DISPARBUD DKI JAKARTA View RSS

No description
Hide details



Museum Bahari 24 Feb 2010 2:08 PM (15 years ago)


Gedung Museum Bahari semula adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. VOC membangun gedung ini secara bertahap sejak 1652 hingga 1759. Pada 1976 kompleks gedung ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.

Museum Bahari bertugas melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah.

Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:

1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.

2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.

3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.

4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.

5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.

6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.

7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.


Alamat

Jalan Pasar Ikan No. 1
Jakarta Utara
Telepon 021-669-3406 dan 021-669-2476


Jam Buka
Selasa - Minggu09.00 - 15.00
Senin & Hari libur nasionalTutup


Karcis masuk

Perorangan:
Dewasa
Rp 2.000
Pelajar/MahasiswaRp 1.000
Anak-anakRp 1.000


Rombongan (minimal 20 orang):
Dewasa
Rp 1.500
Pelajar/MahasiswaRp 750
Anak-anakRp 500


Tarif pemandu untuk Bahasa Indonesia Rp 25.000
Tarif pemandu untuk Bahasa Belanda atau Bahasa Inggris Rp 50.000


Koleksi Museum


Peta Lokasi Museum




Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Museum Sejarah Jakarta 24 Feb 2010 2:04 PM (15 years ago)


Sejarah Museum


Bangunan Museum Sejarah Jakarta sudah cukup tua. Pada waktu penyerbuan pasukan Sultan Agung dari Mataram atas Benteng VOC di Batavia pada 1628, gedung ini terbakar.

Menurut prasasti yang terdapat di sana, gedung ini pernah dipugar pada 1707 dan 1710. Bentuk itulah yang sampai sekarang masih bertahan.

Di kalangan masyarakat gedung ini dikenal sebagai Gedung Bicara. Fungsinya adalah sebagai tempat pengadilan, sebagaimana terlihat adanya kamar-kamar tahanan di bagian belakang, depan, dan samping. Konon di sini pernah dilakukan pelaksanaan hukuman gantung.

Pada masa kemudian, gedung ini menjadi Balai Kota atau Stadhuis yang ditempati oleh Gubernur Jendral. Untuk menghormati Fatahillah, yang berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kalapa, maka di depan Museum Sejarah Jakarta dibuatkan taman yang diberi nama Taman Fatahillah. Museum Sejarah Jakarta sendiri sering disebut Museum Fatahillah. Museum Sejarah Jakarta memamerkan berbagai macam koleksi tentang kepurbakalaan dan sejarah Jakarta hingga zaman kemerdekaan.


Alamat
Jalan Taman Fatahillah 1, Jakarta 11110
Telepon +62 21 692-9101



Jam Buka

Selasa - Minggu09.00 - 15.00
Senin & Hari Libur NasionalTutup


Karcis Masuk
DewasaRp 2.000
MahasiswaRp 1.000
Anak-anakRp 600


Koleksi Museum Sejarah Jakarta



Peta Lokasi Museum
Catatan: Museum Sejarah Jakarta = Museum Fatahillah

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Museum Wayang 24 Feb 2010 1:55 PM (15 years ago)


Gedung Museum Wayang telah beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda), dibangun pertama kali pada 1640. Pada 1732 diperbaiki dan berganti nama menjadi De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga 1808. Pada tahun yang sama bangunan ini hancur oleh gempa bumi. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung baru, yang sekarang menjadi Museum Wayang. Pemakaiannya sebagai museum diresmikan pada 13 Agustus 1975.

Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, yang terbuat dari kayu, kulit, dan bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri ada juga di sini, misalnya dari Tiongkok dan Kamboja. Hingga kini Museum Wayang mengoleksi lebih dari 4.000 buah wayang, terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber, dan gamelan. Umumnya boneka yang dikoleksi di museum ini adalah boneka-boneka yang berasal dari Eropa, meskipun ada juga yang berasal dari beberapa negara non-Eropa seperti Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India, dan Kolombia.

Secara periodik Museum Wayang menyelenggarakan pagelaran wayang pada minggu ke-2 dan ke-3 setiap bulan.

Alamat
Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27-29
Jakarta 11110
Telepon (021) 692-9560


Jam Buka
Selasa - Minggu09.00 - 15.00
Senin & Hari libur nasionalTutup


Karcis Masuk
DewasaRp 2.000
MahasiswaRp 1.000
Anak-anakRp 600


Koleksi Museum


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Tarik Peminat, Museum Bisa Buka Waktu Kunjungan Hingga Malam 28 Jan 2010 2:45 AM (15 years ago)


Jakarta - Mengunjungi museum pada siang hari sih sudah biasa. Tapi pernahkah Anda membayangkan datang ke museum pada malam hari? Tentu akan menjadi pengalaman yang unik.

Pengalaman unik ini bisa jadi menyedot minat banyak orang untuk berkunjung. Tentu saja, hal itu merupakan terobosan yang pantas untuk dicoba, mengingat saat ini minat masyarakat untuk mengunjungi museum masih minim. "Dengan membuka museum sampai malam, maka masyarakat bisa lebih fleksibel datang ke museum," kata Ketua Masyarakat Historia Indonesia Asep Kambali dalam diskusi publik di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu, Jakarta Timur, Jumat (29/6/2007).

Asep mengatakan, selain membuka museum pada malam hari, ada baiknya jika dibuat program-program khusus yang dapat menarik masyarakat, khususnya kaum muda. "Saya pernah membuat acara wisata malam di Museum Bahari. Ternyata acara itu sangat diminati para eksekutif muda, sehingga saya membatasi peserta hanya 50 orang," imbuh dia.

Kegiatan tersebut diminati lantaran dikemas dengan menarik dan ada unsur anehnya. "Justru yang aneh-aneh semacam itu yang membuat orang jadi ingin tahu. Dengan berkunjung ke museum malam hari, gelap, itu akan cukup menantang bagi kaum muda," terang Asep. Kegiatan semacam itu menurut dia sedang menjadi tren di luar negeri. Jadi, lanjut Asep, tidak ada salahnya jika pengelola museum atau pemda meniru kegiatan-kegiatan tersebut.

Di Jakarta ada sedikitnya 66 museum dan sekitar 100 galeri. Dari 66 museum itu, 8 di antaranya dikelola Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI. Sebuah survei independen tahun 2005 menyebutkan, museum menempati urutan paling bontot sebagai tempat yang diminati warga saat berlibur, khususnya orang-orang muda.

Bahkan selama 15 hari, hanya 18 museum yang mendapat kunjungan, itu pun tidak banyak. Pemerhati museum Nina Akbar Tandjung mengatakan, keadaan museum di Jakarta kesannya tempat yang gelap, membosankan, pengap, dan kurang menarik. Kalau mau menarik lebih banyak pengunjung, maka kesan itu harus diubah.

"Untuk mengubah itu, tidak harus dengan biaya besar, tapi bisa dengan membuat event khusus di hari khusus," cetusnya. Misalnya, pada saat 100 tahun Sisingamaradja, maka benda-benda peninggalannya dipajang di depan museum. "Ada baiknya juga anak-anak sekolah diberi tugas yang informasinya didapat dari museum. Dengan begitu, maka anak-anak mau mengunjungi museum," tukas Nina. (nvt/sss)

(detiknews.com)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Museum Tekstil Dapat Sumbangan Kain Bersejarah 28 Jan 2010 2:41 AM (15 years ago)


Jakarta - Museum Tekstil Jakarta mendapat sumbangan kain batik dan kebaya khas Betawi bernilai sejarah tinggi. Kain-kain ini sudah berusia lebih dari 50 tahun. Diharapkan sumbangan ini bermanfaat bagi museum itu untuk mempresentasikan koleksi-koleksinya.

"Nilai koleksi dari kain batik dan kebaya khas Betawi sangat berharga karena sudah berusia lebih dari 50 tahun," ujar Kepala Seksi Edukasi dan Pameran Museum Tekstil Jakarta, Edi Hartoyo, kepada detikcom, di kantornya, Jl KS Tubun, Jakarta Barat, Kamis (8/1/2009).

Menurut Edi, dengan adanya sumbangan ini, koleksi di Museum Tekstil akan semakin beragam dan memiliki daya tarik tersendiri. "Porsi jadi lebih banyak, koleksi juga bertambah," imbuhnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Arie Budhiman mengapresiasi langkah masyarakat yang ingin menyumbangkan koleksinya ke Museum Tekstil.

"Ini sangat mendukung tugas dan fungsi Museum Tekstil Jakarta sebagai salah satu lembaga pelestari budaya tekstil tradisional Indonesia," jelasnya.

Museum Tekstil Jakarta mendapat sumbangan kain batik dan kebaya khas betawi bernilai sejarah tinggi dari Yayasan Sirih Nanas.(did/nik)

(detiknews.com)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Selamatkan Kotatua 25 Dec 2009 4:01 PM (15 years ago)


Kawasan Kotatua banyak memiliki gedung tua peninggalan bangsa Belanda. Sebagian gedung itu telah dimanfaatkan kembali, meskipun berbeda dari fungsi sebelumnya. Namun hal ini tidak menjadi soal, yang penting tidak mengubah bentuk bangunan. Beberapa bangunan yang telah direstorasi itu antara lain Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Beberapa lagi pernah disewakan kepada pihak swasta.

Kini terdapat sekitar 53 bangunan tua menunggu uluran tangan. Bangunan-bangunan itu umumnya milik BUMN. Kesulitannya adalah pihak BUMN menginginkan bangunan tua miliknya bisa dimanfaatkan asalkan tidak mengubah fungsi utamanya. Misalnya kalau dulu bangunan itu berfungsi sebagai bank, maka bila ingin dimanfaatkan harus berhubungan dengan dunia perbankan. Ambil contoh sebagai kampus akademi perbankan atau museum perbankan.

Sebagian besar gedung-gedung tua itu telah rusak di bagian atap. Ini karena pengaruh cuaca, seperti panas dan hujan ditambah hembusan angin laut yang lembab. Gedung-gedung itu dibiarkan kosong, hanya dihuni pedagang kaki lima bahkan gelandangan.

Uniknya, pada saat-saat tertentu banyak calon pengantin memanfaatkan bangunan-bangunan yang ada untuk mengambil foto pra-wedding. Pemandangannya memang unik, sangat ideal untuk memori.

