik Malaysia la baru pujuk aku.”
“Demi kau Yan, seminggu sekali pun aku sanggup balik Malaysia,” ok, itu tak lawak ye Encik Haikal.
“Hahaha. Cliché sangat kau malam ni. Kaki nak kaki?”
Dan makanan pun sampai. Wah, mewah aku makan malam ni. Nyum3.
“Yan, sampai bila kita nak jadi kawan?” soal Haikal setelah beberapa ketika.
“Lah, bukan kita dah janji ke tak kira apa jadi, kita akan tetap berkawan sampai bilabila. Kawan sampai mati kan?” Betul kan apa aku cakap? Dah tu dulu apa yang kita orang janji.
“Yan, aku dah fikir masakmasak. Aku tak nak kita kawan sampai mati tapi aku nak kita ada hubungan yang boleh bawa kita samasama ke syurga. Ada hubungan yang halal.” Haikal berkata perlahanlahan supaya aku paham.
“Means?” soal aku balik. Ok, aku blur. Sesiapa, tolong paham kan aku. Kenapa nak hubungan yang halal pulak. Ke maksud dia sekarang ni yang dia tengah…… propose.. aku..? OMG!!
“Aku nak kau jadi isteri aku la sayang oii” dan Haikal kenyit mata.
Ya Allah! Serious ke ni wei? Lempang aku sekarang!
“Jangan nak buat lawak ye Encik Haikal. Kau sedar tak apa yang kau cakap sekarang?” soal aku tak puas hati. Jangan la maianmain wei. Soal hati dan perasaan kot.
“Aku dah lama sedar Yan. Sejak kita berkawan lagi, tak nampak ke yang aku ni sayang dekat kau?” soal Haikal tak puas hati.
“Aku ingat kau sayang aku macam adik.”
Haikal dah keluarkan kotak baldu kecil. Aku macam tahu je apa dekat dalam tu. Serious ke ni wei aku kene propose? Oleh Haikal pulak tu. Kawan baik aku?
“Aku tak nak kau bagi jawapan sekarang Yan. Kalau kau setuju, masa hantar aku kat airport nanti, datang lah and make sure kau pakai ni. Kalau kau tak datang and tak pakai, aku faham. Hati tak boleh di paksa.” Tak ada nada sedih ke nada happy. Mendatar je dia cakap.
“Dah makanmakan. Habiskan semua ni. Kau yang nak aku belanja kan?”
Makan malam tu diteruskan lagi dengan suasana gelak ketawa. Dia tutup terus case tadi. Mesti dia tak nak aku selesa kan. Well, haikal aku memang cool. Eh kejap, haikal kau? Perasan sangat kau ni Yan.
Lepas dia hantar aku sampai depan kolej, dia siap cakap pukul berapa flight dia luse karang.
Dan aku naik ke bilik dengan muka biasa. Aku baru je jejakkan kaki selangkah, Tina dah serbu aku macam anak gajah ok! Sangat lah tak sopan Tina ni.
“Mak cik! Baik kau cerita dekat aku apa dah jadi tadi. Amboi kau, keluar makan dengan Haikal senyapsenyap je ea. Takdetakde, cerita sekarang!” arahnya macam dia pulak mak aku. Hishh, mak aku pon tak bising lah.
“Well…” kataku melambatkan bicara. Saja je nak bagi Tina ni suspen.
“Cepatlah Yan. Aku punyalah tunggu kau balik sematamata nak dengar kau cerita. Kau saja kan dengki,” amboi Tina ni dah merajuk pulak. Muncung dah sedepa dah tuh. Kalau aku ambil penyangkut baju sekarang and sangkut dekat muncung dia tu, agakagak dia terjun bangunan tak dapat member macam aku ni? Hehehehe.
Ok jahat sangat aku ni. Perlahanlahan aku keluarkan kotak baldu kecil yang Haikal bagi tadi. “Guess what honey?”
“Like seriously mamat tu propose kau Yan? Oh My God! Yan?” tak menyempatlah mak cik ni. Aku tak habis cerita lagi dia dah sibuk tanya itu ini.
“Sabarlah wei. Aku tak habis cerita lagikan. Hishhh.”
“Memanglah dia propose aku tapi aku tak terima lagi and dia bagi aku masa untuk fikir. So, aku belum terima lagilah kan. Dan kita orang tak declare apaapa pun lagi.”
“Gila kau Yan. Punyalah jelas yang si Haikal tu sayang dekat kau. Kau boleh main tarik tali lagi dengan dia? Macamlah aku tak tahu dalam hati kau tu, Yan oii. Baik kau terima sekarang yan. Ishh, tak puas hati betul aku ni.” Nampak tak kalau Tina ni membebel kalah mak aku. Dia pulak yang lebihlebih.
“Memanglah aku tahu dia sayang aku and aku tak cakap pun kan yang aku tak sayang dia,” balas aku dekat Tina.
“So, sampai bila kau orang nak jadi kawan? Ish tak paham aku dengan kau ni Yan.” Soalan Tina tu aku balas dengan angkat bahu.
Aku pun tak tahu sampai bila. Haha
“Dah, aku malas nak layan kau. Yang penting kalau kahwin nanti tak jemput aku, memanglah aku kasi gegar rumah kau.”
Hahaha. Itu lawak Tina. Dan Tina terus berlalu keluar.
Aku dah lama tahu nak buat apa Tina. Aku seorang je yang tahu.
“Haikal sayang, dah pukul berapa dah ni? Karang terlepas flight pulak.”
“Kejap mama. Haikal tengah tunggu someone ni.” Balas Haikal resah. ‘Mana Yan ni? Takkan dia tak nak datang?” soalnya dalam hati.
Gila tak risau. Satu berita dari Yan pun dia tak terima. Terima ke tidak Yan ni? Bagilah dia berlapang dada sikit nak pergi overseas ni.
Mama dan Papa Haikal hanya memandang.
“Haikal, dah panggilan terakhir tu. Dah pergi cepat.,” gesa mama. Haikal dengan berat hati melangkah masuk ke balai. Yan tak terima ke?
“MUHAMMAD HAIKAL BIN DATO’ JAAFAR!” tibatiba ada satu suara nyaring yang memanggilnya. Yan….. terus haikal berpaling memandang Yan yang sedang kelelahan kerana berlari.
Yan dah tak kisah dengan matamata yang memandang. Ini semua roommate dia punya pasal. Dah dia terlambat. Dengan taxi satu. Haihhh.
Haikal sepeti menanti bicara Yan yang seterusnya. “Haikal, aku tak boleh…” lirih Yan bersuara sambil menghulurkan kotak baldu yang diberinya hari tu. “Yan, kenapa?” ok, Haikal macam dah nak menangis. Bukan jawapan ini yang diharapkan.
“Sebab…” perlahan Yan bersuara. “Aku nak kau serahkan cincin ni 4 tahun lagi lepas kau balik Malaysia. Masa tu baru aku tahu yang kau betulbetul sayang aku,” sambung Yan sambil mengenyitkan mata.
“Ya Allah Yan, aku dah risau takut kau cakap yang kau tak boleh terima aku sebab kau dah ada orang lain.”
“So, kita still kawan kan?” Soal Yan kembali.
“Sampai bilabila,” sambung Haikal dengan senyuman yang bahagia. Sekurangkurangnya dia tahu yang Yan akan tunggu dia. 4 tahun je Yan.
4 tahun kemudian…
Haikal kembali ke Malaysia dengan seribu harapan. Dia tak pernah melupakan Yan termasuk janji mereka setelah dia pulang ke Malaysia. Apatah lagi dah dekat dua bulan Yan hilang khabar berita.
Kembalinya haikal ke Malaysia langsung tak diberitahu kepada keluarganya termasuk Yan. Orang pertama yang dia ingin buat surprise adalah untuk Yan. Dan sekarang dia sedang menuju ke rumah Yan di Johor.
Tapi setibanya dia dihadapan rumah Yan, apa yang dia nampak sekarang adalah sebah majlis perkahwinan yang meriah. Luluh hatinya.
‘Ya Allah, Yan dah kahwin ke? Patutlah dia hilang khabar berita daripada Yan.’ Luluh hati Haikal dengan apa yang dilihatnya.
Dia nak masuk tapi takut untuk bertemu Yan. Macam mana kalau Yan cakap tak kenal dia? Tibatiba dia Nampak kelibat pengantin lelaki menuju ke arahnya. Haikal dah nak lari masuk ke kereta tetapi sempat ditahan oleh pengantin tersebut.
Haikal pandang lelaki tu atas bawah. Apa lebihnya lelaki ni berbanding dia? Kenapa Yan sanggup lukakan hati dia?
“Ini kawan Ana kan?” soal lelaki tersebut.
“Hah, Ana? Siapa Ana?” soal Haikal kembali.
“Ana!” jerit lelaki tersebut ke satu arah. Dan kelibat seorang perempuan datang.
‘Yan!’ jerit hati Haikal. ‘Eh tapi kenapa Yan tak pakai baju pengantin?’
“Along! Mak cari lah. Apa pengantin jalan sampai sini. Tak senonoh punya abang.” Marah Yan kepada Alongnya.
“dan…” sambungnya kembali sambil memandang wajah lelaki yang bersama abangnya.
“Ya Allah Haikal! Bila kau balik Malaysia? Dah berapa lama kau sampai rumah aku ni?” soal nya tanpa henti kepada Haikal. Mahu tak terkejut tengok Haikal berada di hadapan rumahnya sedangkan dia ingat yang Haikal masih di Australia.
“Along rasa kau orang kene berbincang ni. Haikal dah nak lari balik rumah sebab ingatkan kau yang kahwin dik,” kata Along nya sambil tergelak-gelak.
Dan yang si Haikal dah tersipu malu. Nampak sangat ke?
“Ni kawan adik la Along,” Yan kenalkan Haikal kepada Alongnya.
“Sampai bila nak mengaku yang kau orang ni kawan? Dah jom masuk,” kata Alongnya geram sambil mengheret dua ekor melaun yang tak habishabis cakap kawan. Padahal dah sayang macam apa.
“Perhatianperhatian!” Bicara Along kepada tetamu yang berada di dalam rumah dan kebanyakan mereka adalah terdiri daripada saudara-maranya.
“Apa Along nak buat ni?” Soal Yan geram. Along jangan nak ngadangada.
“Tetamutetamu sekalian dan terutamanya Ibu dan Ayah, adik ada benda nak cakap dekat semua ni,” kata Along sambil menolak Yan ke depan.
“Along giler apa?” Soal Yan geram. Agak lah kalau nak cakap yang aku ada pakwe pon bukan sekarang.
“Kalau adik tak nak cakap, biar along cakap. Semua, adik sebenarnya…”
“MAK, AYAH. ADIK SEBENARNYA NAK KAHWIN!” sumpah sekali nafas je Yan cakap. Sebelum abangnya cakap yang bukanbukan. Baik dia cakap dulu.
Semua orang yang mulanya tercengang ketawa beramairamai. Mesti dia orang baru dapat cerna apa yang aku cakap. Ya Allah, malunya aku. Anak dara apa ni cakap nak kahwin depan orang ramai. Haikal dah tersenyum bahagia.
“Oh, ini lah calon menantu mak yang seterusnya ye dik?” Soal ibu dan ayah yang sudah datang kepada kami.
Haikal pula terus bersalaman dengan mereka.
“Eh Yan, aku tak bagi pun cincin dekat kau lagi,” gurau Haikal.
‘Ok, buat lah perangai Encik Haikal, tak lawak ok. Aku dah lah tengah malu ni.’ Gumamku dalam hati.
“Ana..” panggil Haikal perlahan.
Bila Yan pusing je, dah Nampak Haikal sedang menunduk dan menghulurkan cincin yang pernah diberi kepadanya dahulu.
“Kita kahwin Ana.. PLEASE,” rayunya kepada Yan yang muka dah masam sebab gurauannya tadi.
Semua orang dah gelak dengan reaksi mukanya yang terkejut sebab Haikal propose dia dihadapan saudaramaranya.
