Gigsplay View RSS

Berita Musik dan Konser Indonesia Terbaru
Hide details



Rozenski Gelar Gala Premiere Video Musik “Secangkir Kopi”, Tampilkan Romansa Abadi Bernuansa Alam 6:41 PM (3 hours ago)

Trio musik Rozenski yang berasal dari Bandung, terdiri dari Ovick (vokal), Jojo (cello), dan Betoth (gitar), bersiap menggelar Gala Premiere untuk video musik terbaru mereka yang berjudul “Secangkir Kopi” beserta aransemen baru dari lagu tersebut.

Acara ini akan berlangsung di Kafe Legend, Banjaran-Bandung, dan menjadi momen spesial bagi Rozenstars (sebutan untuk fans Rozenski) untuk menyaksikan karya baru ini, sambil menikmati keindahan alam Pasundan yang ditampilkan dalam visual video.

“Secangkir Kopi” mengisahkan cinta yang abadi antara Riga Wira (Dea JK), seorang pria sederhana dari Pasundan, dan Weda Langi (Caca), seorang wanita bijak yang selalu hidup dalam kenangan.

Dengan latar belakang lanskap Ciwidey, Gunung Sumbul, dan sekitarnya, video musik yang disutradarai dan ditulis oleh Adi Sumardja ini menggambarkan perjalanan emosional Riga saat mengenang cinta sejatinya melalui tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama. Kabut pegunungan, hamparan kebun teh, dan secangkir kopi hangat menjadi simbol kesetiaan pada kenangan yang tak akan pudar.

Band Rozenski

Adi Sumardja, sutradara berbasis di Bandung, mengungkapkan bahwa video ini adalah bentuk kontemplasi tentang kehilangan dan syukur. Pemilihan lokasi di kawasan Bandung Selatan sengaja dilakukan untuk memperkuat atmosfer nostalgia dan kedalaman emosi cerita.

Dea JK, yang berperan sebagai Riga Wira, menyebut proses syuting sebagai pengalaman yang sangat berkesan. Sementara Caca, yang memerankan Weda Langi, menambahkan bahwa karakter tersebut mewakili sosok yang meninggalkan jejak cinta tanpa syarat, bahkan setelah kepergiannya.

Rozenski, sebagai penggarap musik, sengaja memilih aransemen akustik minimalis yang dipadukan dengan sentuhan cello melankolis dan gitar folk yang hangat. Ovick, vokalis, menjelaskan bahwa lirik “Secangkir Kopi” diciptakan sebagai metafora tentang cinta yang tetap hidup dalam hal-hal sederhana. “Kopi di sini adalah simbol kehangatan dan kenangan yang terus mengalir seperti aroma yang tak pernah pudar,” tuturnya.

Gala Premiere akan dihadiri oleh para undangan khusus, termasuk komunitas musik lokal dan media. Selain pemutaran video, acara ini juga akan dimeriahkan dengan penampilan langsung aransemen baru “Secangkir Kopi” serta sesi diskusi bersama tim kreatif. Bagi Rozenstars yang tidak dapat hadir, video musik ini akan dirilis di YouTube pada tanggal yang sama, 10 Mei 2025.

“Secangkir Kopi” diharapkan menjadi penghubung antara musik, visual, dan emosi, sebuah mahakarya yang mengajak penonton merenungi arti cinta, kehilangan, dan keindahan dalam kesederhanaan.

Informasi lebih lanjut tentang acara dan karya Rozenski dapat diikuti melalui akun media sosial resmi mereka

Gala Premiere Video Musik “Secangkir Kopi”

The post Rozenski Gelar Gala Premiere Video Musik “Secangkir Kopi”, Tampilkan Romansa Abadi Bernuansa Alam appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Flowthentic Tampilkan Kritik Sosial Di Album Baru “Konsumsi Publik” 4:47 PM (4 hours ago)

Setelah merilis single pembuka album “Korban Tren Abad 21” pada 27 Desember 2024, Flowthentic, band rock dari Rawamangun, Jakarta Timur, kembali menunjukkan eksistensinya di dunia musik Indonesia dengan peluncuran album kedua berjudul ‘Konsumsi Publik’.

Album ini menyajikan 14 lagu berbahasa Indonesia yang berani, mengangkat berbagai isu sosial kontemporer melalui lirik yang tajam dan komposisi musik yang reflektif. Sebagai hasil kerja selama lima tahun, ‘Konsumsi Publik’ bukan hanya sebagai wadah ekspresi musikal, tetapi juga sebuah manifestasi sikap kritis terhadap realitas urban yang sering kali diabaikan.

Dengan mengusung konsep yang mereka sebut Rawrock—gabungan energi rock mentah dan eksperimen genre—Flowthentic menyajikan dinamika musik yang kaya. Album ini memadukan nuansa rock era 70-an, garage rock, funk, hingga metal, dikemas dalam lirik yang menyoroti berbagai isu seperti ketimpangan sosial, tekanan hidup perkotaan, dan degradasi nilai kemanusiaan.