Banyak arkeolog, sejarawan, arsitek, dan pakar-pakar lainnya menaruh perhatian terhadap kawasan kotatua. Di Belanda, banyak bangunan sejenis dimanfaatkan untuk bisnis. Ada yang dijadikan toko buku, ada pula yang dijadikan pasar swalayan, dan sebagainya.

Sebagai bangsa yang memiliki apresiasi terhadap masa lampau, bangunan lama dengan fungsi baru itu, mampu menyedot wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Kita harus belajar banyak dari Belanda.

Kita harapkan banyak investor lokal tertarik menanamkan modal di kawasan kotatua ini. Dengan demikian pariwisata Jakarta menjadi tambah semarak. Dari pihak-pihak terkait pun perlu ada perhatian, misalnya insentif pajak dan kemudahan lainnya untuk investor. Mari kita bersama-sama menyelamatkan kawasan kotatua.

Atapnya hancur

Parah, perlu restorasi

Sangat parah, perlu penelitian untuk restorasi

Bangunan tanpa atap, sering dimanfaatkan untuk foto pra-wedding


(Naskah: Djulianto Susantio, Foto: Candrian Attahiyyat)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kota Jakarta Tempo Doeloe (2) 23 Dec 2009 5:03 PM (15 years ago)

Taman Fatahillah dilihat dari Jalan Kunir


Gereja di pertigaan Jalan Jatinegara Barat - Matraman Raya sekarang


Taman Fatahillah, Kotatua Jakarta, 1929


Tahun 1971: Naik Betjak ke Kebon Melati dari Hotel Indonesia. Foto ini diperoleh dari Nationaal Archive Belanda


(Koleksi Candrian Attahiyyat di FB)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Kota Jakarta Tempo Doeloe (1) 22 Dec 2009 2:44 PM (15 years ago)


Masih ingat toko buku Tropen di Pasar Baru? Ternyata sudah ada sejak 1940. Suasana ini diabadikan oleh Charles Breijer, 1947.


Bioskop Grand di Kramat Raya


Museum Sejarah Jakarta tahun 1960-an


Peta Jakarta Lama

(Koleksi Candrian Attahiyyat di FB)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Jakarta Bangga Mempunyai Kotatua 4 Dec 2009 4:13 PM (15 years ago)


Pinondang Simanjuntak

Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Provinsi DKI Jakarta
Makalah dalam Seminar Kotatua yang diselenggaralan oleh Harian Sinar Harapan
Di Hotel Batavia Jakarta, 9 Juli 2008



Konteks Sejarah

Perkembangan fisik kota Jakarta pada sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat pesat, bangunan tinggi dengan arsitektur modern dijumpai pada hampir setiap sudut kota. Diantara pesatnya pembangunan, ada suatu keluhuran, yakni tidak terbongkarnya bangunan bersejarah. Bahkan kawasan-kawasan yang memiliki nilai sejarah tetap dilestarikan, salah satunya adalah Kotatua.

Kotatua, adalah morfologi kota yang memiliki perjalanan sejarah yang amat panjang, 481 tahun. Dimulai dari sebuah kota yang diberi nama jayakarta pada tahun 1527, luasnya hanya 15 hektar berlokasi pada sisi barat sungai Ciliwung (Kalibesar). Pola Kota Jayakarta cukup cantik, pusat kotanya ditandai dengan alun-alun yang bagian selatannya terdapat kraton, sedangkan sisi barat alun-alunya terdapat mesjid. Sayang kota Jayakarta hanya bertahan 92 tahun, sebab pada tahun 1619 dibumi-hanguskan oleh VOC Belanda. Diatas lahan kota Jayakarta VOC Belanda membangun kota Batavia yang luasnya 105 hektar. Kota Batavia sempat bertahan selama 189 tahun, karena pada tahun 1808 dibongkar total dan ditinggalkan warganya, penyebabnya adalah terjadinya angka kematian yangt tinggi akibat wabah penyakit. Kota Batavia yang terlantar tersebut baru mendapat perhatian kembali sejak dibentuknya Dewan Kotapraja atau seperti DPRDnya pada tahun 1905. Terjadilah peremajaan kota Batavia sejak tahun 1905 hingga 1930-an.

Sebagian besar bangunan tua yang terdapat di Kotatua berasal dari periode peremajaan (1905- 1930). Arsitektur bangunannya adalah internasional style atau artdeco yang trend pada saat itu. Bangunan yang berasal dari abad 17 atau 18 hanya beberapa buah saja( mungkin tak sempat dibongkar), diantaranya adalah Gudang dan sisa tembok kota yang kini menjadi Museum Bahari, Stadhuis yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta, Jembatan Gantung Kota Intan, dan beberapa bangunan di jalan Kalibesar Barat.

Elemen kota memang terjadi perubahan dari jaman ke jaman, tetapi struktur kota abad 17 masih terlihat garis-garis batas kota dan jalan kotanya. Kondisi ini yang menuntut kita harus melestarikan sisa-sisa kotatua. Yang membanggakan kita, tinggalan sejarah dalam bentuk kota ini adalah peninggalan kota terbesar di Asia, bahkan yang lebih menarik lagi adalah masih ada aktivitas kehidupan kota.


Living In The City

Kehidupan dan prilaku etnik yang turun menurun, masih terlihat di Kotatua. Di Glodok dan Pinangsia hingga kini masih memperlihatkan aktivitas kehidupannya yang tidak meninggalkan unsur tradisionalnya.Sebagian besar etnik ini adalah pedagang mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan hiburan dan makanan serta obat-obat tradisional. Cukup unik melihat Glodok dan Pinangsia, suasana Pecinan sangat terasa. Etnik lainnya yang bagian dari sejarah adalah Arab. Keturunan Arab kini banyak yang berdomisili di daerah Pakojan. Mengapa dua etnik ini masih bertahan di Kotatua. Selain karena faktor sejarah, etnik ini cukup adaptif dengan lingkungan masyarakat.

Pasar Ikan, yang kini merupakan bagian pelabuhan Sundakelapa masih dinikmati aktifitas bongkar muat kapal tradisional Phinisi dengan cara yang tradisional pula, sehingga menarik perhatian para touris mancanegara. Kampung Luar Batang dengan aktivitas religiusnya tetap bertahan sepanjang masa, terlebih-lebih ketika diselenggarakan acara tahunan seperti Maulid Nabi dan Ramadhan. Semua terselenggara tanpa bantuan anggaran pemerintah.

Aktifitas ekonomi yang membentuk sentra-sentra marak berlangsung. Bila kita berjalan di jalan Cengkeh maka dijumpai deretan pedagang terpal untuk keperluan tenda, terus ke utara lagi akan ditemukan deretan pedagang alat-alat kapal, terus menuju Pasar Ikan kita jumpai deretan pedagang mainan tradisional. Unik. Jarang ditemukan di daerah lain.

Kantung-kantung aktivitas sosial dan ekonomi ini didukung lagi dengan keberadaan kawasan arsitektural bersejarah dengan aktivitas pengunjung terutama di kawasan Taman Fatahillah, Taman Beos yang menikmati keberadaan Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Keramik & Senirupa, Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Juga setiap harinya terjadi aktivitas streethunting Photografi.

Lokasi aktivitas sosial, ekonomi dan suasana kesejarahan di kotatua yang unik dan menarik merupakan potensi dalam pengembangan kotatua, sehingga kita merasa perlu membuat arahan batas-batas karakter morfologi.


Karakter Morfologi

Delapan ratus empat puluh enam hektar, dinyatakan sebagai luas pengusaan perencanaan Kotatua, sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 34 tahun 2006. Batas paling utara adalah sebagian Pelabuhan Sunda Kelapa; batas paling selatan adalah Gedung Arsip Nasional jalan Gajah Mada; batas paling barat adalah mesjid tua di jalan Bandengan; dan batas paling Timur adalah satu blok di belakang Bank BNI Kota.

Masterplan yang akan mengatur arahan pengembangannya masih dalam proses finalisasi. Walaupun demikian secara garis besar sudah disepakati bahwa luas 846 hektar terbagi kedalam 5 zonasi kawasan pengembangan yang didasari pada karakter morfologi.

Zonasi 1: Sundakelapa, yang batasnya kearah utara dari bentangan rel kereta api. Karakter zona ini adalah bahari yang didominasi dengan perkampungan etnik dan pergudangan, langgam merespon iklim laut. Visi pengembangannya adalah menyemarakkan aktivitas kebaharian.

Zonasi 2: Fatahillah, yang batasnya adalah sekitar Taman Fatahillah, Kalibesar dan Taman Beos. Karakter asal zona ini adalah kota lama dengan populasi bangunan tua terbanyak, Visi pengembangannya adalah memori masa lalu, yang memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif dan fungsi campuran. Pada zonasi ini dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan.

Zonasi 3: Pecinan, yang batasnya adalah sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona budaya etnik Cina baik kehidupannya maupun lingkungan arsitekturnya, sedangkan visi pengembangannya adalah pelestarian bangunannya dan tetap pertahankan kehidupan.

Zonasi 4: Pakojan, yang batasnya adalah sekitar Pakojan, Jembatan Lima dan Bandengan. Karakter zonanya adalah budaya religius karena pada zona ini terdapat beberapa mesjid tua. Visi pengembangannya kampung multi etnis.

Zonasi 5: Kawasan Peremajaan, yang batasnya adalah dari Pancoran ke arah Jalan Gajah Mada (gedung Arsip). Visi pengembangan zonasi ini adalah sebagai pusat bisnis Kotatua.


Apa Yang Telah Dikerjakan Dalam Revitalisasi

Pekerjaan Revitalisasi Kotatua telah dilaksanakan sejak akhir tahun 2005, dimulai penataan jalan Pintu Besar Utara sepanjang 300 meter yang mengganti permukaan jalan dengan batu andesit, dan pelebaran jalan di Pancoran. Pada tahun berikutnya penataan Taman Fatahillah sekaligus pembuatan Lighting Heritage agar bangunan tua yang ada disinari warna-warni cahaya di malam hari. Selain itu ditata pula pohon-pohon di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara dan Taman Fatahillah.

Tahun 2008 ini, pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengalokasikan dana APBD untuk Penataan air Kalibesar, Pedestrianisasi sebagian Jalan Kunir dan Pencahayaan di Sekitar Sundakelapa, Museum Bahari.