Tapi Along yang ambil cincin tu sambil cakap “Ya, Ana terima,” dengan gaya suara perempuan. “Along!” marahku sambil ambil cincin tersebut.
“Ala adik ni. Dah terima pun susah nak cakap. Ok, confirm ibu, ayah lepas ni adik kahwin,” “Tapi Encik Haikal, don’t you dare to call me Ana again. Sound weird lah.”
“Nope cik Ana. Yan is for friend but Ana for my wife to be. It’s cute lah sayang,” kata Haikal sambil mengenyit mata.
Semua orang dalam rumah tu ketawa bahagia melihat telatah kami semua. Termasuk Haikal yang ketawa sambil memandang tepat ke muka aku. ‘ok, malu ok.’ P/S: I’m a new here. So if anything wants to complaint, just do it. I’ll be okay
Kisah ni aku dapat dalam FB, kisah yg menyentuh hati.. Rata-rata ramai yang komen negatif!
"Aikk... Hari-hari dengar azan pun xtahu??"
"Islam ke dia ni??"
"Hey..benda simple pun x tahu??"
"Xkan xsekolah dulu??"
"Mak bapak x ajar??"
Kita manusia! Ya kita didik dari kecil kehidupan sebagai seorang Islam!... Tapi berapa ramai yang masuk telinga kiri, keluar telinga kanan?? Masuk alam remaja, jiwa remaja memberontak nak kan kebebasan... Bila di suruh solat, kita pergi toilet, basahkan tangan sikit, kaki sikit, cuci muka n basahkan jambul... Kemudian masuk bilik dan tido... Perkara ini berlarutan sehingga alam belajar di University... Bila masuk alam pekerjaan, tinggal berasingan dengan keluarga, azan/iqamat/solat/Al-Quran semakin dilupakan.... Tup, tup eh nak kawen dah.... Maka bermulalah episod kita menipu sekeliling, tipu mertua, tipu isteri yang kita sebenarnya ada juga solatnya... Tapi ujian sebagai seorang lelaki muslim yang dah lama lupakan agama timbul ketika kelahiran anak pertamanya... Apa?? Perlu azan???
Percayalah, ada manusia begini... Jika tahu azan, mungkin dia lupa cara baca Al-Fatihah... Jika dia pandai baca Al-Fatihah, mungkin dia x hafal surah lazim... Apatah lagi segala bacaan ketika rukuk, sujud, dan sebagainya??
Mungkin kita pernah belajar, tapi kita tidak amalkan, maka terlupalah semuanya... Xmengapa, belajar lah dari saat anda baca post ni... Jika terasa beban, belajarlah kerana akan malu jika terkena situasi begini... Perlahan-lahan kita akan tahu, dari kita mula buat sebab malu, akhirnya kita buat kerana Allah! kenapa saya xkatakan dengan "buatlah kerana kita malu dengan Allah??" Sebab, bila kita dah tersasar jauh, Kita pun akan lupa siapa Allah!
Nak berubah itu mungkin sukar, tapi nak terus Istiqomah lagi sukar! Tapi percayalah, Allah akan bantu jika kita berusaha mendekatinya... Susah?? Tidak sebenarnya... Caranya sama macam kita nak basuh periuk nasi yang penuh dengan kerak yang hangus... Kalau kita jirus air, bubuh sabun dan terus gosok periuk nasi tu, mau 18jam x bersih2... Cara mudah, kita rendam dalam air malam ni, esok balik kerja kerak dah kembang, boleh lah cuci dengan senang... Sama juga dengan hati/jiwa/diri kita... Lembutkan hati dulu, kemudian semuanya akan mudah!
Bila nak mulakan?? Mulakan bila anda tahu lepas habis baca post ini nyawa anda mungkin akan ditarik dan semuanya dah xbermakna! Sebab apa, kita xtahu bila Allah nak tarik nyawa kita... Tapi kita tahu, Allah beri kita kehidupan selepas selesai baca post ini untuk kita berubah ke arah kebaikan! Berubah ke arah menjadi seorang Mulim/Muslimah sejati! Kembalilah kepada jalan yang lurus...! Jangan ditunggu nafsu duniawi hilang baru terfikir wujudnya Pencipta kita...
Untuk apa kita hidup hari ini?? Adakah untuk meneruskan maksiat semalam??

Hari yang cukup meletihkan. Menyakitkan. Memeritkan. Empat jam penuh debaran dan bergelut dengan nyawa akhirnya disudahkan dengan tangisan.Tangisan seorang bayi lelaki. Tangisan kegembiraan diri sendiri juga. Suami di sisi juga mengalirkan air mata. Anak sulung kami. Ajaib. Terasa hilang seketika seluruh kesakitan melahirkan tadi tatkala melihat bayi lelaki yang masih kemerahan kulit badannya di depan mataku sendiri.
Alhamdulillah. Syukur yang tak terhingga. Jururawat membawa anak sulungku itu ke sisiku.Ku kucup pipinya yang comel. Bayi yang tengah menangis tadi mereda tangisannya. Mungkin mengenali aku ini ibunya.“Mama dan abah tunggu kamu sembilan bulan, tau.”
Bergenang air mataku sekali lagi mengingatkan peritnya dan besarnya dugaan selama mengandungkan anak pertama. Dengan pelbagai ragam diri sendiri, asyik nak muntah, cepat sensitif, cepat nangis, cepat marah, asyik nak pitam pening kepala. Tuhan sajalah yang tahu. Nasib baik dapat suami yang memahami.Kami bernikah tahun lepas. Terus BUNTING pelamin.
Suamiku orang biasa saja. Bukan ‘suamiku ustaz’ bagai tu semua. Taklah kaya. Cukuplah apa adanya. Cukup ada rumah sewa untuk didiami, cukup makan pakai sekadarnya.Aku pun biasa-biasa. Macam orang keramaian saja. Tudung pun tak betul lagi. Suamiku kata, ‘nanti awak dah ready, pakailah betul-betul.’ Dia sendiri pun masih dengan seluar pendeknya bila keluar dari rumah. Aku pernah tegur. Dia kata, dia pun tak ready lagi. Sama macam aku tak ready.
Jururawat dah selesai mencuci bersih anak kami, berbungkus selimut. Dah wangi-wangi. Menyerahkannya kepada kami.Doktor pun sudah menyelesaikan tugasnya, cuci luka dan sebagainya yang berkaitan. Aku dipindahkan ke katil dan wad lain yang telah siap disediakan.
Mertuaku dan ayah mak dah ada di sisi. Semua orang ada. Dengan muka gembira. Yang tua, happy dapat timang cucu. Aku dan suami happy dengan orang baru dalam keluarga kami. Dipeluk cium bayiku yang comel tu.“Azankanlah di telinga budak tu.”Ibuku bersuara. Diserahkan bayi dalam dakapannya tadi kepada suamiku. Suamiku menyambutnya dengan cermat.“Kena azan ke?” Suami bertanya. “Wajib eh?”
Doktor lelaki yang ada di situ mencelah.“Ustaz Zahazan kata, apabila anak itu lahir, maka hendaklah diazankan pada telinga kanan bayi dan diiqamatkan pada telinga kirinya seperti hadis diriwayatkan al-Baihaqi dalam kitab asy-Syu’ab daripada hadis Hasan bin Ali RA daripada Nabi SAW bersabda yang bermaksud:“Sesiapa yang dianugerahkan seorang bayi, lalu dia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya, maka bayi itu akan dijauhkan daripada Ummu Syibyan. ”Menurut sebahagian ulama, Ummu Syibyan adalah jin perempuan. Ada yang mengatakan apa saja yang menakutkan anak dan ada yang mengatakan angin yang menyebabkan sakit”.
Suamiku terdiam seketika.Dalam 10 minit dia diam. Ibu bapaku dah rasa pelik. Dah kenapa pula dengan menantunya itu.Tiba-tiba suamiku itu menangis. Menitiskan air matanya. Jatuh menitik ke muka anak kami.“Maafkan abah. Abah tak pandai nak azan. Sungguh, abah tak reti.”
Aku sebak. Ibu bapaku terkejut sedikit. Namun, tenang saja. Mentuaku nampak seakan dah tahu.
“Abah tak jujur pada mama kamu. Bila masuk waktu solat, abah kata nak pergi masjid. Tapi, sebenarnya abah tak pergi pun.Abah keluar lepak dengan kawan-kawan. Abah tak pernah jadi imam di rumah untuk mama kamu.Apatah lagi mengajar mama Al-Quran. Abah tak reti. Maafkan abah. Maafkan abah.”
Suamiku itu terus menangis sambil mendakap anak lelaki sulungnya itu. Anak itu tidak pula menangis. Seakan-akan memahami ayahnya sedih.
“Maafkan saya, ma, abah. Maafkan saya." Suamiku itu meminta maaf dengan parentsku dan mentuaku. Aku turut menitiskan air mata. Selama ini, suamiku itu tak pernah macam hari ni.
“Takpe. Biar ayah saja azankan. Tapi, janji dengan ayah dan mak, lepas ni kamu berdua kena sama-sama pergi belajar agama. Kamu suami adalah pemimpin keluarga.Baiki diri. Jangan selesa dengan perangai zaman bujang. Dah tak sama dengan zaman berkeluarga. Dekatkan diri dengan Allah. Kamu yang akan bawa anak dan isteri kamu kepada Syurga Allah.Kita keturunan Nabi Adam dan Hawa yang berasal dari Syurga. Kampung asal kita di sana. Kita tak nak balik ke kampung yang satu lagi tu."
Suamiku bangun dan memeluk ayahku, memeluk ayahnya. Berjanji akan berubah sepenuh hati.
Menangis-nangis menyesal dan insaf.Syukur. Anak yang baru lahir itu adalah pencetus hidayah Allah kepada suami dan aku sendiri.Aku tersenyum dalam tangisan. Moga semua lelaki di dunia ini persiapkan diri dengan agama sebelum berkeluarga. Jangan diharap pada si isteri yang kena merubah suami.Mohon sayangi isteri dan suami masing-masing walaupun tidak sempurna sikapnya, soleh atau solehahnya. Allah dah satukan kamu berdua kerana Dia tahu pilihan-Nya terbaik. Sama-sama berubah ke arah lebih baik.

Salam sejahatera, ramai yang minta untuk ditunjukkan bagaimana cara membuka akaun baru di Instaforex, Tak susah pun, mudah sahaja, cuma ikut step by step macam dalam screenshot dibawah ini. Jangan risau, segala maklumat mengenai anda adalah secure.
Step 1: Sila klik sini untuk melawati laman web InstaForex Malaysia dan seterusnya membuka NEW ACCOUNT INSTAFOREX anda.
Step 2: Accept “terms and Agreement”
#jangan risau, versi bahasa Malaysia ada.

Step 3: Selepas tekan butang “terms and Agreement“, anda akan dibawa terus ke borang Account Opening Form seperti di bawah.

Selepas itu anda akan dapat satu Confirmation Letter tentang akaun trading yang baru anda buka tadi. Kat email pun kita pun, InstaForex Malaysia akan hantar satu salinan. Yang penting – simpan semua dettail seperti password dan PIN number untuk kegunaan kita.

Sila Download Trading terminal anda di SINI. Selepas selesai intall MT4 anda, anda just masukkan nombor akaun trading dan trader’s password untuk LOGIN.
#Untuk memulakan aktiviti forex trading anda, anda mestilah membuat deposit ke dalam akaun InstaForex anda.
# Deposit dalam 24 jam.
# Claim 30% Welcome Bonus! setiap kali anda melakukan deposit atau pun topup.
Semoga anda dapat menjana pendapatan tambahan daripada Forex Trading!!!

Assalamualaikum n Salam 1 Malaysia...Di Hari yg Indah ini Admin nak Share Trick Facebook Handler Celcom Live yg Tiada Ip dan Port. . .
Mari Kita Teruskan Dengan Tricknya. . .xD
Remove Port : Tandakan
Proxy Type : Host
Proxy Server :www.carbonracer.net
Connect Guna No Ip No Port. .
Ini Handlernya untuk Java,Jangan Lupa Rename Zip ke Jar. . .