Band Flowthentic album Konsumsi Publik

Vokal gahar Vairawan Dhuha Uzmana, riff gitar Alifanzar Putra, besutan bass Fritz Kaunang, dan ritme drum Joey Dave berpadu dalam harmoni yang progresif, menciptakan atmosfer musik yang mengajak pendengar untuk berpikir.

Album ini lahir dari tidur yang tidak nyenyak, keresahan di antara waktu istirahat, dan kemarahan terhadap tatanan sosial yang tidak jelas,” kata Vairawan, vokalis dan gitaris Flowthentic, saat menjelaskan proses kreatif di balik ‘Konsumsi Publik’.

Setiap lagu dirancang sebagai cermin dari fenomena masyarakat urban yang terjebak dalam rutinitas, konsumerisme, dan ilusi kemajuan. Band ini sengaja menghindari formula komersial, memilih pendekatan lirik yang metaforis namun tetap mudah dipahami, tanpa mengorbankan kedalaman pesan.

Flowthentic, yang namanya merupakan gabungan dari kata flow dan authentic, telah konsisten menjaga identitas musikalnya sejak berdiri pada tahun 2018.

Filosofi “mengalir secara autentik” tercermin dalam eksplorasi mereka yang tak terbatas pada satu genre, sekaligus mempertahankan esensi rock sebagai tulang punggung karya. Album ini juga menjadi bukti kolaborasi solid keempat personel, di mana masing-masing anggota memberikan warna unik tanpa mendominasi.

Album ‘Konsumsi Publik’ akan hadir di platform musik digital seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube pada 9 Mei 2025, dengan tautan pre-save yang bisa diakses di tautan ini. Melalui album ini, Flowthentic mengajak pendengar untuk lebih kritis dan peka terhadap isu-isu lingkungan.

“Di tangan mereka, kritik sosial tidak lagi terdengar menggurui, melainkan menyentuh melalui metafora yang cerdas.”

Dengan keberanian mengangkat isu yang jarang disentuh musisi arus utama, karya ini diharapkan menjadi oase di tengah banjirnya konten musik instan yang minim makna. Bagi pecinta rock dan penggemar lirik berbobot, ‘Konsumsi Publik’ layak menjadi soundtrack perenungan di tengah hiruk-pikuk zaman.

Flowthentic, yang kerap disebut sebagai “suara jalanan yang terampil”, membuktikan bahwa musik rock tetap relevan sebagai medium protes dan refleksi. Di tangan mereka, kritik sosial tidak lagi terdengar menggurui, melainkan menyentuh melalui metafora yang cerdas.

Album kedua ini bukan hanya kelanjutan dari karier mereka, melainkan tonggak baru bagi band yang terus berkomitmen untuk menghidupkan semangat rock dalam narasi zaman now.

The post Flowthentic Tampilkan Kritik Sosial Di Album Baru “Konsumsi Publik” appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Rrag Luncurkan Video Musik “Sebentar”, Umumkan Album Debut Bersama Kolibri Rekords 12:45 AM (20 hours ago)

Band indie-rock asal Bogor, Rrag, memulai babak baru dalam perjalanan musik mereka dengan merilis single berjudul “Sebentar” pada 6 Mei 2025. Lagu ini dirilis bersamaan dengan video musik dan menandai secara resmi bahwa Rrag kini bernaung di bawah label Kolibri Rekords.

Dengan lirik yang menyentuh tentang kerinduan, kehilangan, dan makna “pulang”, Rrag membawa pendengarnya ke ruang refleksi yang dalam. Bagi mereka, “pulang” bukan sekadar kembali ke tempat tinggal, tetapi juga bisa berarti kembali ke pelukan dan kehangatan orang-orang terkasih.

Video musik “Sebentar” berfungsi sebagai medium visual yang memperkuat pesan dari lagu tersebut. Disutradarai oleh Arafat Zawaid alias Acil dan ditulis oleh Heta Satria Ramadhan, klip ini mengangkat narasi absurd seorang pria bernama Bana, yang diperankan oleh Karfianda “Toyor” Suryoutoro.

Hidup di bawah tekanan ekspektasi maskulinitas dan selalu berkata “ya” demi menyenangkan orang lain, Bana akhirnya melawan arus dengan menjadi dirinya sendiri—bebas, spontan, dan tak terduga. Perjalanan liar yang ia jalani dalam satu hari menjadi bentuk pembebasan dari konstruksi sosial yang membelenggu dirinya.