Khusus untuk penataan air Kalibesar, Perencanaannya sudah dibuat sedemikian rupa. Kali yang selama ini difungsikan sebagai Drainage dimana limbah rumah tangga langsung menuju kali tesebut, kelak tidak akan terjadi lagi. Air kalibesar akan bebas kotoran dengan dibangunan 4 buah IPAL (Instalasi PengelolaanAir Limbah) pada sisi kanan kiri Kalibesar. Debit air dijaga stabil, agar pada permukaan kali tersebut kelak diselenggarakan atraksi-atraksi.

Pekerjaan fisik ini sebagianbesar adalah penataan infrastruktur, yang tujuannya sekaligus menciptakan daya tarik dan menciptakan kembali kepercayaan investor utuk menanamkan modal di Kotatua.


Leading Sector

Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta dipercaya sebagai leading sektor dalam koordinasi pekerjaan fisik penataan kawasan Kotatua yang melibatkan dinas-dinas lain, diantaranya Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Penerangan Jalan Umum, dan Dinas Pertamanan, memfasilitasi partsipasi masyarakat yang membantu penataan tersebut. Partisipasi masyarakat tersebut datang dari Jakarta Oldtown Kotaku (JOK) dan Paguyuban Kota Tua.

Paguyuban Kota Tua, adalah sebuah kelompok yang sebagian besar angotanya adalah owner bangunan tua atau yang berdomisili di kotatua sangat membantu dalam menciptakan iklim kondusif di masyarakat, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadinya protes terhadap pembangunan kotatua. Paguyuban ini menjadi mediator yang menjembatani permasalahan-permasalahan yang muncul antara pemerintah dan masyarakat. Selain Paguyuban Kotatua, JOK juga bertindak serupa, namun lebih banyak mencarikan sumbangan-sumbangan dalam penataan Kotatua, diantara sumbangsihnya adalah menempatkan tong sampah pada tiap-tiap sudut kotatua, menuymbang pohon dan lampu, serta turut mempublikasikan keberadaan kotatua.

Untuk membantu pekerjaan yang bersifat teknis, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penataan dan Pengembangan Kotatua, dibawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. UPT ini merupakan ujung tombak dalam menciptakan jejaring kerja unit-unit terkait dan para stakeholder.


Identifikasi Masalah

Dewasa ini citra Kotatua sudah lebih baik daripada sebelum dilakukan revitalisasi, terlihat dari tingginya animo masyarakat yang berkunjung ke Taman Fatahillah, namun citra kemacetan dan adanya tempat kumuh belum lepas dari pemikiran setiap pengunjung maupun calon pengunjung.

Pasific Rim Council on Urban Development (PRCUD) Forum telah menyelenggarakan pertemuannya di Jakarta pada bulan Mei tahn 2007 yang pada kesempatan tersebut membahas permasalahan-permasalahan yang dialami dalam Pengembangan Kotatua. Terdapat 5 masalah utama yang harus ditangani, yakni (1) Aspek Lingkungan Fisik; (2) Aspek Sosio Kultural;(3) Aspek Ekonomi Finansial; (4) Aspek Kelembagaan; dan (5) Aksesibilitas dan Daya tarik.

Masalah pada aspek lingkungan fisik kini tengah dilaksanakan penanganannya, yakni dengan penataan Taman Fatahillah, Kalibesar dan Pancoran Glodok. Sedangkan penanganan aspek kelembagaan, telah dibentuk UPT KOTATUA. Aspek aksesibilitas dan daya tarik sedang ditangani pengaturan trafik dan penyelenggaraan event-event. Tinggal yang masih harus dipikirkan adalah masalah pada aspek ekonomi finansial, masih sebatas konsep, yakni konsep ekonomi kreatif.

***

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Visi dan Misi Revitalisasi Kotatua 4 Dec 2009 3:40 PM (15 years ago)

KOTATUA JAKARTA







Lokasi yang kini disebut kotatua merupakan kawasan yang berhadapan dengan pantai Jakarta. Pada abad 16 merupakan pelabuhan dibawah kekuasaan Sunda Pajajaran, daerah tersebut dikenal dengan sebutan Sundakelapa, namun sejak kehadiran pasukan Fatahillah pada tahun 1527, Sundakelapa diubah menjadi Jayakarta. Usia Kota Jayakarta hanya 92 tahun, sebab pada tahun 1619, kota ini dihancurkan oleh Belanda akibat konflik perang. Diatas bekas kota Jayakarta inilah, Belanda membangun kota Batavia. Elemen kota Batavia sudah banyak yang berubah, tetapi struktur kotanya maih terlihat hingga kini. Terlihat batas-batasnya yang dikelilingi parit dan kini menjadi sungai



Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan kotatua sebagai kawasan bersejarah yang harus dilindungi, ditata kembali dan dikembangkan. Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 34 tahun 2006 menetapkan penguasaan perencanaan dalam rangka penataan (revitalisasi) kawasan kotatua seluas 846 hektar.


VISI REVITALISASI KOTATUA

Terciptanya kawasan bersejarah Kotatua Jakarta sebagai sebagai daerah tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki manfaat ekonomi yang tinggi.


MISI REVITALISASI KOTATUA

Memperkuat aktivitas yang ada dan mendorong pengembangan AKTIVITAS BISNIS DAN EKONOMI BARU dengan pendekatan pengembangan ‘creative community and industry’ yang selaras dengan potensi yang dimiliki dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai daerah tujuan wisata budaya dengan nilai pelestariannya.

Melakukan KONSERVASI dan REVITALISASI dalam pengembangan kawasan KOTATUA melalui strategi pelestarian yang bersinergi dengan aktivitas ekonomi , sosial dan budaya baru sehingga mampu mengembalikan citra dan kualitas fisik kawasan menjadi kawasan yang berperan penting dan memiliki nilai ekonomis tinggi dalam konteks nasional maupun internasional.

Meningkatkan SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN dalam pengembangan kawasan pelestarian Kotatua yang selaras dengan kebutuhan daya dukung kawasan akibat adanya peningkatan intensitas kegiatan pada area Kotatua dan sekitarnya.

Mendorong kehidupan dan keberagaman AKTIVITAS SOSIAL SENI DAN BUDAYA melalui penyediaan ruang dan fasilitas sehingga dapat mengangkat nilai fungsional, ekonomi, seni dan sejarah pada bangunan - bangunan konservasi yang ada.

Mengembalikan fungsi kawasan sebagai tempat bermukim dengan segala aktivitas HIDUP DAN BERKEHIDUPAN DI KOTA ‘LIVING IN THE CITY’ bagi setiap individu dengan berbagai latar belakang yang berbeda, sehingga mampu menciptakan kawasan tempat tinggal yang nyaman,aman, dan sejahtera bagi setiap penghuninya.

Mengembangkan PUBLIC - PRIVATE PARTNERSHIP melalui sistem kelembagaan, hukum dan manajemen perkotaan yang efektif serta profesional sehingga mendukung perencanaan yang komprehensif dengan tetap mempertimbangkan kaidah - kaidah pelestarian kawasan bersejarah.


PEKERJAAN FISIK REVITALISASI

Pekerjaan fisik revitalisasi yang tengah dilaksanakan diutamakan pada penataan infrastruktur kotatua yang dewasa ini merupakan tuntutan pembenahan agar dapat menumbuhkan kembali kepercayaan investor. Pekerjaan tersebut adalah mengubah Taman Fatahillah (pusat kotatua) menjadi plaza yang dapat berhubungan langsung dengan pembatas jalan sehingga batas tersebut tidak ada lagi karena menjadi pedestrian. Pedestrianisasi ini kelak akan menghubungkan halte busway di Taman Beos.


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Memberi Makna Ekonomis pada Bangunan Cagar Budaya 4 Dec 2009 3:37 PM (15 years ago)

Berbagi pengalaman


Status kepemilikan bangunan cagar budaya (BCB) terbagi dua, yakni milik pemerintah dan milik masyarakat. BCB milik pemerintah pusat maupun daerah umumnya adalah bangunan yang difungsikan sebagai perkantoran, museum, dan pendidikan. Sedangkan BCB milik masyarakat adalah bangunan fungsinya hampir sama dengan BCB milik pemerintah, namum sebagian besar memiliki fungsi sebagai hunian dan tempat ibadah.

Mekanisme bantuan pemugaran melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara/daerah (APBN/D) belum mengatur untuk BCB milik masyarakat, anggaran tersebut lebih mengutamakan BCB milik pemerintah.

Seringkali pemugaran yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun provinsi terhadap bangunan cagar budaya(BCB) sebatas memberi makna sejarah atau memori sebuah peristiwa, padahal untuk memberikan kelangsungan hidup BCB yang telah dipugar tersebut tidak bisa terus menerus mengandalkan bantuan melalui APBN atau APBD. Oleh karena itu perlu dipikirkan fungsi yang dapat memberi nilai ekonomis terhadap BCB itu sendiri agar kelak pelestariannya tidak lagi menunggu tahun anggaran berikut yang belum tentu menjadi prioritas pemerintah. (masih bersambung)....

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Public Crowd Salah Satu Strategi Menarik Investor ke Kotatua 4 Dec 2009 3:33 PM (15 years ago)


Keynote speech
Gubernur DKI Jakarta
DR.Ing. Fauzi Bowo
Dalam seminar Kotatua Jakarta, 9 juli2008


Konteks Sejarah

Pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 34 tentang Penguasaan Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan Kotatua seluas 846 hektar. Alasan diterbitkannya Peraturan Gubernur tersebut adalah untuk memberi kejelasan arah pengembangan kawasan Kotatua dan batas kawasan yang berdampingan sebagai zona pengaman. Batas-batas tersebut ditentukan oleh perebaran bagunan tua dan aktivitas kultural, didalamnya terdapat kawasan inti yang merupakan kawasan padat bangunan tua.