What's new in this app?
: - dual server technology - boost up maximum Hsdpa - small item view
Support For: - Android Phone - Celcom Dead
*no ip "Boleh download gajah"
Copy kod ini dulu dan paste selepas menekan text Download, ulang sehingga muncul button Skipads
Salam dan hai kepada semua pembaca serta blogger-blogger sekalian.Pertama-tama sekali, saya ingin bertanya, pernahkah anda tertanya-tanya bagaimanakah handphone-handphone yang berskrin sentuh (touch screen) berfungsi?
Bagaimana boleh kesan apa yang kita tekan?Apa yang kita sentuh?Ok,hari ini saya ingin berkongsi kepada anda semua tentang topik menarik ini.Mari kita sama-sama menimba ilmu.Hari ini ramai dah pakai HP Android, iPhone, Blackberry, Galaxy Tab, iPad, dan banyak lagi yang menggunakan applikasi Piezoelectric, ops sebelum terlupa, terima kasih kepada sumber!!! Ramai yang masih tak tahu, macam mana skin sentuh berfungsi? Tahu sentuh ada la kan?. OK, kita “back to basic”, bagaimana sentuhan boleh ditukarkan ke isyarat elektrik dan seterusnya menjadikan skrin sentuh sesuatu yang realiti?
Pada pertengahan kurun ke-18, Carl Linnaeus dan Franz Aepinus mengkaji sifat bahan yang menjana potensi elektrik sebagai tindak balas kepada perubahan suhu. Tapi kajian mereka tidak berjaya. Berbekalkan dengan kajian tersebut, Pierre Curie dan Jacques Curie menkaji hubungan antara mekanikal tekanan terhadap elektrik. Kajian mereka berjaya dan didemonstrasi pada tahun 1880. Apa itu Piezoelectric? Piezoelectric adalah bahan yang mampu menukarkan mekanikal tekanan kepada tenaga elektrik. Contohnya, apabila kita tekan bahan tersebut, ia akan menjanakan kuasa elekterik, dan apabila elektrik dikenakan terhadap bahan tersebut, ia akan menghasilkan sebaliknya. Nampak kat atas gambar ni? apabila ditekan, meter elektrik bergerak, vice versa apabila dikenakan elektrik terhadap bahan tersebut.
Apakah bahan Piezoelectric ni? 
Kristal Quartz
Rochelle Salt
Ada banyak lagi, tapi dua bahan ini antara yang popular dan efektif.
Aplikasi Piezoelectric:
Aplikasi yang paling popular sekali adalah terhadap gitar elektrik, ia menukarkan gelombang bunyi yang memberi tekanan terhadap bahan piezoelekterik ke isyarat elektrik ke dan diproses ke pembesar suara.
Budak-budak gitar panggil pickup
Dan aplikasi yang sekarang digilai ramai dan semakin canggih teknologinya, skrin sentuh! skrin sentuh sangat-sangat popular pada telefon bimbit dan tablet. Ianya akan mengesan tekanan terhadap sentuhan dan menukarkan ke isyarat eletrik dan seterusnya memproses isyarat tersebut. 

Mesti ramai yang duk search kat google pasal cara nak lajukan broadband Celcom, Maxis atau Digi yang dah habis limit kan. Sesiapa yang menjadi pengguna broadband, mesti korang pernah terima mesej macam ni "Dear customer, you have exceeded your usage limit of 1.5GB/mth . Get additional volume now to continue enjoying ur broadband svc at its current speed". Tu tanda broadband dah mintak duit suruh bayar bil. Kalau lambat bayar slow la speed line broadband tu.
Tapi jangan bimbang, ada cara nak lajukan broadband yang dah habis limit bandwidth. Tapi takde la laju sangat sampai boleh tengok movie online. Setakat nak layan You Tube lancar la. Caranya macam ni :
1. Pastikan broadband tu dah connect kat laptop dan internet. Kemudian tekan butang logo "start" dan taip "cmd". Bila dah jumpa "cmd" tekan ENTER. Tengok contoh dibawah.
2. Selepas itu, akan keluar satu command prompt dan taip "ipconfig/all" serta tekan ENTER. Contoh seperti dibawah.
3. Bila korang dah tekan ENTER, akan terpapar segala senarai connection. Pilih IP ADDRESS untuk broadband korang sendri. Macam aku punye IP ADDRESS 10.145.131.178. Rujuk gambar kat bawah ini.
4. Sekarang scroll down dan taip IP ADDRESS yang korang dah pilih. Contoh : taip "ping" dan "IP ADDRESS" taip jugak "-t" dan tekan ENTER macam gambar di bawah. Dan selepas tu akan keluar text macam ni : reply from (korang punye IP ADDRESS): bytes=32 time<1ms ttll="">1ms>
5. Biarkan benda ni jalan selama mana korang online. Korang boleh minimize je benda ni. Kalau nak offline barulah boleh tutup. Selamat mencuba.
Berikut adalah trik menarik yang boleh anda lakukan pada Facebook, yang tidak didokumentasikan secara rasmi, atau belum banyak diketahui oleh orang, jika anda suka, anda boleh cuba post ini
Trik tips Facebook ini bukan hanya tentang menambah / menghapus teman-teman, update status, dinding dan profil, menambahkan dan menjelajahi halaman dan aplikasi, dll, tapi lebih dari itu ..
1. Cara Mengetahui Jika Diam-diam Teman Facebook Menghapus / Mem-Blok Account Anda
X-Friends adalah alat yang unik untuk melihat teman-teman yang menghapus atau mem-Blok account anda
2. Mendownload Satu Album Foto Sekaligus dari Facebook
Dengan Mozilla anda dapat mendownload add-ons FacePAD: Facebook Photo Album Downloader yang memungkinkan Anda untuk mendownload Album Anda /teman-teman Anda , sekaligus, dengan hanya satu klik sahaja
3. Cara Menghapus Iklan di Facebook
Greasemonkey ini script – adalah Facebook: Cleaner menghapus banyak iklan yang mengganggu pada halaman Facebook.
4. Cara Membunyikan Status Updates Dari Teman Anda di Facebook
Sebuah tutorial singkat tentang Makeuseof untuk memberithu Anda cara menyembunyikan update status Facebook dan menjaga kerahasiaannya dari teman-teman yang Anda tentukan.
5. Menempatkan Facebook Chat di Samping Browser Firefox (Sidebar)
Facebook Chat sangatlah keren, setidaknya itu memungkinkan Anda untuk mengirim pesanaan terus ke profile Facebook online. Namun tempat chat box-nya berada di bagian bawah halaman, bagaimana jika ketika kita sudah Sign Out dari Facebook tetapi masih ingin tetap Chating dengan teman anda? Jika Anda menggunakan Firefox, Anda dapat menempatkan Facebook Chat di sidebar. Caranya Adalah sebagai berikut:
Pada menu Bookmarks, pilih Organize Bookmarks …
Klik pada New Bookmark …
Masukkan nama. Masukkan http://www.facebook.com/presence/popout.php, kemudian klik bookmark in the sidebar
Kemudian pada menu Bookmarks, pilih http://www.facebook.com/presence/popout.php Almat yang telah Anda Bookmark tadi.
6. Bagaimana Cara Facebook-an di Desktop PC Anda
Seesmic Desktop, Facebooker, Xobni, Facebook Sidebar Gadget, Scrapboy and Facebook AIR application adalah aplikasi desktop yang memungkinkan Anda berinteraksi seperti halnya yang Anda lakukan di Facebook, tapi tanpa browser.
7. Update Status Tanpa Log in Via Facebook
hellotxt dan Ping.fm memperkenalkan filter yang memungkinkan administrator update Facebook Facebook Pages.
8. Cara Menjadualkan Pengiriman msg di Facebook
Sendible memungkinkan Anda menjadualkan msg Facebook terlebih dahulu sehingga Anda dapat mengirim msg ke teman, pelanggan ataupn group di masa depan.
9. Cara Membuat Foto Teman Kuliah/Alumni Profil di Facebook
Klik pada tab Friends. Lanjutkan ke tab More. Dari “Choose an option“, pilih salah satu tanda strip “-“. Lanjutkan dengan memilih Teman-teman sekuliahan/alumi.
10. Cara Men-Sharing Foto Di Flickr ke Facebook
Flickr2Facebook memungkinkan Anda meng-upload foto ke Facebook dari Flickr.
11. Cara Menampilkan Foto yang Muncul di Profil Facebook
filter di Facebook yang memungkinkan Anda memutuskan siapa yang muncul di kotak Friends. Klik “edit” di kotak Teman Anda dan klik nama-nama teman-teman terbaik Anda dalam kotak “Always show these friends”
12. Menghubungkan Foto Teman di Facebook Dengan Kontak di Microsoft Outlook
OutSync adalah aplikasi terbaru dari Windows yang menghubungkan foto teman di Facebook Dengan Microsoft Outlook. Hal ini memungkinkan Anda untuk memilih album yang diperbarui. Sehingga Anda dapat memperbarui semua album sekaligus atau hanya beberapa pada satu waktu.
13. Menampilkan Status di Facebook pada Blog WordPress
Metode berikut ini memanfaatkan status Facebook dan WordPress RSS widget untuk menampilkan Status Facebook di WordPress blog .
14. Cara Posting Blog Post di Facebook automatik
Wordbook atau NetworkedBlogs memungkinkan Anda untuk cross-posting blog Anda ke Facebook Wall. Facebook Anda “box” tab akan menampilkan posting blog terbaru.
15. Bagaimana Akses Facebook Chat di Desktop
Gabtastik dan Digsby memungkinkan anda mengakses Facebook Chat pada desktop Windows Anda diluar web browser, menggunakan resolusi dan sistem memory yang minimal.
16. Cara Membuat Mudah Kuiz di Facebook
LOLapps menyediakan tempat untuk membuat kuiz yang dapat digunakan dengan mudah dan dapat kita share di Facebook.
17. Cara Menyembunyikan Status Online Anda di Facebook Chat Dengan Kategori Kontak
Facebook memiliki data teman yang terintegrasi dengan Chat dan Anda juga dapat memilih anggota mana saja dalam kotan chat tersebut yang boleh melihat Anda online.
18. Bagaimana Mendapatkan Update Status Pada Facebook di Email
NutshellMail mengkonsolidasikan account Facebook Anda melalui kotak masuk yang sering Anda gunakan.
19. Cara Update Facebook Status dari Firefox
FireStatus adalah utilitas update status untuk berbagai jaringan sosial, termasuk Facebook.