Kemunculan dua personel Rrag, Wili dan Damas, bisa diibaratkan sebagai metafora waktu yang terus bergerak, meninggalkan Bana yang terjebak dalam kenangan masa lalu. Namun akhir cerita ini menghadirkan momen yang menghangatkan hati: Bana tertidur di pangkuan orang terkasih, yang menunjukkan bahwa rumah bisa berarti pelukan, bukan hanya sekadar tempat tinggal.

Band Rrag

Produksi video musik ini berlangsung tanpa banyak perencanaan yang kaku, menambahkan elemen spontan yang justru memperkaya karya tersebut. Lokasi syuting dipilih karena kedekatan emosionalnya dengan Rrag. Taman Kencana, tempat mereka melakukan showcase debut EP, dan toko Kristal, yang akan menjadi latar untuk sampul single berikutnya, menjadi bagian dari narasi visual ini.

Cameo tak terduga dari Tari, yang juga membintangi video musik “Kristal” mendatang, dan kehadiran mobil Carry dari video “Bayang” menunjukkan bagaimana Rrag secara konsisten membangun semesta kreatif yang saling terhubung.

Lagu “Sebentar” ditulis oleh Acil dan Damas Hermansjah, terinspirasi dari pengalaman pribadi mengenai makna rumah. Awalnya, lagu ini muncul dari cerita teman-teman yang tidak bisa pulang saat Lebaran karena pekerjaan, namun kemudian berkembang menjadi refleksi yang lebih mendalam.

Acil mengungkapkan bahwa sejak pandemi, ia merasa tidak memiliki rumah tetap. Ibunya tinggal bersama keluarga lain, sementara ia sendiri menjalani hidup berpindah-pindah. Dari situ lahir lirik “pulang ke rumah atau ke pelukan”—frasa yang menangkap esensi emosional dari lagu ini.

Cerita Damas menambahkan dimensi yang lebih personal. Sejak kepergian ibunya dan penjualan rumah masa kecil, konsep “pulang” menjadi sesuatu yang abstrak. Ayahnya kini tinggal di Bangka Belitung bersama istri baru, sementara Damas hanya bisa mengenang Lebaran dengan air mata dan kerinduan untuk memeluk atau sekadar menziarahi makam ibunya.

“Sebentar” hadir sebagai pelipur lara bagi siapa pun yang pernah merasakan kehilangan dan kerinduan akan rumah, dalam bentuk apapun itu.

Single ini menjadi pembuka dari album perdana Rrag bertajuk ‘Langit’ yang akan rilis 8 Agustus 2025. Album ini dijanjikan akan memuat kisah-kisah keseharian yang akrab namun emosional, mengangkat tema kehilangan dan harapan lewat nuansa musik indie-rock khas Rrag.

YouTube Video

The post Rrag Luncurkan Video Musik “Sebentar”, Umumkan Album Debut Bersama Kolibri Rekords appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

25 Tahun Bermusik, Mocca Hadirkan “Life in Bloom” Sebagai Lambang Kedewasaan Dan Komitmen 6 May 7:48 PM (yesterday, 7:48 pm)

Setelah seperempat abad mewarnai industri musik Indonesia, band pop/folk asal Bandung, Mocca, kembali menyapa para penggemarnya dengan karya terbaru. Hari ini (7/5), mereka resmi merilis mini album bertajuk ‘Life in Bloom’ melalui label independen mereka sendiri, My Diary Records.

Album ini menandai fase baru dalam perjalanan musikal mereka, sekaligus menjadi refleksi kedewasaan setelah 25 tahun berkarya bersama.

Salah satu lagu utama dalam album ini, “Just Say Yes”, menjadi titik puncak dari trilogi lagu tentang cinta dan komitmen yang sebelumnya diawali oleh “Be My Bee” dan “Menua Bersama”. Lagu ini menyuguhkan nuansa hangat dan ringan, dengan aransemen gitar akustik yang ceria serta vokal khas Arina Ephipania yang lembut.

Barisan lirik pembuka seperti “I see no future without having you there” bukan hanya sekadar ungkapan cinta biasa, tetapi menjadi janji dalam bentuk lagu, sebuah ikrar tulus untuk berjalan bersama di masa depan.

Lewat chorus yang berulang-ulang menyuarakan “Just say yes! / To walk this path along with me“, Mocca mengajak pendengarnya untuk merenungkan makna memilih. Tidak hanya tentang memilih pasangan, tetapi juga tentang mengambil langkah besar dalam hidup dengan keberanian, entah itu untuk mencintai, mengejar impian, atau menghadapi ketidakpastian.

Lagu ini berbicara dalam bahasa yang sederhana namun menghantam tepat di perasaan, terutama saat Arina menyanyikan, “Will you still love me when I’m old and gray?”—pertanyaan yang mungkin terbesit dalam hati siapa pun yang percaya pada komitmen jangka panjang.