Sekitar Taman Fatahillah,Taman Beos, Kalibesar, Pasar Ikan, dan Pancoran/glodok adalah identitas kawasan inti Kotatua. Tapak dari struktur kotanya berasal dari abad 17, sedangkan elemen kotanya berasal dari berbagai periode jaman hingga tahun 1990-an. Bila mengamati poto udara lokasi tersebut sekarang, kita masih bisa melihat batas-batas kota Batavia yang dikelilingi oleh tembok dan parit, namun kini tinggal paritnya yang sudah menjadi sungai. Garis-garis jalan dan bloknya masih mirip dengan peta Batavia tahun 1650. Hanya bangunan-bangunannya tidak lagi menunjukkan abad 17, lebih menunjukkan pada perkembangan awal abad 20. Hal ini terjadi karena kota Batavia dibongkar dan ditinggalkan lebih dari seratus tahun sejak Gubernur Jenderal Daendels. Baru pada tahun 1905, kota Batavia yang kosong dan terlantar ini mulai dibangun kembali.


Komitmen Pelestarian

Namun fasilitas dan bangunan kotatua sejak kemerdekaan Indonesia kembali merosot kualitas lingkungannya hingga tahun 1970. Pada kondisi yang seperti ini , Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera mengeluarkan keputusan yang men-declare kawasan sekitar Taman Fatahillah sebagai preserved historical site pada tahun 1970 melalui Surat Keputusan Gubernur nomor: CD.3/1/70 Menyusul Surat Keputusan Berikutnya nomor: D.III-b 11/4/54/73 yang dikeluarkan pada tahun 1973 dimana areal perlindungannya diperluas sampai sekitar Kota dan Pasar Ikan. Pada tahun itu juga Kotatua direvitalisasi untuk pertama kalinya dan diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1974. Sayang Kotatua yang sudah ditata saat itu tidak terurus dengan baik, akhirnya banyak fasilitas yang disalah fungsikan , kualitas lingkungannya kembali menurun akibat kemacetan, rawan keamanan dan banyaknya pendatang liar, ditambah lagi dengan tidak adanya lembaga yang mengelola.


Gubernur-gubernur berikutnya tetap mempunyai perhatian yang besar terhadap kotatua, mulai dari Tjokropranolo, R.Soeprapto, Wiyogo Atmodarminto dan Surjadi sudirja namun sebatas pencanangan. Kemudian Gubernur sebelum saya, Sutiyoso melakukan penataan yang cukup signifikan dengan mengubah jalan kendaraan menjadi pedestrian di sekitar Taman Fatahillah. Busway menjadi moda transfortasi ke kotatua.


Untuk mengurus penataan dan pengembangan Kotatua diperlukan satu lembaga yang dapat menangani koordinasi antar unit dalam pembangunannya, serta menjembatani stakeholder. Sesungguhnya lembaga yang dibutuhkan semacam otorita, namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukannya secara bertahap, dimulai dari bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai embrio yang kelak menjadi otorita. Kini kantor UPT Kotatua menempati sayap kanan lantai bawah Museum Sejarah Jakarta.


Upaya Penataan

Kondisi sekarang Kotatua sudah tidak lagi sekotor sebelumnya, keamanan mulai kondusif, tetapi kemacetan tetap saja terjadi. Banyak para pengguna jasa jalan mengatakan bahwa masuk kotatua harus melewati neraka lalulintas, dua kali lipat waktu tempuh sesungguhnya Belum lagi debunya! Ada lagi yang bilang, pake busway dong !.

Bukan saja kemacetan yang menjadi keluhan masyarakat, tetapi masyarakat juga mengeluhkan hanya bisa menikmati 6 Museum dan seabrek bangunan tua kosong yang khawatir sekonyong-konyong ambruk. Selain itu tidak ada yang bisa dibeli. Bahkan jajanan makan dan minum termasuk barang langka disini.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetap proaktif dalam menanggapi permasalahan di kotatua. Dewasa ini sedang berjalan penanganan transfortasi dan kemacetan lalulintas dengan penertiban-penertiban pedagang kakilima yang menyita badan jalan, parkir sembarangan, dan terminal-terminal liar. Kini yang sedang dipersiapkan adalah konsep pemanfaatan bangunan-bangunan kosong baik yang terawat maupun tak terawat.

Konsep penataan dan pengembangan Kotatua didasari pada sebuah visi yang mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan ekonomi. Visi tersebut adalah terciptanya kawasan bersejarah Kotatua Jakarta sebagai tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memanfaatkan ekonomi yang tinggi.


Industri Kreatif

Salah satu misi yang paling utama dalam pengembangan Kotatua adalah memperkuat aktivitas yang ada dan mendorong pengembangan aktivitas bisnis dan ekonomi baru dengan pendekatan pengembangan creative community and industry yang selaras dengan potensi yang dimiliki dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai daerah tujuan wisata budaya dengan nilai pelestariannya.

Industri Kreatif menjadi pilihan utama dalam pemanfaat bangunan-bangunan tua di kawasan inti Kotatua, titik sebarannya bisa ditempuh dengan berjalan kaki paling lama 10-15 menit. Fungsi eksisting bangunan yang tidak berhubungan dengan industri kreatif tetap dipertahankan, namun lantai dasarnya diubah fungsinya menyesuaikan dengan industri kreatif agar bisa diakses publik.

Industri Kreatif yang bersumber pada kreatifitas, ketrampilan dan talenta individual yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan melalui penciptaan dan ekploitasi dari hak kekayaan intelektual memang memiliki skala dan potensi yang sangat besar untuk ekonomi suatu bangsa.

Di Inggris, industri/ekonomi kreatif memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, jauh diatas pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Demikian juga di Amerika Serikat, Cina, India dan negara-negara lainnya. Sangat beralasan jika pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada pembukaan Pekan Produk Budaya Indonesia 2007 mengatakan “... mari kita kembangkan ekonomi kreatif dengan memadukan ideas, art and technology. Kita bisa, tidak boleh kalah dengan negara dan bangsa lain untuk membangun dan mengembangkan ekonomi ktreatif ini...”


Strategi Public crowd

Penataan Kotatua Jakarta yang sudah dimulai sejak akhir tahun 2005 hingga kini belum juga berhasil menarik investor untuk ikut ambil bagian dalam industri atau ekonomi kreatif dengan memanfaatkan bangunan-bangunan tua di sekitar Taman Fatahillah, dan jalan Pintu Besar Utara, area yang dewasa ini sudah menjadi plaza dan pedestrian

Buyers adalah alasan tersembunyi diantara alasan regulasi, kemacetan, dan keamanan dari penyebab keengganan investor menanamkan modalnya di kawasan Taman Fatahillah dan Pintu Besar Utara. Dewasa ini para investor lebih mengeksplore orang-orang yang butuh hiburan malam sebagai buyers, maka tak heran investor lebih suka membuka diskotik, tempat pijat plus-plus atau usaha-usaha yang dikaitkan undercover malam.

Menciptakan buyers harus disiasati secara kreatif, salah satu strateginya adalah meng-create terbentuknya public crowd , atau dengan istilah lainnya adalah keramaian publik. Dengan terciptanya crowd people tentu akan membentuk potensi buyers. Lalu public crowd yang bagaimana yang kita inginkan? Setidaknya telah ada 4 lokasi public crowd yang sudah terbentuk, seperti di Stasiun KA Beos , Terminal Busway Beos, Pinangsia, dan Glodok Pancoran. Dua lokasi yang disebut pertama, potensi buyersnya rendah karena mobile, sedangkan yang kita inginkan seperti public crowd di Glodok dan Pinangsia potensi buyersnya tinggi dan public crowd permanen. Beda dengan crowd people di sekitar Taman Fatahillah, tidak permanen! Tergantung ada tidak adanya event.

Padahal Taman Fatahillah ini berpotensi public crowd. Bedanya lagi adalah Glodok dan Pinangsia industrinya sudah ada lebih dahulu baru terbentuk crowd, sedangkan Taman Fatahillah diciptakan dahulu crowdnya baru investor percaya menanamkan modalnya untuk industri kreatif.

Saya yakin strategi crowd people dapat berhasil menumbuhkan kembali kepercayaan investor di sekitar Taman Fatahillah maupun Kalibesar, apabila crowd people tersebut bersifat permanen dan serempak dengan radius berjalan kaki antara 10 sampai 15 menit. Untuk melaksanakan Strategi public crowd, pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2008 ini menyiapkan beberapa event yang di selenggarakan di Taman Fatahillah dan penataan Kalibesar untuk memberi porsi yang besar pada ruang publik.


Jakarta 9 Juli 2008

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Keynote Speech Gubernur Provinsi DKI Jakarta dalam Seminar Kotatua Jakarta 4 Dec 2009 3:26 PM (15 years ago)

Keynote Speech
Gubernur Provinsi DKI Jakarta
DALAM SEMINAR KOTATUA JAKARTA
YANG DISELENGGARAKAN OLEH HARIAN SINAR HARAPAN
BATAVIA HOTEL,JAKARTA 9 JULI 2008


Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Puji Syukur kita bisa bertemu pada pagi ini, bertemu di Kotatua untuk membahas Kotatua bagaimana melestarikan dan memanfaatkannya. Rasanya senang sekali, sebab yang hadir pada kesempatan ini adalah orang-orang yang siap memberikan kontribusi kepada penataan dan pengembangan Kotatua, sebuah kota yang diurus mulai Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen hingga era saya.



Saya Bukan Jan Pieterszoon Coen

Para sejarawan Indonesia dan Belanda sepakat bahwa Jan Pieterszoon Coen adalah pendiri sekaligus Gubernur Kompeni kota Batavia pada tahun 1620, didahului dengan penghancuran kota Jayakarta pada lokasi yang sama. Kota Batavia dibangun secara bertahap sehingga komplit sebagai kota pada tahun 1650. Jadi memakan waktu 30 tahun membangun kota. Untuk keamanan kota, Batavia dipagari tembok (fortified city) dan dikelilingi parit. Warga yang mendiami kota bertembok ini adalah orang Eropa, Cina dan Arab karena ketiga bangsa ini dianggap warga nomor satu pada waktu itu, dan berhak tinggal di dalam kota. Sedangkan pribuminya harus tinggal di luar tembok!

Struktur/pola kota Batavia, mirip Amsterdam. Rumah berderet kecil memanjang ke belakang, jendela kecil untuk mengadaptasi iklim dingin atau salju. Lupa kalau Batavia beriklim panas menyengat. Akhirnya Kota Batavia menjelang akhir abad 19 di-declare sebagai kota yang tidak sehat, epidemik karena struktur kota dan bangunannya tidak menyesuaikan iklim tropis. Akibatnya kota ini dibongkar dan ditinggalkan lebih seratus tahun. Bayangkan bagaimana kota Batavia pada saat itu, disentri, kolera, lepra menjadi pemandangan yang umum dan penyebab utama kematian warga.