20. Cara Menghapus, Membatalkan Account dan Profil Kita di Facebook
Sebuah panduan sederhana untuk menghapus atau membatalkan account dan profile Facebook kita dengan mudah
Aku membuang pandang ke arah jalan raya.Apa agaknya aku nak buat ni? Sejak dipecat daripada kilang membuat biskut tiga bulan yang lepas aku kini telah menyandang gelaranpenganggur sepenuh masa.Rutin harianku hanyalah melepak disekitar KL dan usha-usha kalau ada pakwe hensem lalu hehehe.Bukan aku tidak mencari kerja,aku cari tapi malangnyatiada seorang pun yang ingin memgambil aku bekerja.Aku tahulah sekarang ni ekonomisedang gawat tapi aku pun perlukan kerja untuk terus hidup.Macam mana kalau aku nak shopping? Takkan nak harap duit babah.Aku dah besartak malu ke kalau mintak duit dekat babah.Lagipun macamlah babah nak kasi aku duit.Umi mintak pun babah tak nak kasi tambah-tambah lagi aku ni anak tunggalnya yang palingnakal.Babah kalau berkaitan dengan duit memang kedekut!Hah? Tanya aku siapa? Eh dari tadi aku banyak cerita tapi tak kenal aku siapa? Baiklah.Memperkenalkan diri,aku ialah Zur’ain Sofia binti Haji Abdul Aziz.Umur 25 tahun pada tahunini.Aku belajar tak lah tinggi mana.Segulung ijazah pun takde.Sebab tu aku kerja kilang aje.Hmm agaknya apa kata umi dengan babah ek dekat kampung kalau dapat tahu aku dah kena pecat? Nak bagitahu tak sampai hati tak bagitahu rasa bersalah pulak.Aduhaistresnya!“Woi! Mengelamun aje kerja kau ni,” sergah Alia kawan baikku.Aku mengurut dada.Nasib baik tiada penyakit lemah jantung.Kalau tak mahu gol! Aku memandang Alia danDina.Selama aku tinggal di KL aku menyewa rumah teres dua tingkat bersama-sama Alia dan Dina.Alia dan Dina adalah teman sepermainan aku sejak dari kecil lagi.Mereka memahami dan sentiasa mendengar luahan hati aku.Terima kasih Alia,Dina! Aku sayang korang!“Hmm tengok tu.Kau berkhayal lagi.Kau ni kenapa Ain? Kita keluar jalan-jalan kan.Nak hilangkan stres tapi kau berkhayal je,” Dina merungut.Aku mengeluh perlahan.“Aku bukan apa.Aku fikir macam mana nak bagitahu umi dengan babh aku yang aku dah kena pecat.Mahu mengamuk babah aku kalau dia tau.Lagisatu sepatutnya bulan ni akuyang bayar sewa rumah tapi Alia pulak yang membayarnya.Makan pakai aku pun korang tanggung.Tak sedaplah macam ni.”Alia dan Dina saling berpandangan.Kemudian mereka ketawa besar.Aku mengerutkan dahi.Pasal apa gelak pulak ni.Aku buat lawak bodoh tahap antarabangsa ke kat sini? Rasanyatak.Alia menepuk-nepuk bahuku.“Ain,kau risau pasal benda alah ni aje? Kau ni buat lawaklah.Come on.Apa salahnya aku yang bayar bulan ni.Kitakan kawan.Patut saling bantu-membantu kan.Hmm kalau kau taknak babah kau mengamuk keluar taring cepat-cepatlah kau cari kerja baru.Kalau kita berusaha mesti berjaya,” ucap Aia.Aku pandang wajah Alia dan tersenyum.Aku perlahan-lahanmengukirkan senyuman.“Terima kasih korang! Aku sayang korang sesangat.” Teriakku dan memeluk Alia dan Dina dengan erat.“Woisudah-sudahlah peluk kitaorang.Naik sesak nafas aku dibuatnya,” Dina menolak perlahan tubuhku.Aku cuma tayang sengih.“Hah,kau dah fikir nak cari kerja dekat mana? Kerja apa kau nak?” soal Dina.“Mana-mana pun aku tak kisah.Yang penting halal.Aku tak memilih sangat soal kerja ni asalkan aku dapat kerja.Kau pun tahukan aku ni bukannya ada segulung ijazah pun nakmemilih pekerjaan ni.”“Kau kan cantik.Kau gunakan ajelah kecantikan kau tu untuk mendapatkan kerja betul tak.Amacam bernas tak idea aku ni?” Cadang Alia dan membuat muka tidakbersalah.Terbeliak mata aku mendengarnya.Ewah-ewah Alia ni.Memberi cadangan yang langsung tidak bernas.“Kepala hotak kau!”#######################Aku duduk bersantai menonton drama indon yang disiarkan di kaca televisyen.Aduhai bosan sungguh drama ini! Sikit-sikit heroin nangis.Kena bulisikit nangis.Hero tu pun satubengap tahap bangang! Dah tahu mak dia tak sukakan heroin tu lagi dibackupnya mak dia.Hmm kalau aku mahu patah leher lelaki tu aku kerjakan he he he.“Woi penganggur tak bergaji.Tak pergi cari kerja ke hari ni? Manalah kau nak dapat kerja kalau asyik terperap aje duduk kat rumah,” bebel Dina.Aku menggelengkan kepala.Elokelok duduk dalam bilik tu pergi turun buat apa.Dah turun membebel pulak dia.“WahaiCik Dina yang cantik menawan.Penganggur memanglah tidak bergaji.Ada ke kau tengok penganggur dapat gaji.Kalau aku dapat gaji memang aku rela jadi penganggurseumur hidup.Aku tak perlu cari kerja sebab kerja tu sendiri datang cari aku.”“Banyak cantik muka kau.Takde maknanya kerja tu nak cari kau.Eh lupa pula aku nak kasi tahu kau.Aku turun ni nak kasi tahu khabar gembir ni lah.Tadi baru aje Mak Lang akucall.Dia cakap dekat tempat kerja dia ada kerja kosong.Kau pergilah try,” kata Dina yang sudah mengambil tempat duduk disebelahku.Mataku mula bersinar.Ada kerja kosong? Wah bestnya! Kan aku dah cakap kerja yang datang cari aku.“Kau biar betul? Mak Lang kau kerja apa? kalau kerja yang bukan-bukan aku tak nak lah.”“Wei kau ingat Mak Lang aku apa hah! Mak Lang aku kerja dekat kedai buku.Kau nak tak? Kerja start dari pukul 6 petang hingga 10.30 malam.Amacam nak tak?”Aku mengetuk-ngetuk dagu berkali-kali.Dari pukul 6 petang hingga 10.30 malam? Emm macam mana ek? Nak ke tak nak? Tapi kalau tak nak aku memang akan jadi penganggurseumur hidup.“Emm bagi aku masa.Aku fikir-fikirkan dulu.”Dina mengangguk dan terus berlalu ke atas meninggalkan aku keseorangan di bawah.Kerja dekat kedai buku takde masalah tapi balik pukul 10.30 malam itu yang menjadimasalahnya.Seorang gadis balik kerja pada waktu malam macam tu memang bahaya! Lagipun nak balik macam mana? Memanglah pandai bawak kereta tapi aku mana adakereta.Balik naik teksi? Ak tak berani.Semuanya gara-gara aku hampir-hampir dicabul oleh pemandu teksi tu.Selepas itu aku terus fobia nak naik teksi pada waktu malam.Kalau siang itu boleh tahan lagi.Aku bingkas bangun dan membuka pintu apabila aku terdengar orang memberisalam.Sudah ku tahu siapa.Mestilah Alia yang baru balik kerja.Aku membantu Alia membawa begplastik yang penuh dengan makanan.“Alia kau mesti penatkan.Nah minum jus oren ni.Boleh legakan penat kau,” kataku dan menghulurkan segelas jus oren kepada Alia.Alia tersenyum dan menyambut gelas akuhulurkan.“Hah! Ain aku nak cakap sesuatu ni.Kau nak tak kerja sebagaisetiausaha kepada bos kawan aku? Kau nak tak? Esok temu duganya.”“Kau serius?”“Ye lah.Takkan aku nak main-main pulak.Kau ingat kita dalam rancangan Bang Bang Boom ke? Nak tak?”“Eh nak lah! Nak memanglah nak tapi kau tahukan aku ni mana ada ijazah apa-apa pun.Pengalaman menjadisetiausaha pun tiada.Boleh ke aku pergi temu duga tu?”“Pergi ajelah.Kalau dapat itu rezeki kau.”“Tapi ek kenapa dia carisetiausaha baru? Kenapa dengan bekas setiausaha dia? Apa nama dia?”“Berhentisebab tak tahan.Bos dia garang sangat.Muka handsome tapisayang dingin yang amat.Entah tak tanya pulak siapa nama bos kawan aku tu.”Aku terdiam.Garang? Mampus aku kalau kerja dengan mamat tu.Tapi takpe.Aku akan jinakkan dia.Raja singa aku aku boleh jinakkan ini pula kucing.Ni Zur’ain Sofia lah!“Aku terima! Esok aku pergi temu duga tu.Handsome? Macam mana kau tahu? Kau pernah tengok ke muka dia?”“Of course lah tak pernah he he he.Aku dengar cerita dari kawan aku je.Betul ke kau nak pergi temu duga? Tak takut?” Alia berkata.Aku mencemik.Ingatkan dah tengok rupamamat kerek tu.“Jangan panggil aku Zur’ain Sofia kalau aku takut.”“Lia,bila kau balik? Ain apa yang takutnya?” sampuk Dina yang sedang menuruni anak tangga dengan majalah di tangan.“Kau memang mana nak sedar kalau aku balik.Mana taknya dok asyik bergayut dengan telefon aje.Tu si Adam tu bila kau nak kahwin dengan dia? Tak elok bertunang lamasangat.Ni Ain esok dia nak pergi temu duga menjadisetiausaha.”“Oh really? Baguslah.Aku harap kau dapatlah kerja tu.Kalau tak kau kerjalah dekat kedai buku.Emm tahun depan kut aku kahwin dengan Adam.Aku doakan supaya kau dapatlahkerja tu tau Ain.”Aku menyengih.Tidak sabar rasanya nak berjumpa face to face dengan mamat kerek tu.Jangan-jangan tua,berjambang dan perut buncit ke depan hahaha.####################Aku berdiri di hadapan bangunan yang tersergam indah.Wah gila besar bangunan ni! Kaya betul keluarga mamat kerek tu.Aku cepat-cepat menutup mulut.Tak naklah digelar jakunpula.Aku melangkah masuk ke dalam dengan jantung berdegup kencang.Malah lebih kuat berdegupnya berbanding masa aku nak ambik SPM dulu.Hishh jantung ni.Janganlah buat akubertambah cuak.Aku berlari ke arah lif apabila aku melihat pintu lifsudah hampir nak tutup.Aku tersenyum apabila aku sempat memboloskan diri ke dalam lif.Aku tersenyum nipis kepada seoranglelaki yang berada di dalam lif tetapi dia hanyalah membalas dengan jelingan tajam.Hak elah mamat poyo ni! Dok main jeling-jeling pula.Karang aku menjeling mahu tak tidur malam.Agaknya kesemua orang dalam syarikat ni kerek dan poyo kut macam bos dia.Akumenjadisemakin tidak selesa apabila dapat merasakan matanya meratah seluruh tubuhku dari belakang.Walaupun kita takde mata dekat belakang tapi kita dapat rasa ada orangpandang kita walaupun di belakang kita.Aduh lambatnya lif ni bergerak! Andai kata kalau aku ada kuasa boleh menghaibkan diri dah lama aku hilangkan diri aku.Aku menelan liur apabila lelaki poyo itu sudah berdiri disebelahku.“Aku rasa aku kenal kau.Zur’ain Sofia binti Haji Abdul Aziz kan? Betul tak?” katanya.Aku menoleh ke arah lelaki poyo itu.Melihat mukanya seperti hendak meminta penyepak nakaje aku hadiahkan penyepak dekat mukanya.Aku mengerutkan dahi.Macam mana mamat poyo ni tahu nama aku? Dia menghendap aku ke selama ini? Oh tidak! Selalunya yang menghendap orang ni perogol bersiri.Tapi ada keperogol bersiri muka handsome dan segak orangnya.Siap pakai kot lagi.Ataupun dia ni pembunuh upahan.Kan selalu dalam tv pembunuh upahan ni memancing mangsanya melaluipenampilannya sahaja.Aku mula mengundurkan diri ke belakang.Risau kalau diapa-apakan.Sudahlah berdua aje dalam lif ni.