Band Mocca Bandung

Jika “Be My Bee” menggambarkan masa-masa manis awal jatuh cinta, dan “Menua Bersama” berbicara tentang ketekunan bertahan bersama dalam hubungan, maka “Just Say Yes” menutup trilogi ini dengan penegasan tentang keberanian untuk menetapkan hati pada satu pilihan: selamanya.

Secara musikal, lagu ini dikemas dengan penuh kehangatan, seperti pagi cerah yang menyiratkan harapan baru. Sentuhan perkusi yang halus serta harmoni antar instrumen terasa natural dan jujur, mencerminkan gaya khas Mocca yang tidak pernah berusaha menjadi sesuatu yang bukan mereka.

Album ‘Life in Bloom’ menjadi semacam perayaan atas perjalanan panjang Mocca. Judulnya mencerminkan fase pertumbuhan, baik secara pribadi maupun sebagai grup musik.

Mini album ini adalah semacam jurnal emosi dan kenangan yang dituangkan ke dalam musik. Di balik keindahan aransemennya, tersimpan kisah persahabatan dan perjuangan empat personel: Riko Prayitno, Achmad Pratama, Indra Massad, dan Arina, yang selama dua dekade lebih terus tumbuh bersama.

Dalam dunia musik yang cepat berubah dan penuh tren sesaat, kehadiran Mocca tetap menjadi penyejuk yang konsisten. Mereka tidak terburu-buru untuk relevan, tetapi justru tetap bertahan dengan kejujuran musikal yang menjadi identitas mereka sejak awal.

‘Life in Bloom’ bukan hanya bukti bahwa mereka masih ada, tapi juga bahwa mereka terus berkembang—mekar, tanpa kehilangan akar.

The post 25 Tahun Bermusik, Mocca Hadirkan “Life in Bloom” Sebagai Lambang Kedewasaan Dan Komitmen appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Sunrise in Jupiter Hadirkan Emosi Nyata Di Single Terbaru “Take Me Home” 6 May 6:53 PM (yesterday, 6:53 pm)

Grup musik rock alternatif Sunrise in Jupiter kembali mencuri perhatian lewat single terbaru mereka, “Take Me Home”, yang baru saja dirilis sebagai bagian dari album konsep mendatang ‘Mission to Mars Vol. 1’. Setelah viral dengan debut mereka, lagu kedua ini menandai evolusi yang signifikan: lebih berani, lebih emosional, dan jauh lebih personal.

Di balik kemasan musik rock luar angkasa yang megah, dipenuhi dengan gitar berlapis dan nuansa perjalanan kosmis, terdapat inti cerita yang sangat membumi.

Alih-alih hanya menjadi pelarian imajinatif, “Take Me Home” menyampaikan emosi yang nyata. Sebuah pesan suara dari anak perempuan sang vokalis, Ryder Cole, dimasukkan ke dalam lagu dan menjadi pusat emosionalnya. Ini bukan fantasi tentang luar angkasa, tapi ungkapan rindu, kehilangan, dan harapan yang diselimuti metafora bintang.

Secara musikal, lagu ini memadukan skala sinematik dengan kedekatan yang langsung terasa. Intro dibuka dengan dentuman gitar dan dengungan sintetis yang perlahan membangun menuju chorus penuh letupan emosi.

Lirik seperti “Don’t leave me empty-handed / Don’t leave me dead and stranded” bukan hanya sekadar syair, ini terdengar seperti permohonan yang tulus. Nuansa putus asa dalam lagu ini begitu hidup dan terasa sangat autentik.

Sunrise in Jupiter Band

Dari segi produksi, “Take Me Home” digarap dengan detail yang cermat. Dinamikanya mengalun naik turun seperti gelombang laut — atau semburan matahari. Distorsi gitar bertubrukan dengan harmoni vokal, menciptakan tekstur yang kaya.

Bahkan ada sentuhan organ di bagian akhir yang memberi kesan sakral, seolah mendekati klimaks spiritual. Pengaruh dari band-band besar seperti Muse, Queens of the Stone Age, dan Foo Fighters memang terasa, namun tetap tak menutupi identitas Sunrise in Jupiter sendiri.

Sulit menemukan band yang baru merintis tapi sudah berani menyampaikan emosi sedalam ini. “Take Me Home” menunjukkan bahwa mereka rela terbakar saat kembali memasuki atmosfer, asal bisa menyampaikan sesuatu yang berarti. Keberanian untuk tampil jujur di tengah zaman yang sinis inilah yang membuat mereka istimewa.

Dengan karya seperti ini, Sunrise in Jupiter bukan hanya sensasi sesaat. Mereka adalah suara yang tumbuh menjadi gerakan — membawa cerita, identitas, dan keberanian ke dalam musik mereka.