Hadirin yang saya hormati,

Saya Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta (dulu Batavia en Ommelanden) sekarang 2007-2012 (Insya Allah) tidak akan berfikir seperti Jan Pieterszoon (JP) Coen yang membangun kota hanya untuk etnik dan bangsa tertentu, tetapi saya membangun kota Jakarta adalah visi Aman, Nyaman, Sejahtera Untuk Semua termasuk dalam merevitalisasi Kotatua Jakarta. Tetapi saya juga belajar dari kegagalan Jan Pieterszoon Coen, agar kotatua yang tengah direvitalisasi ini dinyatakan sebagai kota yang sehat, dikunjungi banyak orang dan diminati banyak investor.


Preserved by decree

Saya salut dengan almarhum Ali Sadikin, Gebernur Jakarta 1967-1977 yang sangat besar perhatiannya terhadap sejarah kota Jakarta. Ketika melihat bangunan-bangunan tua di sekitar Taman Fatahillah kondisinya semakin memperihatinkan dan bahkan terlanjur menjadi Terminal Bus, langsung tergerak mengeluarkan instruksi kepada jajarannya untuk memikirkan bagaimana menyelamatkan lingkungan bersejarah ini. Langkah pertama adalah menyelamatkan dengan keputusan politis, yaitu menerbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor CD.3/1/70 tertanggal 21 Oktober 1970. Dalam SK tersebut, Daerah Taman Fatahillah dinyatakan sebagai Preserved Historical Site.

Ali Sadikin tidak omdo alias tidak omong doang. Konsekwensi dari diterbitkannya SK no CD.3/1/70 adalah harus membongkar terminal bus.

Padahal terminal tersebut sangat dibutuhkan karena merupakan terminal koneksi Lapangan Banteng, Tanjung Priok dan Grogol. Sang Gubernur tetap kekeh untuk memindahkan terminal Taman Fatahillah demi menyelamatkan heritage. Kepada seluruh jajaran staf saya, siapkan penghargaan buat beliau!.


Saudara-saudara sekalian,

Tahun 1971, Pemerintah DCI Jakarta then, mencanangkan Pemugaran Kota(tua), pertama kali di Indonesia pemugaran site kota secara makro.

Konsep perencanaan digelar pada acara Djakarta Historical Evening, pada tanggal 18 oktober 1971, bertempat di Museum Sejarah Kota, yang kini sebagai Museum Wayang Sedangkan yang kini sebagai Museum Sejarah Jakarta atau masyarakat mengenalnya sebagai Museum Fatahillah pada saat itu masih digunakan sebagai Asrama KODAM.

Sebelum rencana Pemugaran Kota dilaksanakan, sempat dikaji ulang SK CD.3/1/70. Masalahnya areal perencanaannya kok kecil amat sebatas Taman Fatahillah. Sedangkan tapak sejarah Kotatua sampai Pasar Ikan di sebelah Utara, Glodok/Pancoran di sebelah selatannya. Oke kalau begitu kita perluas, pinta Ali Sadikin. Diterbitkanlah SK baru pada tahun 1973 yang menyebutkan perluasan daerah pemugaran Kota, yakni SK Gubernur nomor D.III-b 11/4/54/73 Tentang Pernjataan Bahwa Daerah Djakarta Kota dab Pasa Ikan, Djakarta Barat dan Djakarta Utara Sebagai Daerah Dibawah Pemugaran Pemerintah DCI Djakarta. Dalam pernyataan ini disebutkan bahwa setiap pembangunan bangunan-bangunan baru di daerah tersebut harus menyesuaikan bentuk-bentuk arsitekturnya dengan bentuk arsitektur yang memiliki identitas sejarah di daerah tersebut.


Revitalisasi Kotatua

Sehat (aman, nyaman, sejahtera), dikunjungi banyak pelancong, dan diminati para investor, demikian yang harus diangkat dalam revitalisasi Kotatua. Tiga tuntutan ini bagaikan menancapkan bambu diatas batu, mungkin akan lebih mudah jika batu tersebut diganti tanah gembur Walaupun demikian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mem-vitalisasi kembali Kotatua dan bahkan menjadikannya sebagai program dedicated.

Pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 34 tentang Penguasaan Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan Kotatua seluas 846 hektar. Alasan diterbitkannya Peraturan Gubernur tersebut adalah untuk memberi kejelasan arah pengembangan kawasan Kotatua dan batas kawasan yang berdampingan sebagai zona pengaman. Batas-batas tersebut ditentukan oleh perebaran bagunan tua dan aktivitas kultural, didalamnya terdapat kawasan inti yang merupakan kawasan padat bangunan tua. Sekitar Taman Fatahillah,Taman Beos, Kalibesar, Pasar Ikan, dan Pancoran/glodok adalah identitas kawasan inti Kotatua. Tapak dari struktur kotanya berasal dari abad 17, sedangkan elemen kotanya berasal dari berbagai periode jaman hingga tahun 1990-an.

Kendati areal penguasaan perecanaannya ditentukan tahun 2006, satu tahun sebelumnya sesungguhnya sudah dimulai pelaksanaan fisik revitalisasi Taman Fatahillah, sebagian kecil dari luas kotatua. Dinas Kebudayaan dan Permuseuman ditunjuk sebagai leading-sectornya dalam mengkoordinasikan seluruh pekerjaan fisik yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Penerangan Jalan Umum, Dinas Pertamanan, dan Dinas Perhubungan. Pekerjaan tersebut hingga kini tetap berlangsung. Terus terang proyek fisik kasat mata ini merupakan pilot project yang bertujuan untuk menumbuhkan kembali kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya disini.


Hadirin yang saya hormati,

Kondisi sekarang Kotatua sudah tidak lagi sekotor sebelumnya, keamanan mulai kondusif, tetapi kemacetan tetap saja terjadi. Banyak para pengguna jasa jalan mengatakan bahwa masuk kotatua harus melewati neraka lalulintas, dua kali lipat waktu tempuh sesungguhnya Belum lagi debunya! Pendapat ini adalah pendapat warga yang tak pernah mencoba Transjakarta. Mangkanya pake busway dong !.

Bukan saja kemacetan yang menjadi keluhan masyarakat, tetapi masyarakat juga mengeluhkan hanya bisa menikmati 6 Museum dan seabrek bangunan tua kosong yang khawatir sekonyong-konyong ambruk. Selain itu tidak ada yang bisa dibeli. Bahkan jajanan makan dan minum termasuk barang langka disini.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetap proaktif dalam menanggapi permasalahan di kotatua. Dewasa ini sedang berjalan penanganan transfortasi dan kemacetan lalulintas dengan penertiban-penertiban pedagang kakilima yang menyita badan jalan, parkir sembarangan, dan terminal-terminal liar. Kini yang sedang dipersiapkan adalah konsep pemanfaatan bangunan-bangunan kosong baik yang terawat maupun tak terawat yang sebagian besar milik BUMN, badan usaha milik negara.

Saya sudah berbicara dengan Pak Sofyan Djalil, Menteri BUMN dan memintanya agar bangunan kosong milik BUMN dapat diberikan fungsi baru sesuai dengan konsep penataaan dan pengembangan Kotatua yang menghendaki agar setiap lantai dasar bangunan di kawasan inti dapat diakses oleh publik. Restoran, souvenir shop, bookstore adalah sebagian contoh peruntukkannya. Pak Sofyan Djalil setuju.


Saudara-saudara sekalian,

Konsep penataan dan pengembangan Kotatua didasari pada sebuah visi yang mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan ekonomi. Visi tersebut adalah terciptanya kawasan bersejarah Kotatua Jakarta sebagai tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memanfaatkan ekonomi yang tinggi. Ekonomi kreatif menjadi pilihan utama dalam pengembangannya.


Ekonomi Kreatif

Salah satu misi yang paling utama dalam pengembangan Kotatua adalah memperkuat aktivitas yang ada dan mendorong pengembangan aktivitas bisnis dan ekonomi baru dengan pendekatan pengembangan ekonomi kreatif yang selaras dengan potensi yang dimiliki dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai daerah tujuan wisata budaya dengan nilai pelestariannya. Manusia tanpa roh akan mati, begitu pula Kotatua tanpa roh akan mati. Roh Kotatua adalah ekonomi kreatif.

Industri Kreatif menjadi pilihan utama dalam pemanfaat bangunan-bangunan tua di kawasan inti Kotatua, titik sebarannya bisa ditempuh dengan berjalan kaki paling lama 10-15 menit. Fungsi eksisting bangunan yang tidak berhubungan dengan industri kreatif tetap dipertahankan, namun lantai dasarnya diubah fungsinya menyesuaikan dengan industri kreatif agar bisa diakses publik.

Ekonomi Kreatif yang bersumber pada kreatifitas, ketrampilan dan talenta individual yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan melalui penciptaan dan ekploitasi dari hak kekayaan intelektual memang memiliki skala dan potensi yang sangat besar untuk ekonomi suatu bangsa.

Di Inggris, industri/ekonomi kreatif memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, jauh diatas pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Demikian juga di Amerika Serikat, Cina, India dan negara-negara lainnya.


Strategi Public Crowd

Kotatua hingga kini belum juga berhasil menarik investor untuk ikut ambil bagian dalam industri atau ekonomi kreatif dengan memanfaatkan bangunan-bangunan tua di sekitar Taman Fatahillah, dan jalan Pintu Besar Utara, area yang dewasa ini sudah menjadi plaza dan pedestrian.

Buyers adalah alasan tersembunyi diantara alasan regulasi dan kemacetan dari penyebab keengganan investor menanamkan modalnya di kawasan Taman Fatahillah dan Pintu Besar Utara. Dewasa ini para investor lebih mengeksplore orang-orang yang butuh hiburan malam sebagai buyers, maka tak heran investor lebih suka membuka diskotik, tempat pijat plus-plus atau usaha-usaha yang dikaitkan undercover malam.

Menciptakan buyers harus disiasati secara kreatif, salah satu strateginya adalah meng-create terbentuknya public crowd , istilah ini tidak baku atau dengan istilah lainnya adalah keramaian publik. Dengan terciptanya public crowd tentu akan membentuk potensi buyers.