“Kau tak payahlah buat muka takut macam tu.Baru 8 tahun tak jumpa kau dah tak kenal aku.Iyalah masa tu kita baru form 5.lagipun aku i bukannya sesiapa pun sampai kau perluingat aku.Tak pun ingatan kau lemah.Muda-muda dah macam mak nenek,” sindirnya.Aku mengamati wajahnya dengan agak lama.Hah? Biar betul dia ni mamat tak guna dulu? Aku memandang ke arah lain.Apa malangnya nasib aku ni berjumpa kembali dengan mamatni.“Kau Isz.Jantan tak guna.Kenapalah aku perlu jumpa kau balik.Macamlah sudah tiada lelaki lain sampai aku perlu jumpa kau,” balasku.Dia ingat dia seorang sahaja yang boleh mainsindir-sindir.“Ingat pun.Jantan tak guna? Bukan ke aku ni ex-boyfriend kau? Lelaki yang kau permainkan perasaan dulu?”Aku tersentap.Adakah dia masih berdendam dengan aku gara-gara aku mempermainkan perasaannya.Tapi masa tu aku dah tersuka orang lain nak buat macam mana.Lagisatubukannya aku tak tahu dekat belakang aku dia curang.Nak salahkan aku sepenuhnya konon.Perempuan lain bolehlah kau kencing tapi bukan Zur’ain Sofia.“Tolonglah wei! Aku datang sini nak cari kerja bukannya nak cari gaduh dengan kau.Kau kerja sini ke?”“Emm.Kau nak mintak kerja apa dekat sini?”“Setiausaha kepada bos.Aku dengar kerja tu kosongkan?”“Ha ha ha.Boleh ke kau buat bos sukakan kau? Kau tahu tak bos aku tu garang gila.”Aku mencebik.Ek eleh Isz ni.Poyo je.Kau tengoklah bila aku dah dapat kerja tu nanti aku berlagak-lagak depan kau.Takpun aku tackle aje bos kerek tu.Biaq terbuntang terjojolmata kau nengoknya.“Kau dengar sini.Aku akan dapatkan kerja ni tak kira macam mana pun juga.Setakat bos garang kucing meow-meow tu aku boleh handle lah.Raja singa pun aku bolehjinakkan.Don’t worry okey.Aku chow dulu,” sempat aku berkata sebelum keluar.Aku tersenyum kemenangan apabila melihat Isz terkejut.Tak sangka lah tu aku seberani itu.Eh mana satu pulak ruangan temu duga tu eyh? Aku berpusing berjalan di tempat yang sama.Nak tanya orang takut menganggu orang buat kerja pula.Aku dah sesatlah ni.Alang-alangdah sesat apa kata kita merayau satu syarikat ni hahaha.Hah! Tu dia ruangan temu duga.Tapi kenapa kosong ek? Takde orang pun.Ke tiada orang nakkan kerja kosong ni? Gara-gara takut denghan bos kerek tu.Bagus! Tiadalah sainganaku.Mestilah aku yang akan diambil bekeja.Aku menghampiriseorang pekerja wanita yang sedang menulis sesuatu pada kertasnya.Aku sedikit terpegun melihat keanggunan gadis itu.Sungguh cantik kalau nak dibandingkandengan aku.Aku mula memandang pakaian yang aku pakai.Baju kurung berbunga kecil berwarna merah jambu dan putih.“Maaf Cik betul ke kat sini ada temu duga untuk mencarisetiausaha?” tanyaku.Mestilah bertanya dulu.Takkanlah nak menonong masuk aje.“Err betul tu Cik.Emm Cik Zur’ain Sofia ke? Dah lama Encik Eirfan tunggu Cik dekat dalam.Cik masuk bilik yang tengah tu ye.”Aikk macam mana bos kerek tu tau nama aku? Siap tunggu aku lagi.Jangan-jangan kawan Alia kut yang uruskan semuanya.Senangnya.Aku mengetuk pintu bilik terlebih dahulusebelum masuk.Aku memeluk erat fail yang aku pegang.Terasa sungguh takut dan cuak secara tiba-tiba.Aku semakin gelabah apabila seorang lelakisegak berpakaian kot berdiri membelakangiku.Aduh sasanya badan dia! Isyyy Ain Ain ingat kau datang mintak kerja bukan nakmengurat dia.Ingat depan kau ni bakal bos kau yang agak kerek!Mamat kerek ni dah dah lah kau tenung dekat luar tu.Aku tengok kaca tingkap tu pun dah nak hampir pecah.Tapi baju kot tu macam aku kenal je.Aku berdehem berkali-kali.“Assalamualaikum Encik.Saya datang nak..”Ayatku tergantung apabila mamat kerek itu memusingkan tubuhnya menghadapku.Bagai nak pengsan aku memandang wajahnya.Takkan lah mamat ni?! Aku melihat senyumanmengejek terukir di bibirnya.“Ain! Kita berjumpa lagi.” Kata Isz Eirfan a.k.a mamat kerek a.k.a mamat poyo.Aku menggigit bibir.Aku menjadi malu apabila mengenangkan apa yang aku katakan dalam lifsebentar tadi.“Jadi kau bos syarikat ni? soalku.“Hmm.Tak sangka aku kau bakal menjadisetiausaha aku.Aku taulah dunia ni besar Kuala Lumpur ni kecik je tapi aku tak sangka akan kembali jumpa kau di dalam syarikat akusendiri.Selamat datang ke IZZ Holding.”“Sorry,aku rasa aku salah tempat.Aku balik dulu,” kataku dan cepat-cepat ingin keluar.Semakin lama aku duduk sinisemakin aku rasa nak gila.Aku tersentak apabila lenganku ditarik kasar oleh Isz.Aku meronta-ronta minta dilepaskan tetapi dia hanyalah buat tidak endah dan mengheretku supaya mengikutnya.Aku dipaksaduduk berhadapan dengannya.Dia memandangku dengan tajam.“Kau ingat senang-senang kau masuk syarikat aku senang-senang kau nak keluar? Jangan mimpilah Ain.Aku takkan lepaskan kau semudah itu aje.”“Woi! Kau ingat aku ni apa hah? Suka hati aku lah nak keluar ke nak masuk ke.Apa hak kau nak tahan aku?” teriakku.Aku sudah tidak boleh bersabar dengan mamat poyo ni.Nakaje aku tempeleng dia berkali-kali.Baru puas hati aku.“Aku sekarang bos kau! So kau kena ikut apa yang aku cakap!”“Eh bila masa aku jadi pekerja kau? Sain kontrak pun belum lagi.”Isz tersenyum lebar.Aku mengerutkan dahi.Ni kalau senyum-senyum macam ni mesti ada yang dia rancangkan.Aku merampas sehelai kertas yang dihulurkan kepada aku.Namun akutiada mood nak baca.Aku hanya meletakkan di atas meja.“Kertas apa ni?” tanyaku dengan geram.“Kontrak.Cepat tandatangan,” arahnya.Ewah-ewah mamat kerek ni.Belum aku jadi pekerja dia,dia dah pandai arah-arahkan aku.Apatah lagi bila aku dah sah jadi pekerjanya.“Tunggu apa lagi.Cepatlah! Jangan nak membazirkan masa aku.Aku ni busy.Bukan macam kau.”“Kau ni pekak ke tuli? Aku dah kata aku tak nak jadisetiausaha kau.Aku tak nak bekerja dengan kau.Tak faham bahasa ke? Aku yakin kau cukup bijak untuk faham apa yang akucakapkan tadi.”Dia bangun dari kerusi dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.Tinggal beberapa incisahaja lagi aku boleh menciumnya.Aku dapat rasakan mukaku membahang panas.“Kenapa kau tak nak bekerja dengan aku? Kau dah lupa apa yang kau cakap dalam lif tadi? Yang kau akan jinakkan aku supaya ikut cakap kau.Sedangkan raja singa bolehjinakkan apatah lagi aku ni kucing meow-meow kan.Jadi aku nak tahulah cara macam mana kau nak jinakkan aku,” tuturnya dengan lembut seolah-olah berbisik.Aku menjelingnya.Inisudah mencabar aku ni! Aku pantang dicabar.Jangan nak bermain-main dengan keturunan Haji Ghani yang paling pantang dicabar.Atuk! Tengok mamat kerekni cabar Ain.“Okey! Aku terima.Aku akan jadisetiausaha kau.Tapi ingat.Aku takkan sesekali meletak jawatan melainkan kau yang pecat aku.Jangan menyesal.”Aku terus tandatangan kertas tersebut dan mencampakkan ke arah Isz.Peduli apa aku kalau terkena muka kacak dia tu.Aku bertambah meluat apabila dia tersenyum danmenganggukkan kepala.“Selamat datang ke IZZ Holding.Penderaan darisegi mental akan bermula esok.Jadi bersiap sedia Cik Zur’ain.Kau start kerja esok.Jangan lewat.Kau kau datang lambat esoktunggulah apa hukuman yang kau akan jalani.Aku pergi dulu.”Aku mengetap gigi.Penderaan? Hukuman? Arghh.Apa jenis manusia dia ni! Patutlah ramai orang yang menjadisetiausaha dia berhenti.Perangai macam tiada perasaan.“Woi kau ingat ni penjara ke nak menjalani hukuman segala bagai.Isz kau ingat kau hensem ke? Bos kerek! Mamat poyo!” Hamburku walaupun dia sudah lama keluar dari bilik.Aku terus keluar dari bilik dan menghempas pintu dengan kuat.Gadis yang anggun tadi agak terkejut melihat sikapku.Aku peduli apa.Apa yang berada di dalam fikiran aku sekarangmacam mana nak kenakan mamat kerek tu.#########################Aku menyanyi-nyanyi disepanjang jalan menuju ke syarikat Isz gila! Aku mengerling jam di tangan.Ada lagi lima belas minit.Aku takkan lewat ke office.Tengoklah tu.IZZ Holdingdepan aku aje.Mesti bangga mamat kerek tu dapat pekerja yang berwibawa dan tepati masa macam aku ni hehe.Mesti dia cakap macam ni.Wahai Zur’ain engkaulah pekerja yang paling cantik,baik,seorang yang tepati waktu dan sentiasa ceria.Hehe syoknya! Tapi mustahillah mamat kerek + poyo tu nak cakap macamtu.Mesti dia cakap macam ni.Hei! Ada aku heran kau masuk awal.Kau ingat kau bagus sangat ke? Kau bernasib baik harini.Kalau tak aku denda kau jalan itik! Hmm msetilah dia akan cakap macam ni.Aku dahboleh agak.Aku terjerit kecil apabila ada sebuah kereta Suzuki Swift dipandu dengan laju sehingga melanggar lopak air.Kalau nak langgar lopak air tu takpe tapi air kotor tu kena bajuaku.Bukan kena sikit tapi banyak.###########################Aku menolak pintu bilikku yang agak terbuka sedikit.Gara-gara nak bersihkan kotoran dekat baju aku,aku lambat! Semuanya disebabkan pemandu gila tu.Mampus aku! Akumenelan liur apabila Isz sudah erdiri di tepi meja dan menghadiahkanku segaris senyuman.Kalau senyuman menawan takpe lah tapisenyuman menakutkan dia beri pada aku.“Lambat masuk cik adik.Pergi mana? Kau dah lambat lima belas minit,” jerkahnya.Aku menutup mata.Dia jerit-jerit ni ingat aku pekak ke?“Sorry arr lambat sikit.Ada accident tadi.”“Kau sekarang dah buat dua kesalahan.Yang pertama datang lewat dan kedua macam tu ke adab kau bercakap dengan bos? Dengar sini aku nak kau panggil aku Encik Isz faham.”“Huh! Asal aku panggil kau Encik Isz tapi yang lain panggil kau Encik Eirfan? Aku nak panggil kau Encik Eirfan.”“Heh anak monyet yang terlepas dari zoo! Suka hati aku lah nak suruh kau panggil aku apa.Encik Eirfan hanya untuk orang yang betul-betulrapat dengan aku.Kau rapat dengan akuke? Setakat ex-girlfriend je,” ucapnya.Aku membulatkan mata.What? Anak monyet yang terlepas dari zoo? Brader ni dah lebih.Aku sekeh kepala kau baru tau.Aku berani cakap dalam hati ajelah.Nak cakap depandepan mahu aku dimarahi lagi.