Take Me Home

The post Sunrise in Jupiter Hadirkan Emosi Nyata Di Single Terbaru “Take Me Home” appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Pink Floyd Kembali Puncaki Tangga Lagu Inggris Lewat Album “Pink Floyd at Pompeii” 6 May 4:49 PM (yesterday, 4:49 pm)

Pink Floyd berpeluang meraih posisi puncak tangga album Inggris untuk ketujuh kalinya lewat album soundtrack terbaru mereka dari film “Pink Floyd at Pompeii – MCMLXXII”. Album ini adalah hasil restorasi 4K dari film klasik tahun 1972, dengan audio yang telah di-remix oleh Steven Wilson dari Porcupine Tree.

Rilisan terbaru ini tersedia dalam format 2CD, 2LP, Blu-ray, dan DVD, dan mulai dijual pada Jumat, 2 Mei lalu. Berdasarkan data dari situs Official Charts, album ini menempati posisi pertama dalam tangga lagu sementara dan diprediksi akan tetap di sana hingga akhir pekan.

Versi live album ini juga dilengkapi dengan dua lagu tambahan: versi panjang dari ‘A Saucerful Of Secrets’ yang belum pernah dirilis sebelumnya, serta versi alternatif dari ‘Careful With that Axe, Eugene’.

Jika album ini resmi menduduki peringkat pertama, Pink Floyd akan mencatatkan tujuh kali pencapaian puncak di tangga lagu Inggris. Sebelumnya, mereka telah sukses meraih posisi tersebut dengan album ‘Atom Heart Mother’ (1970), ‘Wish You Were Here’ (1975), ‘The Final Cut’ (1983), ‘The Division Bell’ (1994), ‘Pulse (Live)’ (1995), dan ‘The Endless River’ (2014).

Pink Floyd at Pompeii

Pink Floyd at Pompeii / credit to Sony Music

Film versi restorasi ini ditayangkan di bioskop-bioskop di seluruh dunia bulan lalu. Film ini menggunakan rekaman asli dalam format 35mm yang telah ditingkatkan kualitas gambarnya menjadi 4K, dengan audio yang diolah ulang secara modern oleh Wilson.

Media musik dan film ternama NME memberikan empat dari lima bintang dalam ulasannya, dan menyebut film ini sebagai “rekaman masa yang sudah lama berlalu, setua penduduk Pompeii itu sendiri.”

Media tersebut juga menyoroti bagaimana Pink Floyd, setelah kepergian Syd Barrett, bertransformasi menjadi band eksperimental yang berani mencoba hal-hal baru lewat album seperti ‘Atom Heart Mother’, yang terkenal dengan sampul bergambar sapi dan bagian lagu berdurasi 13 menit.

Film “Pink Floyd at Pompeii – MCMLXXII” ini disutradarai oleh Adrian Maben dan memperlihatkan Pink Floyd tampil di amfiteater kuno Pompeii pada Oktober 1971.

Konser tersebut direkam tanpa kehadiran penonton, hanya disaksikan oleh kru film. Dalam film ini, Pink Floyd membawakan sejumlah lagu penting dari katalog mereka hingga saat itu, termasuk ‘Echoes’ dan ‘Set The Controls For The Heart Of The Sun’.

YouTube Video

The post Pink Floyd Kembali Puncaki Tangga Lagu Inggris Lewat Album “Pink Floyd at Pompeii” appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Gledeg Lepas Single “Soundtrack Film Action” Jelang Album Baru 6 May 3:49 PM (yesterday, 3:49 pm)

Setelah merilis EP ‘Mimpi Jadi Kiper‘ yang berisi enam lagu di awal tahun 2025, grup musik Gledeg yang terdiri dari Mahesa Yuwanda (Wancoy), Oza Rangkuti, Patra Gumala, dan Kicuy Aduy, kembali menghadirkan karya teranyar mereka. Single berjudul “Soundtrack Film Action” ini resmi dirilis pada 6 Mei 2025 di berbagai platform musik digital.

Lagu ini menjadi pembuka untuk album penuh mereka yang dijadwalkan rilis pada 13 Mei 2025, dengan total 12 lagu. Menariknya, seperti karya sebelumnya, durasi lagu-lagu dalam album ini terinspirasi oleh gaya Dream Theater, yaitu sekitar satu menit, menawarkan kombinasi energi yang intens dalam waktu singkat.

Proses kreatif untuk “Soundtrack Film Action” dimulai dari musik dasar yang diciptakan oleh Kicuy. Ketika Oza masuk studio untuk merekam bagian drum, Wancoy dengan spontan berkomentar, “Mantap juga nih lagunya kayak lagu film action!”.

Semua anggota setuju, terutama karena intro lagu dianggap sangat pas untuk mengiringi adegan laga yang penuh dinamika. Dari situ, judul lagu tersebut pun dipilih. Setelah judul final ditentukan, semua anggota terlibat dalam penulisan lirik. Kicuy, yang dikenal sebagai penghibur di balik layar, menyisipkan diksi-diksi lucu khas Gledeg, menciptakan kesan santai meskipun tema lagu sarat aksi.