Hadirin yang saya hormati,

Saya yakin public crowd merupakan salah satu strategi yang dapat berhasil menumbuhkan kembali kepercayaan investor di sekitar Taman Fatahillah maupun Kalibesar, apabila public crowd tersebut bersifat permanen dan serempak.


Penutup

Upaya revitalisasi Kotatua Jakarta yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan komitmen pelestarian sekaligus memberi masa depan sehingga dapat dinikmati generasi berikut. Pelestarian ini jangan diartikan sebagai pengembalian citra kolonialisme, tetapi lebih diartikan pada sejarah dan trend ekonomi negara-negara di dunia yang memanfaatkan kota tua sebagai sumber pendapatan.

Meningkatnya vitalitas kawasan kotatua Jakarta sangat bergantung pada kepedulian pemerintah dan kesadaran masyarakat. Dua aspek ini saling berkait erat dalam mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan ekonomis yang artinya, historis kawasan tetap memiliki makna dan pertumbuhan ekonomi kawasan meningkat tinggi.


Saudara-saudara,

Untuk mengurus penataan dan pengembangan Kotatua, saya sudah membentuk satu lembaga yang dapat menangani koordinasi antar unit dalam pembangunannya, dan menjembatani serta memfasilitasi para stakeholder. Sesungguhnya lembaga yang dibutuhkan adalah semacam otorita, namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukannya secara bertahap, dimulai dari bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai embrio yang kelak menjadi otorita. Saya minta seluruh dinas-dinas yang terkait dalalam revitalisasi Kotatua dikoordinasikan oleh UPT Penataan dan Pengembangan Kawasan Kotatua (UPT Kotatua).


Penataan yang dewasa ini dikoordinasikan oleh UPT Kotatua di sekitar Taman Fatahillah dan Kalibesar melalui APBD Provinsi DKI Jakarta, semata-mata untuk men-triger penataan-penataan di lokasi lainnya di kawasan Kotatua dengan melibatkan partisipasi masyarakat tanpa APBD. Begitu pula dengan event-event yang dewasa ini 90 % dibiayai APBD kelak saya minta partisipasi masyarakat. Contoh kongkritnya adalah penyelenggaraan seminar ini, Pemerintah Provinsi DKI sedikitpun tidak merogoh koceknya.

Terimakasih kepada Sinar Harapan,
Yang lainnya saya tunggu.
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

Salam Kotatua
Fauzi Bowo

(Terima kasih kepada Kepala UPT Kotatua Bapak Candrian Attahiyyat atas pemuatan tulisan ini)


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Jakarta 1980-an dalam Foto 29 Sep 2009 7:42 PM (15 years ago)


Pembangunan Patung Arjuna Wijaya di bilangan Jalan Medan Merdeka Barat, 1986


Pola hias yang terdapat pada gedung peninggalan zaman Belanda di kawasan Kota Tua, 1987


Temuan meriam kuno di bekas kompleks Siliwangi, Lapangan Banteng, 1986


Festival Batavia menyambut ulang tahun Jakarta di areal Museum Sejarah Jakarta, 1987


Renovasi Gedung Kesenian Jakarta di daerah Pasar Baru, 1986

(Foto-foto: Koleksi Djulianto Susantio)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Pameran Sejarah dan Budaya Sumatera 9 Juni - 8 September 2009 29 Sep 2009 7:36 PM (15 years ago)


Kerja sama Museum Nasional Indonesia, Museum-museum di Sumatera, Rijksmuseum voor Volkenkunde Belanda



The island of Sumatra has always had a mythical dimension. Marco Polo had probably been on the west coast of the island. Since the early days of western exploration all kinds of legendary stories have roamed around. Sumatra was seen as the island where gold could be found (which was true) and it was the island of mysterious kingdoms. The beauty and craftmanship of Sumatran art and material have always attracted collectors, researchers, traders and adventurers of diverse cultural background. In general, outside influences have always been important for Sumatra’s dynamic history.

Recent excavations in Padang Lawas, Jambi and Palembang and the discovery of Chinese shipwrecks with large amounts of trade ceramics have thrown new light on Sumatra’s fascinating history of trade contacts, of religious centers and cultural diversity.

Recent anthropological research (also at the University of Leiden) has revealed new information and resulted in new interpretations on Sumatran cultural dynamics. As far as we know the island of Sumatra has been the subject of a large exhibition only once (in Frankfurt in the 1970s). So it is time to revive the interest in the “Gold Island”.


Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Jakarta Kota Tahun 1980-an 25 Sep 2009 5:16 PM (15 years ago)







(Foto-foto: Koleksi Djulianto Susantio)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Wisata Sepeda Keliling Kota Tua 12 Jul 2009 6:23 PM (15 years ago)


Menelusuri jejak keemasan Batavia masa lampau, kini bisa dilakukan dengan ojek sepeda di kawasan Kota Tua Jakarta.

Kegiatan ini bisa dilakukan dengan menyediakan waktu luang antara 1,5 sampai 2 jam diatas sadel sepeda, mengelilingi situs seluas kira-kira 2 kilometer persegi.

Pengendara yang juga pemilik sepeda, selanjutnya akan membawa penumpang berkeliling lima lokasi wisata sejarah, sambil memberikan berbagai penjelasan tentang sejarah lokasi-lokasi tersebut.

Tarmuji, biasa dipanggil Pak Muji, adalah pendiri sekaligus salah satu pengemudi sepeda ojek wisata paling senior di Kota Tua Jakarta.

Layanan ojek sepeda keliling Kota Tua diberikan Muji dan kawan-kawan biasa mangkal di lapangan Fatahillah, sebuah arena terbuka seluas kira-kira lapangan bola, terletak persis di depan Museum Sejarah atau lebih dikenal dengan nama museum Fatahillah.

Lokasi ini menyatukan tiga lokasi wisata sejarah Kota Tua sekaligus, yakni Museum Fatahillah sendiri, Museum Wayang dan Museum Keramik. Masing-masing berhadapan sehingga bisa dikunjungi sekaligus.

"Konsumen ojek sepeda wisata ini, kebanyakan turis lokal yang banyak datang ke Taman Fatahillah," kata Muji.

Target utamanya adalah rombongan anak sekolah, yang sebagian besar menyempatkan mampir ke Museum Fatahillah untuk melihat warisan budaya Jakarta masa lalu.

Dalam sepekan biasanya ratusan hingga sekitar ribuan wisatawan datang. Muji dan kawan-kawan menunggu, dengan berbagai jenis dan merek sepeda.

Kebanyakan pengunjung yang menyewa, memilih dibonceng saja. Biayanya Rp 25.000 untuk satu jam sewa.

"Kalau mau naik sendiri atau boncengan dengan teman boleh juga. Biaya sewanya Rp 20.000,'' tambah Muji.

Untuk satu putaran, penyewa akan dibawa berkeliling, dengan tujuan pertama menuju Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, Museum Bahari, jembatan Raden Inten dan lokasi Toko Merah, sebelum dibawa kembali ke Lapangan Fatahillah.


Dibiarkan rusak

Selain lalu lintas yang luar biasa padat, pemandangan menyolok dari kawasan Kota Tua adalah banyaknya gedung dan bangunan bersejarah yang kurang terawat.

Muji mengatakan, sebagian bangunan ini memang merupakan milik swasta. Beberapa dijadikan kantor perusahaan, seperti ruang pamer mobil dan agen jual-beli tiket perjalanan.

"Tapi banyak yang milik pemerintah juga. Yang ini contohnya, dulu milik Petamina, entah mengapa sampai sekarang tidak dipakai lagi," keluh Muji.

Karena usia yang sudah melampaui satu abad, tidak heran banyak gedung yang nyaris ambruk. Menurut Muji, bahkan banyak yang dari luar nampak masih tegak sebenarnya di dalam sudah keropos dan hancur.

Beberapa gedung seperti gedung milik PT Samudera Indonesia di Jalan Kali Besar juga rusak akibat genangan air dan banjir.

Tiang Gedung Museum Bahari bahkan sempat ambrol sebelumnya juga akibat banjir.

Untungnya, ini tidak terjadi pada Pelabuhan Sunda Kelapa.

Pelabuhan berumur lebih dari lima abad ini ternyata sampai kini masih ramai menjadi pusat kapal niaga berlabuh.

Saat kami berkunjung, Sunda Kelapa sesak oleh ratusan kapal yang rapi berderet di pinggir galangan. Sebagian besar datang dari penjuru nusantara, kata Muji, bukan kapal asing.

"Bedanya dengan dulu sebelum masa reformasi, sekarang kapal banyak bawa bahan mentah seperti bahan makanan atau semen."

"Kalau dulu banyak bawa kayu dari luar Jawa. Setelah reformasi dan ramai berita tentang illegal logging, kayu jarang dibawa ke Sunda Kelapa," tambah Muji.

Dari Sunda Kelapa rute selanjutnya adalah Menara Syahbandar. Tidak jauh hanya sepelemparan batu jaraknya.

Namun jalan yang menanjak dan lalu lintas yang ganas biasanya cukup membuat penumpang khawatir.

Maklum, ojek sepeda biasanya tidak dilengkapi dengan pengaman seperti helm.

Di menara, hanya dengan membayar sebesar Rp 2.000 rupiah, pengunjung bisa naik hingga lantai enam setinggi kira-kira 30 meter.


Penataan kacau

Dari atas, nampak pemandangan sekitar Kota Tua. Sekaligus jelas juga betapa kacaunya penataan ruang di kawasan ini.

Atap gedung berarsitektur kuno Belanda bercampur-baur dengan tumpukan atap seng serta asbes rumah penduduk yang muncul di mana-mana.

Sampah dan air Kali Besar yang hitam juga nampak jelas berbaur dengan lalu-lintas yang diselimuti asap agak pekat.

"Lingkungan sekitar Kota memang sudah buruk penataannya sejak lama, termasuk sistem saluran pembuangan limbah. Padahal dahulu, sejak Batavia didirikan pada 1527, saluran Kali Besar termasuk yang paling bersih di Asia," kata Muji tentang pentingnya penataan ulang kawasan ini.

Gedung Museum Bahari misalnya, terletak di Jalan Pasar Ikan No.1 , berseberangan dengan rumah penduduk beratap seng dan dibangun campur aduk tanpa penataan.