“Saya minta maaf Encik Isz.Boleh saya lakukan kerja saya?”“Boleh tapisebelum tu ada hukuman yang kau perlu jalani.Aku rasa aku dah bagi warning awal-awal kan.Nah pakai ni,” katanya dan mencampakkan kad manila yang bertalipadaku.Nak terjojol mata aku keluar membaca ayat yang tertulis disitu.Ayatnya berbunyi‘Pekerja yang perasan cantik dan pemalas tahap babun.’“Apa ni Encik Isz? Jangan nak main-mainlah.Buat apa saya nak pakai benda ni.”“Muka saya ni nampak macam main-main ke? Buat apa? Tu hukuman kau lah.Meh sini aku pakaikan,” katanya dengan serius dan merampas kad manila tersebut.Dia memakaikankad manila tersebut di leherku.Waduh! Aku nak dipakaikan dengan rantai emas bukannya dipakaikan dengan kad manila yang tertulis ayat bodoh macam ni.Mamat kerek ni memang kurang ajar.Dia tertawa kuatdan menunjukkan thumbs up.Sku tersenyum kelat.Suka kau ye.“Jangan tanggalkan selagi aku tak suruh kau tanggalkan.Hmm fail-fail nisemua aku nak kau baca dan jaga elok-elok.Jaga fail nisemua ibaratkan kau jaga nyawa kau.Lagisatu,uruskan jadual aku.Ingatak a aku kalau ada meeting,” ujarnya dan terus blah macam tu je.“Kau ingat nyawa aku apa? Sama taraf dengan fail ni ke? Baik aku buat kerja kalau tak mahu dia marah-marah lagi,” rungutku sebelum memulakan kerja.Aku meregangkan badan.Sudah tiba waktu makan tengah hari tapi aku takkan keluar makan.Nak keluar makan dekat kantin syarikat macam ni? Mahu aku digelakkan.Keluarsekejap pergi tandas dah orang gelak sakan tambahan lagi nak makan lama-lama dekat kantin tu.Aku memandang Isz yang lalu di depan bilik aku.Almaklum lah aku ni tak suka buat kerha dalam bilik sorang-sorang tutup pintu.Sebab tu aku boleh nampak dia lalu.Kalau aku tahudia nak lalu dah lama aku tutup pintu.Aku bertambah pelik apabila dia mengundurkan diri dan tercegat di depanku.“Tak nak pergi makan ke?” tanyanya.“Nak pergi makan dengan pakai benda alah ni? Memang taklah.Yang Enick Isz sibuk-sibuk nak tahu aku makan ke tak apehal?”“Kalau kau pengsan sebab tak makan jangan nak salahkan aku.Kau jangan harap nak aku dukung kau kalau kau pengsan.Aku suruh aje mamat bangla tepi jalan tu dukung kau.Mestidia suka punya,” sindirnya.“Jangan risau Encik Isz.Kalau saya pengsan saya takkan menyusahkan Encik Isz.Saya pun lebih rela kalau didukung oleh mamat bangla tu daripada didukung oleh Encik Isz lah,”balasku.Kad maila yang tersangkut pada leher aku pandang sekejap.Cantik juga.“Kita tengok.”Aku mencebik.Tengok apa? Tengok wayang? Arghh stres nya! Baru hari pertama kerja sudah macam-macam aku lalui.Macam mana naj menghadapi hari yang seterusnya.##########################Hari ni genap seminggu aku bekerja dengan Isz kerek + poyo.Dalam seminggu itulah aku membuat pelbagai perkara yang tak pernah aku buat.Membasuh kereta BMW nyadihadapan syarikat,memjadi drivernya,menjadi cleaner di office ni dan pelbagainya.Memang boleh jadi mereng.Tapi takpe aku akan tunggu hari yang sesuai untuk membalasnya.“Hei berangan pulak dia ni.Aku tanya ni.Hari ni apa jadual aku,” tegurnya dan menunjal dahiku dengan agak kuat.Sehingga ke belakang aku kepala aku dibuatnya.Dia dudukbertenggek di atas meja dan merenungku.Aku menarik nafas dalam-dalam.“Hari ni tepat pukul 12.30 tengah hari Encik ada meeting dengan Tan Sri Salim dan pada pukul 3.00 petang pula Encik ada meeting dengan ahli lembaga pengarah.Itu sahaja untukhari ini.”“Emm malas betullah.Asyik-asyik meeting.Tiada benda lain ke nak buat,” ngomelnya.Aku berpura-pura tidak dengar dan ingin keluar tetapi terhenti apabila dipanggil.“Ain tunggu kejap.Aku nak kau check semua dokumen ni.Kalau ada yang salah kau betulkan.Selagi tak siap kau tak boleh balik.Itu aje.kau boleh keluar.” Aku mengangguk menurutiarahannya.Aku melihat keadaan di luar sungguh gelap dan sunyi.Mana taknya smeua dah balik.Tengoklah jam dah pukul berapa.Sudah pukul 8.50 malam tapi kerja aku ni tak siapsiap.Bertimbun lagi adalah.Agaknya mamat kerek tu pun dah balik.Pintu bilik dia bertutup aje.Aku terkejut apabila seseorang mencampakkan gumpalan kertas ke arahku.Aku mengangkat wajah.Aku tersenyum apabila Isz bersandar di tepi pintu.“Tak balik lagi?” Ringan mulutku menyoal.Dia menggeleng perlahan.“Dah makan? Kalau belum jomlah makan.Ni aku ada beli nasi ayam untuk kau.Nasi ayam kan makanan kegemaran kau.”Aku memandang wajahnya.Aku tersenyum apabila dia memalingkan muka ke arah lain.Alamak hensemnya! Sebijik macam pelakon korea yang aku minat tu.Daniel Henny! Asal akutiba-tiba terpuji dia ni?“Nak tak? Aku cuma takut kau pengsan.Nanti kalau kau pengsan siapa nak dukung kau? Mamat bangla dekat tepi jalan tu semua dah balik.Kau nak aku ke yang dukung kau? Kekau nak berdua-duaan dengan aku dalam bilik ni? Tapi kalau tutup lampu lagisyok,” usiknya nakal.Aku menggeleng laju.Aku bingkas bangun dan terus keluar.Naik meremang seluruh bulu romaku.Dia tertawa kecil.Aku menoleh ke arahnya yang makan dengan penuh berselera.Sedap sangat ke? Nasiayam sama dengan aku tapi tak lah sedap mana pun.Aku bepura-pura minum air apabila dia memandangku.“Haritu kau cakap kau single.Maknanya kau dah putus dengan Alif lah kan? Sebab apa putus? soalnya.Aku tersenyum.Alif lelaki yang aku suka sehingga aku tinggalkan mamat kerekni.“Entah.Aku tak ngam dengan dia.Dia kuat merajuk.Tapi biarlah benda dah lepas.Tak usah dikenang lagi.Dia dah kahwin dah pun.Anak dah berderet,” ceritaku sedikit teruja.Isz menganguk dan menyuapkan nasi ke dalam mulut.Sesekali dia meneguk air.Sambal itu pedas sedikit.Dia mana tahan pedas dari dulu lagi.Tapi mulut dia tu mengeluarkan kata-katapedas yang amat.“Hmm tu lah tinggalkan aku demi lelaki yang kuat merajuk tu siapa suruh.Kan dah kena.Kalau kau tak tinggalkan aku dulu maybe kita pun dah ada anak berderet-deret,” ucapnyaselamba.Aku dapat membayangkan betapa merahnya muka aku.Pak cik guard yang duduk tidak jauh dari kamisenyum meleret.Sengaja aku mengundang pak cik guard itu sekali.Tidaklah berdua-duaan.Takut difitnah orang.Kalau berdua-duaan mestilah ada pihak ketiga betul tak? Mamat kerek ni punbukannya betulsangat.“Kau macam mana dah ada awek?”“Macam ni lah siapa lah yang nak dekat aku.”Eleh dia ni.Dia yang jual mahal.Bukannya aku tak tau ramai perempuan beratur nakkan dia.Dari Kuala Lumpur sampailah Kelantan.Yo yo o je kau ni Zur’ain.“Hmm betul tu.Siapalah nakkan kau kan.Dah lah garang mulut berpuaka pulak tu.Cuba kau senyum 24 jam.Dan kau layan aku dengan baik.Nanti aku adjustlah kau dengan manamana kawan aku.”Tajam matanya pandangku.Apa salah ke aku cakap? Dah-dahlah renung aku.Aku mengalihkan pandangan.Aik mana pak cik guard tu pergi? Pergi meronda ke?“Senyum 24 jam? Maknanya dalam tidur pun aku kena senyum? Itu gila namanya.Dah kau tak payah nak memandai adjust aku dengan mana-mana perempuan.Kau ingat aku taklaku ke.Kau tu yang patut risaukan diri kau.Tengok penampilan kau.Macam mana lelaki nak tertarik kalau kau asyik pakai baju kurung.Cubalah pakaiskirt pendek-pendeksikit.Bolehlah aku cuci mata.Rambut tu dari dulu sampaisekarang ikat rambut tocang kuda.Lepaskanlah rambut kau tu,” bebelnya.Hah? Apa kena dengan penampilan aku? Okey je.Suka hatilah nak buat tocang kuda ke apa ke.Bukannya aku buat tocang rama-rama pun.Aku terus bangun.Lama-lama duduk situbakal mengundang pergaduhan aje.Aku semakin pelik apabila dia turut bangun.Dia menghampiriku perlahan-lahan.Aku mengundurkan dirisetapak demisetapak ke belakang.Aku berhenti apabila sudah rapat kedinding.Dia melekapkan tangan kanannya ke dinding.Aku cuba menentang renungan matanya.Renungan matanya tampak lain sekali.Dia membuka ikatan getah pada rambutkkumemyebabkan rambutku yang panjang jatuh mengurai.Dia menguak rambutku yang menutupi dahi ke belakang.“Kan cantik macam ni.Aku suka tengok kau lepas rambut,” bisiknya di telingaku dengan lembut.Aku terasa di awang-awangan.Namun aku tersedar.Aku terus menolak kuattubuhnya dan berlari ke bilik.Aku menundukkan wajah apabila terserempak dengan pak cik guard.##############################Aku duduk bersantai menyandarkan kepala dibahu Alia.Drama yang ditayang adalah drama kegemaran aku.Dina membuka pintu dan keluar apabila ada orang memberisalam.Tidaklama kemudian Dina masuk ke dalam rumah dengan senyuman di bibir.“Ain,ex-boyfriend kau nak jumpa,” kata Dina.“Hah? Isz? Bos aku? Apa dia nak?”“Yo lah Isz.Dia nak kau kut.”“Eh cepatlah keluar.Tengok dia nak apa.Manalah tau bunga-bunga cinta yang mati dulu bersemi kembali,” tambah Alia.Aku mendengus sebelum keluar.Aku melihat dia bersandar pada kereta Nissan Fair Lady.Kereta barulah tu.Saja nak tunjuk lagak.Sebenarnya aku masih geram akan sikap dia yang terus-terusan membuli aku.“Nak apa?”“Temankan aku makan.Lapar ni.”“Heh pasal apa aku kena teman kau makan? Aku setiausaha kau ditempat kerja bukan diluar.Aku takde buat perjanjian pun kalau aku nak jadisetiausaha kau aku kena teman kaumakan.”“Aku peduli apa ditempat kerja atau diluar.Memang ada kau buat perjanjian.Nah baca syarat ke 24.”Membulat mata aku membacanya kontrak yang aku tandatangani dulu.Menyesal aku tak baca terlebih dahulu.Isz main kotor!“Kontrak ni tak sah!”“Sah! Cepatlah.Aku dah lapar ni,” tengkingnya sambil membukakan pintu kereta untukku.Aku cepat-cepat masuk ke dalam keretanya.Tengking-tengking pula.Apa kata jiran akunanti.Dompet langsung aku tak bawak.Ic pun takde.Ni kalau polis tahan aku cakap aje dia culik aku.Senang!############################“Betul ni kau tak nak makan? Makanlah aku belanja.”“Makan aje lah.Aku dah kenyang.Cepat sikit makan boleh tak?”“Sabarlah.”Aku memang tengah sabar niIsz.Kalau tak air tembikai tu aku jirus dekat kepala kau.Aku perasan mata anak-anak gadis yang berada di dalam restoran ni menoleh ke arah Iszberkali-kali.Suka Isz lah tu.Kenapa aku tiba-tiba jealous ni?