Band Gledeg

Tema lirik lagu ini terinspirasi dari kegemaran Patra menonton film-film Jason Statham, yang memicu mimpinya untuk berakting dalam film laga. Karakter fiksi seperti John Wick dan Batman sengaja dipilih sebagai metafora dalam lirik, bukan hanya karena kekuatan tokohnya, tetapi juga untuk menyelipkan humor melalui kontras antara keseriusan aksi dan kelucuan diksi.

Kami ingin menggabungkan energi film aksi dengan sentuhan humor khas Gledeg. John Wick dan Batman itu serius di layar, tapi saat disebut dalam lagu kami, jadi terasa greget sekaligus lucu,” kata Patra.

Proses penciptaan lagu ini mengandalkan spontanitas tanpa riset atau persiapan matang, hal ini mencerminkan chemistry anggota band. Kolaborasi instrumen yang cepat, dipadukan dengan lirik yang ringan, menjadi ciri khas yang selalu diusung Gledeg sejak EP sebelumnya.

“Soundtrack Film Action” kini sudah bisa dinikmati di berbagai platform musik digital, termasuk Spotify, Apple Music, dan Joox. Gledeg mengajak pendengar untuk tidak hanya menikmati lagu ini, tetapi juga membagikannya kepada orang-orang terdekat.

Segera putar “Soundtrack Film Action” dan sambut album penuh mereka yang siap meramaikan dunia musik Indonesia di pertengahan 2025.

Soundtrack Film Action

The post Gledeg Lepas Single “Soundtrack Film Action” Jelang Album Baru appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Refleksi Tengah Malam Lomba Sihir Di Album “Obrolan Jam 3 Pagi” 6 May 1:28 PM (yesterday, 1:28 pm)

Pertanyaan yang muncul di tengah malam, saat waktu terasa tak terkendali, dan ruang-ruang batin terasa kosong mencari makna—itulah suasana yang dirangkum oleh band pop alternatif asal Jakarta, Lomba Sihir, dalam album studio terbaru mereka yang berjudul ‘Obrolan Jam 3 Pagi’.

Album ini sepenuhnya ditulis dan diproduseri oleh para personelnya—Baskara Putra, Enrico Octaviano, Natasha Udu, Rayhan Noor, dan Tristan Juliano. Ini adalah album panjang kedua mereka setelah ‘Selamat Datang di Ujung Dunia‘ yang dirilis pada 2021.

Bagi para penggemar setia yang dikenal dengan sebutan Peserta Lomba Sihir, album ini akan terasa berbeda. Secara musikal, Lomba Sihir mengambil langkah baru. Mereka menelusuri sisi alternative pop yang lebih alami, dengan sentuhan guitar pop, pop rock, dan elemen soft rock.

Pendekatan ini terasa seperti bentuk baru dari eksplorasi mereka—bukan hanya memperluas cakupan genre, tetapi juga menampilkan kedewasaan musikal yang lebih kuat. Sementara  lirik-lirik yang dulunya dikenal kritis dan sarkastik, kini berganti menjadi reflektif dan emosional.

“…album ini menjadi sarana bagi mereka untuk jujur kepada diri sendiri”

‘Obrolan Jam 3 Pagi’ menunjukkan sisi kontemplatif dari para personel, seolah mereka sedang duduk bersama, menatap langit malam, dan bertanya pada diri sendiri tentang arah hidup yang tengah ditempuh.

Lomba Sihir menjelaskan bahwa album ini menjadi sarana bagi mereka untuk jujur kepada diri sendiri. Mereka mengaku menciptakan lagu-lagu ini sebagai cara untuk memahami pikiran dan perasaan yang mereka alami selama beberapa waktu terakhir.

Judul albumnya sendiri terinspirasi dari momen khas jam-jam sunyi menjelang pagi, saat obrolan bisa tiba-tiba berubah menjadi dalam dan penuh kejujuran. Percakapan yang terjadi di waktu-waktu seperti itu bisa membuka pintu ke arah pengertian, ketenangan, bahkan kedewasaan.

Yang menarik, perubahan arah musik mereka dalam album ini tidak dibuat secara sengaja. Mereka hanya mengikuti apa yang muncul secara alami dalam proses kreatifnya. Tanpa tekanan atau tuntutan untuk mengulangi formula lama, Lomba Sihir membiarkan suara dan bunyi berkembang seiring kedekatan dan kematangan yang telah mereka bangun selama lima tahun berkarya bersama.

Mereka menganggap album ini sebagai perwujudan versi mereka yang lebih utuh dan dewasa, tanpa kehilangan kompleksitas khas yang menjadi ciri sejak debut album mereka. Kini, produksi musiknya terasa lebih tertata dan menyentuh secara emosional.