Sekitar tahun 1720-an, Museum Bahari merupakan gudang tembakau dan rempah-rempah milik VOC Belanda.

Agar kegiatan bongkar-muat mudah dilakukan, gedung ini didirikan persis di bibir pantai Pelabuhan Sunda Kelapa.

Bibir pantai itu sudah lama hilang, digantikan bangunan rumah penduduk yang semrawut, dihiasi tumpukan sampah disana-sini.

"Saya dengar mau ada netralisasi kawasan pelabuhan, katanya 5-6 tahun lagi rencananya Pemda DKI mau mengembalikan kawasan ini seperti masa dulu lagi," kata Muji setengah berharap.

Berikutnya sampai di Jembatan Kota Inten, sebuah jembatan kayu diatas Kali Besar, sekitar 5 abad lalu merupakan jembatan pertama yang mengaplikasikan teknologi jungkit.

Jembatan akan membuka dan menutup bila kapal besar melayari Kali Besar menuju pelabuhan Sunda Kelapa.

Kini kanal sekeliling jembatan kini didandani dengan lampu dan trotoar bersih, kabarnya karena ada rencana menggunakannya sebagai sarana wisata air.

Lagi-lagi, rencana itu belum terwujud.


Bangunan disewakan

Di jalan menuju jembatan Jalan Inten, sejumlah bangunan kuno nampak masih terawat kokoh dan indah.

Misalnya sebuah gedung berlantai dua berjendela kayu besar, salah satu sisinya dihiasi lambang VOC, Verenigde Indische Oost Compagnie, perusahaan dagang Kompeni Belanda.

Meski nampak lebih terawat, Pak Muji mengkritik persewaan bangunan tua ini.

"Mestinya kan dipelihara negara, untuk museum atau lokasi gedung pemerintahan gitu," protes Muji.


Lima tujuan ojek sepeda Kota Tua
  1. Pelabuhan Sunda Kelapa: masih berfungsi sejak 1573 ratusan kapal bersandar tiap hari
  2. Menara Syahbandar: tinggi sekitar 30m memberi pemandangan menyeluruh kawasan Kota Tua
  3. Museum Bahari: didirikan 1652 sebagai gudang rempah-rempah VOC, jaman Jepang jadi gudang senjata dan kini menyimpan benda sejarah bahari nusantara
  4. Jembatan Raden Inten: jembatan dengan teknologi Jungkit pertama di Indonesia, dibangun untuk memudahkan kapal VOC melewati Kali Besar menuju Sunda Kelapa
  5. Toko Merah: didirikan tahun 1730 oleh Gubernur Jendral Belanda terakhir ditutup polisi karena menjadi arena judi
Nasib yang hampir sama dialami Toko Merah.

Tidak ada barang apapun dijual disini, karena memang sudah lama tutup.

Menurut sejarahnya, bangunan asli toko ini adalah asrama untuk kadet angkatan laut Belanda didirikan oleh Gubernur Jendral Belanda GustaaF Willem Baron van Imhoff tahun 1730.

Bangunan megah berlantai dua berukuran besar dengan dinding bata, pintu dan jendela dari kayu jati hitam ini kemudian beralih pemilik pada seorang saudagar Cina.

Karena kepercayaannya akan warna merah yang dianggap membawa keberuntungan, sang pedagang mengubah cat bangunan itu menjadi seluruhnya merah, kecuali bingkai kayu pada jendela dan pintunya.

Nama bangunan pun berubah jadi Toko Merah, menjual rempah-rempah.

Terakhir bangunan ini berfungsi sebagai arena judi, kata Muji.

"Makanya disebut Kaliber 11 singkatan dari alamatnya Jalan Kali Besar No 11. Tiga tahun lalu tempat ini ditutup polisi, dipimpin sendiri oleh Jendral Sutanto."

Masih nampak kuat, jendela-jendela gedung Toko Merah nampak kusam oleh debu dan sisa hujan.

Karena kosong dan tidak dipakai, Toko Merah menambah lagi daftar panjang bangunan bersejarah yang terancam rusak di kawasan Kota Tua.


Penataan kawasan

Meski masih harus banyak dibenahi, penampilan Kota Tua sekarang ini jauh lebih baik.

Menurut Muji, berbagai upaya dilakukan untuk membuat Kota Tua jadi lebih nyaman.

Diantaranya penataan kawasan Museum Fatahillah, di mana lalu lintas yang tadinya melalaui kawasan ini dialihkan.

Juga sekitar Jembatan Raden Inten, yang tadinya dikenal sebagai kawasan remang-remang dan rawan kejahatan.

Kanal Kali Besar bahkan dilengkapi dengan halte perahu, yang tadinya direncanakan mantan Gubernur Sutiyoso sebagai fasilitas water way.

Yang terakhir, terkait rencana mengembalikan fungsi kawasan Museum Bahari, dengan menata ulang permukiman sekitarnya.

"Ya kita tunggu saja, meskipun kagak tahu kapan terlaksana," kata Muji sambil tersenyum.

Rencana apapun untuk mengembalikan fungsi kawasan Kota Tua, menurut Muji, sangat ditunggu pelaku pariwisata seperti dirinya.

Penataan tersebut penting bagi pelaku pariwisata seperti Muji, untuk memastikan kawasan Kota Tua tetap diminati wisatawan.

Dengan penataan juga diharapkan kesemrawutan dan polusi berkurang disekitar daerah ini.

Karena dekat dengan pusat niaga Glodok dan Pelabuhan Sunda Kelapa, lalu-lintas jalanan sekitar Kota Tua sangat padat.

Bukan saja keahlian khusus dan keberanian, tapi dibutuhkan pula kesehatan prima pengojek untuk membelah kepadatan ini dengan bersepeda.

Mereka harus berhadapan langsung dengan polusi asap kendaraan maupun aroma Kali Besar yang berbau menyengat.

Saat ditanya tentang bagaimana caranya menghindari polusi, Muji mengaku kebal.

"Tidak apa, sudah biasa," katanya sambil tertawa.

(bbcindonesia.com)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Penataan Kota Tua Terhambat 10 Jul 2009 2:05 PM (15 years ago)


Jakarta - Upaya Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) menata kawasan Kota Tua menjadi tempat wisata bertaraf internasional masih mengalami sejumlah kendala. Salah satunya, banyak bangunan yang ditinggal pemiliknya. Karena itu, pihaknya akan melacak para pemilik tersebut melalui data yang terdapat di Badan Pertanahan Jakarta Barat.

"Untuk mempercepat proses pengecatan di Kota Tua, saat ini kami tengah melacak nama pemilik bangunan yang belum diketahui alamatnya melalui Badan Pertanahan Jakarta Barat," kata Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan, Rabu (8/7) siang, seperti dilansir situs resmi Pemda Jakarta, beritajakarta.com.

Dia menyatakan, program pengecatan bangunan ini telah menjadi program Pemkot Jakbar. Namun, pelaksanaanya tidak seluruhnya ditanggung pemerintah melainkan harus melibatkan peran aktif para pemilik bangunan. Karena itu, Pemkot Jakbar sengaja menghubungi para pemilik bangunan untuk melakukan pengecatan.

"Pemerintah kota hanya mengecat gedung-gedung tua yang memang milik pemerintah, sedangkan untuk gedung milik perorangan dan swasta dilakukan sendiri oleh pemiliknya. Karena itu, kita berusaha menghubungi mereka," ujarnya.

Djoko menyatakan, bagi para pemilik yang sudah berhasil dihubungi, mereka sangat antusias menyambut program pengecatan yang dicanangkan Pemkot Jakbar. Namun, bagi para pemilik yang belum berhasil dihubungi, belum terlihat responnya.

Program pengecatan bangunan-bangunan kuno di kawasan Kota Tua ini ditargetkan rampung pada akhir Juli ini karena proses pelacakan pemilik bangunan terus digencarkan.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Kota Tua Candrian Attahiyat mengungkapkan, saat ini jumlah bangunan kuno di Kota Tua sebanyak 284 unit. Dari jumlah tersebut, yang dinyatakan milik pemerintah sebanyak 29 bangunan, yakni milik Pemerintah DKI Jakarta 6 bangunan dan BUMN 23 bangunan. Sementara itu, 255 bangunan lagi milik instansi swasta dan perorangan.(norman meoko)

(Sinar Harapan, Kamis, 9 Juli 2009)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Menunggu Kota Tua Nyaman dan Tertib 18 Jun 2009 7:24 PM (15 years ago)


Oleh NELI TRIANA


Kawasan Kota Tua di Jakarta Barat merupakan tonggak awal berkembangnya Batavia yang kini menjelma menjadi Jakarta. Sebuah kota dengan bangunan bergaya arsitektur Indis tepat di pinggir Kali Ciliwung ini memang selalu menjadi kawasan bisnis nan sibuk.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Pemandangan di sekitar Kali Besar, Jakarta Barat, yang membelah kawasan Kota Tua, beberapa waktu lalu. Kali Besar merupakan salah satu kanal terusan Sungai Ciliwung yang dibangun oleh Belanda yang mengelilingi Benteng Batavia.

Perbedaannya, setelah mengarungi waktu selama hampir 500 tahun, rupa cantik Kota Tua yang memadukan seni bangunan gaya barat dan Indonesia kini kian memudar. Tata ruang yang dulu menyeimbangkan antara bangunan, taman, dan jalan, sekarang hanya kumpulan bangunan tua yang rusak keropos. Kondisi sekitarnya pun semrawut dan kotor.

Padahal, sudah sejak tahun 1970-an, revitalisasi Kota Tua dicanangkan, tetapi hasilnya, kawasan ini selalu tampak seperti daerah yang terabaikan. Wisatawan pun enggan mampir.

Sesuai data dari Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Permuseuman DKI, jumlah wisatawan per tahun hanya sekitar 140.000 orang. Sebagian besar wisatawan tercatat selalu mengeluhkan soal keamanan, kebersihan, dan ketertiban di Kota Tua yang jauh dari ketentuan standar.

Berdasarkan data kunjungan wisatawan di beberapa museum dan obyek kunjungan di Kawasan Kota Tua, seperti di Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah), Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Museum Bahari, pengunjung yang datang rata-rata adalah peminat khusus atau siswa sekolah.