“Eh hai Eir? Eir,you buat apa dekat sini?” sapa seorang perempuan yang agak seksi tapi taklah lawa mana.“Kau buta ke apa? Tak nampak aku tengah makan,” jawab Isz.Aku ketawa dalam hati.Tu lah.Lain kali jangan nak tanya soalan bodoh dekat mamat kerek ni.Kan dah kena.“Eir,apa kata lepas ni kita tengok wayang nak tak?” rengek perempuan seksi itu lagi.“Aku lepas ni nak balik dan terus tidur.Kau kalau nak tengok wayang pergisorang-soranglah ye.”“Eir.. .Eir.”“Kau ni kenapa cacing miang? Aku nak makan pun tak selesa lah,” marah Isz.Aku hanya diam memerhati aksi‘agak mesra’ ini.“Siapa perempuan ni Eir? Semacam aje I nengoknya.”Eh perempuan ni.Dia yang gedik sana-sini.Aku pula yang dikata semacam.“Cleaner I dekat office.” Ternganga aku.Aku yang cun-melecun ni dikata cleaner?“Hi,I Fiza and you?”“Apa pizza? Unik nama tu.Saya Zur’ain.” Kan dah kena.Berubah wajah gadis yang bernama Fiza itu.Isz tertawa perlahan.Aku bukan nak permainkan nama dia tapi geram dengan sikap dia.“F.I.Z.A! Fiza! Not pizza.”“Oh sorry.Saya ni ada sound trouble sikit.”Masam muka Fiza. “Eir,I balik dululah ye.I love you,” kata Fiza tanpa malu.Isz hanya makan makanannya tanpa mempedulikan Fiza.Fiza terus berlalu kerana sakit hati.Kesian kau Fiza.Lelaki macam Isz Eirfan ni memang tidak ada perasaan!Isz meminta diri untuk ke tandas.Ini adalah peluang aku nak mengenakannya kembali.Aku mengeluarkan julap yang kebetulan berada di dalam poket seluarku.Tadi aku ingat nakkenakan Dina tapi kau ganggu.Sekarang kau rasakan pembalasan dendam aku! Cleaner ye.Aku akan cleankan perut kau.Aku mengacau-gacau jus tembikainya dengan straw.Aku tersenyum nipis apabila dia mendekati aku.“Jomlah balik.Aku dah bayar tadi.”“Eh nantilah.Habiskan dulu air kau.Tak elok membazir,” kataku.Dia mengangguk dan meneguk air sampai habis.Aku menjelingnya yang tampak tidak selesa.Dahinya berkerut-kerut menahan sakit.Kesannya dah bermula.Dia membelok masuk ke stesen minyak.Tahu sangat tempat mana dia naktuju.“Aku nak pergi tandas.Duduk sini diam-diam,” katanya dan tergesa-gesa ingin keluar.Dah tak tahan lah tu.Kelakarnya muka dia berkerut tadi.Setelah 2o minit aku menunggu dia di dalam kereta akhirnya dia keluar.Isz mula start enjin keretanya.“Kau okey tak ni?” Tanyaku pura-pura prihatin.“Tak okey langsung.Lepas hantar kau aku ingat nak pergi hospital.Maybe dua hari aku tak masuk office.Cancel kesemua meeting aku.Dah pakai tali pinggang tu aku nak gerak dahni.”Aku mengangguk.Kesian kau Isz.Tapisiapa suruh kenakan aku!###########################Aku mengeluh perlahan.Fail yang tersusun aku sengaja selerakkan di atas meja.Kenapa dengan aku ni? Baru dua hari aku tak jumpa dia takkan rindu kut.Baik aku buat air milo panas.Mana tahu lega sikit ke kepala aku yang berpusing ni.Aku melewati bilik Isz.Kemudian aku mengundurkan diri.Setelah aku pasti tiada sesiapa nampakaku,aku terus masuk ke dalam biliknya dan tutup pintu serapat yang mungkin.Aku meliarkan pandangan ke segenap biliknya.Aku tersenyum apabila teringat dia duduk di kerusinya dan memarahiku.Sungguh aku rindu kau Isz! Bila kau nak datang office?“Apa kau buat kat dalam bilik aku ni?” tegur seseorang.Akibat terkejut cawan yang aku pegang terlepas dan secara tidak sengaja air milo yang agak panas terkena tanganku.Akumengaduh kesakitan.Isz pantas mendapatkan aku dan duduk kan aku disofa.“Kau ni cuai betullah.Kau ni memang selalu buat aku risau.Nasib baik aku datang office,” bebelnya sambil tercari-carisesuatu di dalam laci.Dia menyapu ubat gamat pada tanganku.Dia mengusap perlahan.“Sakit tak?”Entah mengapa air mataku bergenang dan jatuh berjuraian.Bukannya sakit mana pun tapi aku rasa nak menangis.“Hei.Kenapa ni? Jomlah pergi klinik kita check apa yang patut,” ujarnya.Wajahnya tampak risau.Aku menggeleng.Air mataku disekanya.“Sikit je.”“Sikit je? Kalau jadi apa-apa dekat kau siapa nak gaduh dengan aku? Siapa nak teman aku makan?”Aku terdiam.Penting ke aku ni dalam hidup Isz?“Kau risau?”“Gila aku tak risau? Perempuan yang aku cinta dalam kesakitan!”Aku terpempan mendengar pengakuannya.Betul ke apa yang aku dengar ni?“Apa maksud kau?” soalku.“Dengar sini Ain.Aku tahu aku bersalah dulu sebab selalu salahkan kau sebab tinggalkan aku tapi aku pun bersalah juga sebab dalam diam aku ada perempuan lain.Aku sakit hati danrasa ego aku tercabar.Aku ingatkan dulu aku suka kau gitu-gitu je tapi bila kita dah berpisah barulah aku sedar aku betul-betulsukakan kau.Tapi aku terlambat menyedari perasaanaku.Kita sudah membawa haluan masing-masing.Sehinggalah aku jumpa kau balik beberapa bulan yang lepas.Aku cintakan kau Zur’ain Sofia binti Haji Abdul Aziz! Aku cintakankau”“Tapi kenapa kau selalu buli aku?” luahku agak sayu.Dia mengenggam kedua-dua tanganku.“Sebab aku ego.Aku takut kalau aku meluahkan perasaan aku kau akan tinggalkan aku.Tapi percayalah Ain.Hanya dikau dihatiku.”Aku menundukkan wajah kerana malu.“Aku pun cintakan kau.Baru dua hari aku tak jumpa kau aku rasa rindu sangat,” ucapku lambat-lambat.Isz tersenyum lebar.“Emm Isz aku nak cakap sesuatu ni boleh?”“Cakaplah sayang.Apa dia?” Romantis sungguh suaranya.Aku sedikit gelabah apabila dipanggilsayang.Nak kasi tahu ke tidak ni?“Sebenarnya kau sakit perut hari tu disebabkan aku.Aku letak julap dalam air kau.Aku rasa geram bila kau perlekehkan aku depan Fiza.Cuba aku cakap kau cleaner.Mesti kaumarahkan,” ujarku.Isz mengerutkan dahi memikirkan sesuatu.Aku sudah bangun dan melarikan dirisejauh yang mungkin.“Jadisayang… .Sayang ni nakallah!” Dia sudah mula mendekati aku.“Baik sayang ke sini.”“Tak nak! Kita tak nak.” Balasku dan menjelirkan lidah.Isz mengangguk dan tersenyum.Aku berlari ke arah lain apabila dia mula mengejarku.Sungguh aku rasa bahagia saat ini.Aku bersyukur dengan kegembiraan yang kumilikisekarang ini.Terima kasih Ya Allah kerana memberikan aku lelaki yang tulus mencintaiku.


Aku memandang sayu seekor anak kucing yang sedang mengiau kesakitan. Hatiku bagaikan ditusuk sembilu. Air mata yang bergenang di tubir mata aku kesat dengan hujung jari manisku. Hujung tudungku yang mengikut alunan angin aku biarkan saja.
“Kucing, kenapa manusia kejam?” Aku menjeling Toyota Prius berwarna putih metalik yang berhenti tidak jauh dari tempat aku berdiri. Sepertinya aku kenal kereta itu.
Kucing yang sudah berlumuran darah itu aku angkat lalu aku usap penuh kasih sayang. Kasihan kucing yang tidak bersalah ini. Si pelanggar sudah lesap entah ke mana. Semoga dia mendapat balasan atas apa yang dia lakukan.
“Cik..”
Terus aku berpaling. Lidahku kelu seirama dengan jantungku yang berdegup kencang. Lelaki itu juga sama. Berdiri kaku dan tidak henti memandang wajahku.
“Zalfa.” Namaku diserunya lembut. Aku masih pegun di situ.
“Kenapa ni?” soalnya.
“Err. Kucing ni luka,” tuturku perlahan sambil mengusap kepala kucing itu.
Lelaki itu mendekatiku. Terlalu hampir denganku hingga jelas kedengaran desahan nafasnya. Aku mengundur beberapa langkah ke belakang. Dia memandangku seketika sebelum turut menapak ke belakang.
“Jom saya bawa ke klinik!”
Aku tiada pilihan saat ini. Lantas aku hanya diam tanpa kata.
Sepanjang perjalanan, aku hanya membisu. Membuang pandang ke luar tingkap. Kucing yang berada di dalam pelukanku sudah terlena. Entah mengapa aku berasa perjalanan ke klinik haiwan sungguh lama. Lelaki tampan di sebelahku aku lihat begitu khusyuk dengan pemanduannya.
Dua minggu lalu, aku bertemu dengannya. Ya! Bertemu secara tidak sengaja. Aku hairan kenapa lelaki ini berada di Kedah dan bukannya di Kuala Lumpur. Tengku Khalish Eshan. Lelaki yang berjaya mencuri hatiku dalam diam. Lelaki yang berjaya mengingatkan aku dengan memori lama yang sungguh menyakitkan. Ah! Persetankan semua itu.
“Kau sihat?”
“Sihat.”
Bibirnya melemparkan senyuman kelat. Jari-jemarinya mengetuk stereng kereta di kala lampu isyarat berwarna merah.
“Kenapa tengok aku macam nak telan?” Ajunya dan mata itu terus memandang dalam anak mataku. Aku terkesima lalu menunduk malu. Wajahku merona merah.
“Saya.. saya..” Tersekat-sekat aku menjawab soalannya. Sesaat kemudian, dia menggoyangkan jarinya.
“Tak payah jawab soalan aku. Aku cuma takut aku terluka dengan jawapan tu.”
Kenyataannya membuatkan darahku tersirap. Dia bagaikan memerliku dalam diam. Ya! Dia takut dia terluka seperti dua minggu lalu. Aku menghela nafas. Menyandarkan tubuh pada kerusi kereta lalu memejamkan mata. Peristiwa itu terus berlegar-legar di fikiranku.
*****
Jalan yang berdebu aku susur dengan perasaan gembira. Mana tidaknya. Aku sudah berjanji dengan ayah untuk membawanya keluar. Tudungku yang bertiup dek angin yang kencang aku pegang erat. Jam using pada pergelangan tangan aku kerling. Sudah pukul 6 petang.
Langkahku terhenti tatkala terlihat sebuah Toyota Prius berwarna putih metalik tersadai elok di tepi jalan. Tingkapnya terbuka. Hatiku tiba-tiba digasak rasa ingin tahu. Lantas aku mendekati kereta itu. Seorang lelaki sedang terlena di tempat pemandu.
Aku mengerutkan dahi. Benarkan dia terlena?
“Kenapa encik tidur di sini?” soalku lantang tetapi tiada jawapan. Dengan menggunakan beg sandangku, aku menggerakkan lelaki itu tetapi tiada balasan. Aku mencubit sedikit bahunya tetapi dia masih menutup mata. Aku risau.
“Sakit,” ucapnya lemah. Sakit? Aku belek wajahnya. Tiada langsung luka.
“Sejuk..” Adakah dia demam? Aku meletakkan tanganku yang berlapik di atas dahinya. Panas! Apa yang harus aku lakukan?
Dompetnya di atas dashboard aku pandang. Pasti ada alamat rumahnya. Dompetnya aku buka. Telahanku benar. Tercatat alamat rumahnya. Aku menolak lelaki itu ke tempat sebelah. Giliran aku berada di tempat pemandu. Ini ialah aku. Ada lesen kereta tapi tak ada kereta.