Band Lomba Sihir Jakarta

Album ini berisi total 16 trek, terdiri dari satu intro, dua interlude yang dibawakan dalam bentuk monolog oleh aktris Marissa Anita dan legenda sepak bola Bambang Pamungkas, lima lagu lama yang telah dirilis sebelumnya, dan delapan lagu baru.

Salah satu lagu baru, “Andai Saja”, dipilih sebagai lagu utama atau focus track. Lagu ini berdurasi hampir empat menit dan menyajikan campuran nuansa guitar pop dan country pop, menyelami pemikiran tentang bagaimana bayangan masa lalu bisa menjebak seseorang dalam lamunan tentang apa yang mungkin terjadi jika segalanya berjalan berbeda.

Namun, “Andai Saja” bukan satu-satunya lagu yang patut diperhatikan. Album ini penuh dengan lagu-lagu yang menyentuh sisi batin, seperti “Satu Jam Terpanjang”, yang hadir dengan nuansa pop rock yang menggigit, lalu disambung dengan balada piano dalam lagu “…Dalam Hidupku”.

Ada juga lagu “Omamama” yang merupakan penghormatan kepada sosok ibu, tetapi dibawakan dengan gaya unik khas Lomba Sihir yang cenderung tidak biasa, bahkan sedikit nyeleneh.

Salah satu trek yang layak untuk disimak secara khusus adalah lagu penutup berjudul “Lomba Sihir”. Lagu ini seolah menjadi rangkuman dari seluruh perjalanan musik mereka selama hampir lima tahun terakhir. Lagu berdurasi empat menit lebih ini menjadi penutup yang menggambarkan evolusi, pencarian, serta identitas band yang terus berkembang.

Lomba Sihir menyusun urutan lagu dalam ‘Obrolan Jam 3 Pagi’ layaknya alur cerita—dimulai dari pengenalan, peningkatan tensi, titik klimaks, hingga penyelesaian. Mereka ingin para pendengar mendengarkan album ini secara berurutan, agar bisa merasakan pengalaman penuh seperti yang mereka rancang sejak awal.

Harapannya, para pendengar bersedia mengikuti narasi emosional yang mereka bangun dan mempercayakan perjalanan ini kepada Lomba Sihir sebagai pemandunya.

Setelah mendengarkan keseluruhan album, pendengar mungkin akan merasa terhubung dengan suasana reflektif dan nuansa optimisme yang mengalir secara mengejutkan. Album ini tidak hanya berbicara soal pencarian makna, tapi juga menunjukkan bagaimana para personel Lomba Sihir bertumbuh, baik secara pribadi maupun kolektif.

Meski begitu, jangan mengira bahwa ini adalah akhir dari fase kreatif mereka. Masih ada banyak rencana yang mereka simpan, termasuk kejutan-kejutan yang belum mereka ungkap.

Album ‘Obrolan Jam 3 Pagi’ dirilis secara resmi oleh label musik Sun Eater dan sudah tersedia di seluruh platform digital pada 7 Mei 2025 di tautan ini.

Bagi para penikmat musik Indonesia yang mendambakan karya dengan kejujuran, kedalaman emosional, dan kematangan musikal, karya terbaru dari Lomba Sihir ini pantas mendapat tempat khusus di daftar putar mereka.

The post Refleksi Tengah Malam Lomba Sihir Di Album “Obrolan Jam 3 Pagi” appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

The Jansen Rilis “Racun Suara” Sebagai Kritik Atas Kekerasan Dan Kejahatan Perang 6 May 11:12 AM (yesterday, 11:12 am)

Band punk-rock asal Bogor, The Jansen, kembali mengejutkan penggemar dengan meluncurkan lagu terbaru berjudul “Racun Suara” secara mendadak melalui platform digital Bandcamp. Tanpa promosi atau teaser sebelumnya, lagu ini tersedia untuk didengarkan dan diunduh gratis oleh publik di tautan ini.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya kelompok musik ini untuk menyuarakan solidaritas terhadap korban kejahatan perang dan tindakan represif yang sering terjadi di masyarakat.

Dalam artikel bertajuk “Trauma dari Tentara, Racun Suara dari The Jansen”, Ahmad Sajali dari Komisi untuk Orang Hilang & Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengulas pesan kuat yang terkandung dalam lagu tersebut.

Menurutnya, karya ini menjadi medium kritik sosial terhadap praktik kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak bersenjata, baik militer, organisasi masyarakat, maupun kelompok preman.

“Semua yang bersenjata, semuanya sama saja begajulan seperti preman.”