Kereta berhenti di hadapan sebuah rumah. Bagaikan istana. Lelaki di sebelahku sedang terlena. Aku membuka pintu kereta. Mendekati pengawal keselamatan.
Aku memegang pipiku yang ditampar. Apa salahku sekarang ini?
“Kau buat apa dengan abang aku?” soalnya. Aku kenal suara ini. Adeeba! Rupa-rupanya lelaki tadi abang Tengku Natrah Adeeba.
“Saya tak buat apa. Saya cuma hantar dia balik,” terangku. Ruang tamu yang besar dan luas ini tiba-tiba bagaikan sempit dan gelap.
Menyesal pula aku rasakan kerana membantu lelaki itu tadi. Sudah 8 tahun berlalu. 8 tahun aku tidak berjumpa dengan wanita bernama Adeeba ini. Selepas aku disuruh berambus, aku terus keluar daripada sekolah itu.
Sekarang, dia muncul kembali dalam hidupku. Memegang watak sebagai seorang wanita yang kejam. Dan aku memegang watak sebagai seorang wanita yang selalu dianiayai.
“Tipu!” Jeritnya.
“Saya cakap benda benar. Kenapa awak tak pernah percayakan saya? Dulu, awak buli saya. Awak suruh saya berambus dari sekolah tu. Saya berambus. Awak nak apa lagi?”
Tiada jawapan untuk soalanku. Sebaliknya dia ketawa. Sumbang saja bunyinya. Adeeba mendekatiku. Hujung tudungku dipegangnya.
“Kau rupanya, Nurul Zalfa. Ingatkan kau dah mati. Masih hidup rupanya.”
“Ya! Saya masih hidup. Masih bernafas dan masih bahagia meskipun bahagia itu sedikit demi sedikit hilang disebabkan awak!” Lurus saja aku menudingkan jadi ke arahnya. Adeeba membengkokkan jari yang aku tuding.
“Memang! Aku bahagia bila kebahagiaan kau tu hilang. Silap aku dulu sebab buli kau sikit. Sepatutnya aku buat kau mati!”
“Kenapa awak begitu bencikan saya? Apa salah saya? Saya tak pernah kacau hidup awak,” luahku kesal.
Wanita di hadapanku ku ini masih seperti dulu. Baik dari segi gaya atau suara. Patutlah dia ini senang saja merosakkan beg sandangku. Lihat saja rumah yang didiaminya. Bagaikan istana. Jika aku bekerja seumur hidup pun belum tentu aku mampu memiliki rumah sebesar ini.
Namun aku bersyukur meskipun aku tak sekaya dirinya. Aku ada ayah. Itu sudah cukup.
“Kau nak tahu sebab apa aku bencikan kau? Kau nak tahu?”
Aku hanya terdiam.
“Sebabnya cukup mudah. Sebab abang aku cintakan kau, bodoh! Kau rampas abang aku. Masa kau belum datang sekolah tu, hidup abang aku dihabiskan bersama aku saja tapi bila kau datang, semuanya punah. Abang aku dah tak macam dulu. Semua sebab kau!”
Aku terpana. Siapakah abang Adeeba? Kenapa aku tidak pernah tahu dia mempunyai abang?
“Abang awak siapa?”
Matanya merah. Dia mencekakkan pinggang.
“Kau tanya siapa abang aku? Tengku Khalish Eshan. Abang aku tu lelaki yang kau jumpa belakang sekolah dulu. Lelaki yang bayarkan bil hospital ayah kau. Kau memang tak guna. Perempuan sial. Perempuan..” Kata-katanya tidak habis. Seorang lelaki melayangkan penampar di wajahnya. Aku tergamam.
Lelaki itu. Lelaki yang aku jumpa di belakang bangunan sekolah abang Adeeba rupanya. Lelaki yang aku cintai dalam diam. Patutlah Adeeba begitu membenciku. Aku pasti dia sangat rapat dengan abangnya sehingga tidak mampu menerima perempuan lain.
“Deeba jangan melampau. Abang tak pernah ajar Deeba hina orang.” Sudah kebahkah dia daripada demam?
Adeeba memegang pipinya. Wajahnya merah menyala. Air matanya sudah mengalir laju.
“Abang yang melampau! Sebab perempuan ni, abang pukul Deeba! Deeba benci abang. Deeba tak rela abang cintakan dia. Deeba akan pastikan perempuan ni derita!”
Terus Adeeba berlalu pergi. Meninggalkan aku dengan lelaki ini.
Aku mengambil beg sandangku di atas sofa lalu berlalu pergi. Lelaki itu mengejarku dan cepat saja dia meraih pergelangan tanganku.
“Lepaskan saya!” Keras saja suaraku.
Lelaki itu menggeleng. Aku sudah tidak mahu masuk dalam permainan Adeeba dan abangnya. Cukuplah selama ini aku dibenci.
“Lepaskan saya,” rayuku. Mataku sudah berkaca.
Mataku dipandangnya. Perlahan-lahan dia melepaskan pergelangan tanganku.
“Sebab aku lepaskan kau dulu, aku derita. Silap aku sebab biarkan adik aku buli kau. Hati aku berdarah tapi aku tak mampu buat apa-apa. Hanya mampu perhatikan kau. Hanya mampu mengucapkan kata cinta dalam diam.” Dia berjeda.
Terus aku ketawa. Memang sumbang tetapi masih cukup kuat untuk memeranjatkan dia yang hanyut dibuai perasaan.
Aku tidak layak untuk dicintai! Aku hanya seorang manusia miskin lagi hina. Jangankan untuk bersama dengan lelaki ini, hadir dalam hidupnya juga satu kesilapan yang sangat besar lagi menyeksakan. Kerana dirinya, aku derita. Tapi silap diakah untuk mencintaiku? Dan adakah silap aku juga kerana mencintai dia?
“Kenapa kau ketawa?”
Mata itu memandang mataku sebelum aku mengalihkan pandangan. Terasa degupan jantungku laju.
“Saya ketawa sebab saya rasa encik tak berguna. Sanggup menampar adik sendiri sebab orang asing dalam hidup encik. Encik, kasih sayang orang asing tu boleh diganti tapi kasih sayang keluarga sendiri takkan pernah boleh diganti.
Sakit dibuli itu telah lama lenyap dalam kegelapan. Hati encik yang berdarah tu tak mungkin saya ubatkan. Cinta encik itu mungkin hanya nafsu semata-mata!” Tingkahku.
Lelaki itu menggeleng. Lalu menyambung kata. “Aku yakin dengan cinta aku. Hati yang berdarah tu, hanya kau yang mampu ubati! Kenapa susah sangat kau nak terima cinta aku, huh?”
Aku tersenyum pahit.
“Saya takkan pernah terima cinta encik selagi ada yang tidak merelakan encik mencintai saya.” Terus aku melangkah pergi. Meredah hujan dan air mataku berjuraian keluar daripada pelupuk mata. Hatiku yang sakit aku biarkan saja. Cinta yang berbalas itu tidak mampu buatkan aku tersenyum. Biarkan masa merawat segalanya.
*****
Alhamdullilah! Kucing itu masih mempunyai peluang untuk hidup seperti sediakala. Bibirku mengukir senyuman bahagia. Sejak dari kecil lagi aku memang sukakan kucing.
“Zalfa.” Namaku diseru. Hatiku tak tentu arah. Entah kenapa jantungku berdegup kencang di saat dia menyeru namaku. Apakah ini penangan cinta?
“Ya.”
“Jom balik,” ajaknya.
Aku menggeleng. Wajahnya bertukar keruh. Biarlah kali ini aku pulang dengan bas saja. Tidak mahu menyusahkan dia lagi. Sudahlah dia yang membayar segala bil perubatan. Hendak harapkan aku, aku tidak mampu.
“Saya balik naik bas saja.” Bohongku. Ada ke bas sekarang ni?
“Tak! Aku tak benarkan! Lagipun bas mana ada sekarang ni.” Terus dia mencapai pergelangan tanganku lalu menarikku kasar ke keretanya. Tubuhku ditolak ke dalam perut kereta. Kucing yang sedang dibuai mimpi itu ternyata tidak terganggu dengan perlakuan Tengku Khalish Eshan.
Pintu kereta dikunci. Aku hanya diam. Takut sebenarnya. Lelaki ini memang nekad. Lihat saja adiknya. Mendera hati ini hinggakan hati ini bagaikan sudah mati ditelan kesakitan.
“Terima kasih.”
“Untuk apa?”
Ternyata lelaki ini masih dingin dan serius. Tapi aku selesa begini. Aku benci lelaki yang begitu tergila-gilakan wanita yang dia cintai hingga sanggup membuat apa-apa saja.
“Sebab bayarkan bil tadi. Nanti saya bayar balik.”
Lelaki itu hanya membisu. Dagunya yang bersih diusap berkali-kali.
“Aku tak nak duit kau!” Ucapnya lantang. Aku menjongketkan keningku.
Belum sempat aku bertanya, dia sudah mendahuluiku.
“Aku nak kau bayar dengan cinta kau. Boleh?”
“Berapa kali saya nak cakap? Saya takkan mencintai encik selagi ada yang tidak rela encik mencintai saya!” Tukasku keras.
Pemanduannya diteruskan meskipun suasana dingin membelenggu kami. Dia memang tenang meskipun kesakitan mencengkam hati. Namun aku lebih sukakan Tengku Khalish Eshan yang dulu. Yang tidak mudah meluahkan perasaan cinta. Yang membuatkan aku seringkali tertanya-tanya siapa dirinya.
Manusia boleh berubah, Nurul Zalfa.
“Aku terima kenyataan tu tapi kau cintakan aku tak?”
Soalannya benar-benar memerangkapku. Bibirnya mengoyak senyuman nakal. Aku memalingkan muka. Memandang kucing yang masih tidur.
Dia memandang wajahku. Sengaja memandu perlahan.
“Kenapa tak jawab soalan aku?”
“Saya tak cintakan encik,” lafazku lambat-lambat.
Lelaki itu bersiul gembira sebelum menggeleng.
“Kau tak pandai menipu. Aku tahu kau cintakan aku. Betul tak?”
“Tak ada sebab untuk saya cintakan encik.”
Jika adiknya tahu aku menumpang kereta abangnya, pasti nasib buruk akan menimpa diriku. Aku kenal Tengku Natrah Adeeba. Dia akan buat apa saja asalkan dia dapat apa yang dia mahu termasuk mendera hati ini.
Tidak sewajarnya aku berdendam dengan dia. Aku pandang hujung jari telunjukku yang berparut. Parut yang ditinggalkan Adeeba.
“Tak ada sebab juga untuk kau tak cintakan aku.” Terus lamunanku hilang ditelan kegelapan malam.
“Boleh tak encik pandu cepat sikit? Ayah saya duduk sorang-sorang!”
Aku cuba menukar topik. Lelaki itu diam sebelum meratah wajahku.
“Ayah kau sihat?”
“Sihat.”
“Baguslah. Aku tak suka mentua aku sakit,” ucapnya sangat perlahan sehingga telingaku tidak dapat menangkap kata-katanya.
“Encik kata apa?”
Dia hanya menggeleng. Sepuluh minit kemudian, aku tiba di rumah. Rasanya ayah sedang solat kerana jam kereta menunjukkan pukul 8 malam.
“Dah sampai,” ucapnya. Kelihatan dia sedang leka memandang rumahku.
“Ada masalah ke dengan rumah saya?”
“Tak.”
Aku membuka pintu kereta. Kucing yang aku kutip sebentar tadi sudah terjaga. Ayah pasti gembira dengan kedatangan kucing ini kerana dia juga sukakan kucing seperti aku.
“Terima kasih sebab hantarkan saya. Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumsalam. Eh, kau tak nak bagi flying kiss ke?”
Penumbuk kecilku aku acukan ke muka dia. Dia ketawa besar. Aku menjelirkan lidah sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Hati, kenapa tidak berjaga-jaga? Lupakah aku dengan Adeeba?
Tangga rumah aku daki. Aku berpaling di saat keretanya sudah membelah kesunyian malam. Tanpa sedar, rasa cinta semakin mendalam. Tersungging senyuman mekar di bibirku.