Adji Pamungkas, bassis sekaligus penulis lirik The Jansen, menjelaskan bahwa “Racun Suara” lahir dari rasa empati terhadap keluarga yang kehilangan anggota akibat konflik bersenjata. “Lagu ini menggambarkan kepedihan orang tua yang ditinggalkan anaknya, sekaligus kegelisahan anak yang hidup dalam ketakutan akan keselamatan orang tuanya,” ujarnya.

Lirik lagu berdurasi delapan menit ini secara eksplisit mengecam segala bentuk represi. Kalimat “Represif bukanlah cara untuk kau berekspresif” diulang sepuluh kali, bukan hanya sebagai penegasan, melainkan juga sebagai fondasi pesan yang ingin disampaikan.

Adji menekankan bahwa peperangan dan kekerasan tidak akan pernah membawa dampak positif. “Semua yang membawa senjata, baik itu tentara, ormas, atau preman, perilaku mereka sama saja: begajulan. Kami menolak segala tindakan yang merampas hak-hak sipil,” tegasnya.

The Jansen Racun Suara

Visualisasi lagu ini diperkuat oleh ilustrasi karya Derian Erlangga, yang berhasil menerjemahkan nuansa gelap dan kompleksitas tema lagu ke dalam bentuk gambar. Rencananya, “Racun Suara” akan dirilis secara resmi di seluruh platform musik digital pada 9 Mei 2025, untuk memperluas jangkauan pesan anti-kekerasan yang diusung oleh The Jansen.

Sebagai band yang konsisten menyuarakan isu sosial sejak 2015, The Jansen terdiri dari dua bersaudara, Cintarama Bani Satria (vokal dan gitar) dan Adji Pamungkas (bass). Debut EP mereka, ‘From Bogor to Japan’ (2016), diikuti album perdana ‘Present Continuous’ (2017), serta ‘Say Say Say’ (2019), menjadi bukti konsistensi mereka di kancah musik independen.

Pada 2022, mereka merilis album ketiga, ‘Banal Semakin Binal’, yang mendapatkan respons positif. Kesuksesan ini mendorong perilisan ulang album tersebut dalam format piringan hitam pada 2024 melalui kolaborasi dengan label Demajors, sekaligus merayakan Record Store Day yang berlangsung di seluruh dunia.

Dengan karakter musik punk-rock yang keras, The Jansen terus menegaskan posisi mereka sebagai musisi yang mengajak pendengar untuk merefleksikan realitas sosial.

“Racun Suara” menjadi bukti nyata bahwa seni dan musik tetap bisa menjadi alat perlawanan terhadap ketidakadilan, bahkan di tengah dominasi industri yang kerap abai terhadap isu kemanusiaan.

Racun Suara

The post The Jansen Rilis “Racun Suara” Sebagai Kritik Atas Kekerasan Dan Kejahatan Perang appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Diantara Riuh & Renung – Tandem Madness 5 May 2:38 PM (2 days ago)

Tandem Madness live at Earhouse

Duo rock progresif-elektronik Tandem Madness, yang terdiri dari Noni Dju dan Rafi Daeng, akan menggelar pertunjukan Acoustic Live Set di Earhouse Pamulang pada 8 Mei 2025 pukul 20:00 WIB.

Tampil di ruang intim milik Endah N Rhesa, konser ini merupakan bagian dari rangkaian peluncuran album debut mereka, “Di Antara Riuh & Renung”— karya musik yang bisa dirasakan secara mendalam sebagai refleksi personal.

Album yang dirilis pada 11 April 2025 ini mengusung konsep yang kuat. Karya ini adalah narasi emosional yang menjelajahi dua kutub: ‘Riuh’, yang mencerminkan kegelisahan dan semangat perlawanan, serta ‘Renung’, yang mewakili ketenangan, hening, dan kontemplasi.

Dengan perpaduan suara yang dinamis—dari distorsi hingga keheningan—Tandem Madness menyampaikan kegelisahan eksistensial melalui lirik dan komposisi yang intens namun terarah.

Dengan pendekatan yang teatrikal dan sinematik, album ini disusun seperti alur cerita yang mengalir dari awal hingga akhir. Setiap lagu menjadi bagian dari perjalanan naratif, menggabungkan musik, emosi, dan pencarian makna.

Penampilan mereka di Earhouse akan menghidupkan konsep ini secara langsung, melalui pertunjukan imersif yang menyatukan visual, atmosfer, dan eksperimen musikal.

Sebelumnya Tandem Madness telah memperkenalkan materi albumnya melalui showcase eksklusif pada 26 Februari 2025, dan merilis versi digitalnya secara bertahap di kanal YouTube mereka sejak 14 Februari.

Kini panggung Earhouse menjadi kesempatan berikutnya untuk merasakan album ini secara keseluruhan—bukan hanya mendengarnya, tetapi juga benar-benar merasakan setiap nuansa yang ingin mereka sampaikan.

The post Diantara Riuh & Renung – Tandem Madness appeared first on Gigsplay.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?