”Saya memang suka dengan tempat-tempat kuno seperti ini. Apalagi, saya sedang gencar latihan fotografi. Macet atau kumuh tidak masalah untuk saya,” kata Alan Sinatryo, fotografer amatir, saat ditemui di depan Museum Fatahillah, Sabtu (16/5).

Wisatawan minat khusus, seperti Alan, memang tidak terlalu memerhatikan kondisi sekitar obyek yang dituju. Berbeda dengan wisatawan umum yang amat memerhatikan kenyamanan selama perjalanan dan saat di lokasi. Tentu saja jumlah wisatawan minat khusus ini masih amat terbatas. Tidak heran, dalam satu tahun jumlah pengunjung Kota Tua hanya 140.000 orang.

Tidak tertanganinya masalah keamanan, ketertiban, dan kebersihan membuahkan masalah lain, seperti kemacetan lalu lintas yang tak terpecahkan. Angkutan umum, baik mikrolet, metromini, maupun bus besar dan bus transjakarta, melalui kawasan ini dari arah Jalan Hayam Wuruk, di mana terdapat pasar elektronik Glodok, dan dari Mangga Dua. Tepat di persimpangan sebelum menuju Museum Fatahillah, arus lalu lintas dari dan ke arah Stasiun Kota, Pasar Asemka, Mangga Dua, dan Glodok bertemu.

Tak ketinggalan sepeda motor dan mobil-mobil pribadi yang turut berdesakan di tengah lautan kendaraan itu. Sampah masih bertebaran di setiap sudut. Belum lagi kawasan kumuh di terminal mikrolet dekat Jembatan Kota Intan atau sekitar Stasiun Kampung Bandan maupun di Asemka dan Glodok.


Ekonomi kreatif

Upaya menata Kota Tua sebenarnya dilakukan sejak masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Kala itu, Kota Tua ditetapkan sebagai kawasan konservasi sekaligus obyek wisata seluas 864 hektar yang mencakup wilayah Jakarta Kota dari seputar Glodok hingga Pelabuhan Sunda Kelapa.

”Namun, penataan dan renovasi memang selalu terpusat di sekitar Fatahillah saja,” kata Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Permuseuman DKI Arie Budhiman, pertengahan Mei lalu.

Selama lima tahun terakhir, berdasarkan data dari Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Permuseuman DKI, sedikitnya tiga kali dilakukan renovasi di sekitar Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah). Sebuah lorong bawah tanah pun telah dibangun menghubungkan Museum Bank Mandiri, Stasiun Kota Tua, selter bus transjakarta, dan Museum Sejarah. Terakhir, April lalu, mulai diberlakukan pembebasan beberapa jalan di tengah Kota Tua dari lalu lalang kendaraan bermotor.

Akan tetapi, semua upaya itu belum memberi dampak berarti, khususnya dalam menjadikan Kota Tua tertata apik dan menarik minat wisatawan. Berdirinya Unit Pengelolaan Teknis Kota Tua sejak 2004 juga tidak kuasa mengatur kawasan tersebut menjadi lebih nyaman. Padahal, pada 2008, dana sebesar Rp 110 miliar dari APBD DKI diguyurkan untuk program revitalisasi kawasan Kota Tua.

Berdasarkan pada fakta-fakta itu, Arie sadar bahwa revitalisasi Kota Tua selama ini ternyata belum menyentuh dasar masalah, yaitu mewujudkan Kota Tua yang aman, tertib, dan bersih. Untuk itu, ia merencanakan agar pengelolaan Kota Tua ke depan berbasis manajemen sumber daya budaya.

Direktur Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat, Rabu, menambahkan, kunci utama keberhasilan mengelola Kota Tua adalah pada pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya. Selain itu, pengelolaan harus berdasarkan desain matang (by design), bukan berubah-ubah (management by accident).

”Kota Tua juga harus dilihat sebagai sebuah kawasan besar, tidak hanya terbatas pada Museum Fatahillah dan bangunan-bangunan tua lainnya. Pemecahannya, yaitu harus melihatnya sebagai kawasan yang terintegrasi,” kata Hari.

Kota Tua tidak terlepas dari kawasan Glodok, Kota Intan, hingga Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya. Untuk itu, kata Hari, pencanangan Kota Tua sebagai kawasan yang dilestarikan dan direvitalisasi harus diperluas. Hal ini disebabkan Kota Tua memang sebuah kawasan terintegrasi dan mewakili perkembangan kota hingga kini.

Jadi, kata Hari, yang bisa dijual sebagai obyek wisata adalah sisi perkembangan Kota Jakarta kuno hingga modern ini. Di kawasan ini, bisa terlihat adanya sungai sebagai poros kota, benteng, kawasan Pecinan, perdagangan, pusat pemerintahan, dan permukiman. Membawa wisatawan mengembara mengenang dan melihat bagaimana Jakarta berkembang tentu amat menarik.

Di Kota Tua, tercatat selain 284 bangunan yang bersejarah, Pasar Glodok juga telah ada sejak tahun 1740. Pada perkembangannya kini, Kota Tua diperkaya dengan adanya Pasar Asemka yang merupakan pasar pusat perhiasan imitasi dan kosmetik serta Mangga Dua sebagai pusat fashion. Semua itu bisa menambah kekhasan Kota Tua.

Hari menambahkan, sebagai langkah awal, Pemprov DKI bisa mengoptimalkan potensi yang sudah ada. Menurutnya, yang pertama perlu dilakukan adalah lalu lintas di sekitar Kota Tua harus tegas ditertibkan. Di sana sudah tersedia banyak gedung tinggi dengan lahan parkir cukup luas, seperti di Glodok dan Lindeteves. Silakan kendaraan pribadi parkir di sana dan meneruskan perjalanan dengan kendaraan umum yang ada.

”Di sini, Dinas Perhubungan dan Dinas Tata Kota disarankan mengatur rute angkutan umum sehingga bisa melayani hingga ke seluruh kawasan Kota Tua,” kata Hari.

Ide sederhana ini, kata Hari, bisa menjadikan Kota Tua sebagai oase di tengah Jakarta yang panas dan semrawut. Jadi, mampukah DKI mewujudkannya?

(Kompas, Kamis, 18 Juni 2009)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Wisata Kota Tua dengan Sepeda Ontel 25 May 2009 3:48 PM (15 years ago)


OLEH: DEYTRI ARITONANG
(Sinar Harapan, Sabtu, 23 Mei 2009)

JAKARTA - Seseorang yang berwisata ke Kota Tua, Jakarta Barat, baru bisa dikatakan menjalani wisata sejarah jika sudah mengelilingi Kompleks Kota Tua dengan sepeda kumbang atau sepeda ontel. Penyewa maupun pengojek sepeda ontel bangga ikut melestarikan kebudayaan dan sejarah Indonesia.

Di tengah hiruk-pikuknya Taman Fatahillah, Jakarta Barat, Amir (41) sibuk membersihkan dan memeriksa setiap detail sepeda ontel miliknya. Tangannya sigap menggosok semua bagian sepeda tuanya yang katanya diproduksi tahun 1940-an.

Di alun-alun depan Museum Sejarah Jakarta itu ia memarkir dua koleksi sepeda tuanya, berjajar dengan sepeda ontel milik rekan seprofesinya. Di depan jajaran sepeda terpampang papan bertuliskan “Disewakan untuk keliling Kota Tua”.

Sepeda kesayangannya itu memang disewakannya bagi pengunjung Kota Tua yang ingin menjelajahi jejak penjajahan pemerintahan Kolonial Belanda di Jakarta. Suasana tempo dulu baru terasa kental ketika berkeliling menyusuri bangunan-bangunan tua di sana.

Dengan tarif Rp 20.000 per jam, bapak satu anak berani melepaskan sepedanya digunakan secara bebas oleh pengunjung. Syarat untuk dapat meminjam sepeda yang di Belanda disebut omafiets atau “sepeda oma” ini hanya dengan meninggalkan kartu identitas (KTP).

Amir mengaku tidak khawatir sepedanya tidak dikembalikan peminjam. Menurutnya, jaminan KTP sudah cukup memadai dan membuat peminjam takut melarikan sepeda yang menjadi tumpuan hidup keluarganya itu.

Lelaki yang berdomisili di Penjaringan, Jakarta Utara, ini menggantungkan hidupnya dari usaha mengojek atau menyewakan sepeda ontel. Ia mengaku penghasilannya dari sepedanya tidaklah besar. “Pas-pasan aja sih. Tapi yang penting kan cukup untuk makan,” kata pria sederhana ini.

Rata-rata dalam sehari laki-laki berkulit legam ini bisa membawa pulang hingga Rp 30.000. Meski demikian, tidak jarang juga ia bisa menghasilkan hingga Rp 150.000 dalam sehari.

Salah satu pengalaman mengojek yang tidak dilupakannya adalah ketika mengantar wisatawan dalam negeri dari Taman Fatahillah, Jakarta Barat, ke Taman Monas, Jakarta Pusat. Menurut kisahnya, kala itu warga keturunan Tionghoa itu ingin menikmati suasana Jakarta dengan santai tanpa terjebak kemacetan.

Kisah yang hampir sama dituturkan Pak Daryono (52). Salah satu pengurus komunitas sepeda tua asuhan Museum Bank Mandiri ini mengaku menjalani usaha jasa sepeda tua sejak tahun 1981. Katanya, kala itu tidak banyak peminat jasa sepeda ontel. Saingannya pun belum banyak.

Kini ketika penyedia jasa sepeda kumbang semakin banyak, peminat sepeda yang lahir di tanah Belanda ini tidak bertambah.


Calon Pengantin

Penyewa dan pengguna jasa sepeda ontel memang tidak banyak. Kelompok orang yang paling sering menyewa sepeda adalah calon pasangan pengantin. Mereka biasa menyewa sepeda untuk foto prapernikahan dengan tema tempo dulu. “Selain foto prewedding, paling anak-anak remaja yang mau foto,” katanya.

Meski memiliki koleksi sepeda ontelnya sendiri, bapak empat anak ini memilih menggunakan sepeda yang dipercayakan Museum Bank Mandiri kepadanya. Sepeda ontel yang dibelinya pada tahun 1980-an hanya dipakai sesekali saja.

Lelaki berdarah Betawi ini mengaku tidak memiliki mata pencaharian lain selain mengojek sepeda ontel dan menyewakan sepedanya. Meski begitu, dia bangga. Dari penghasilannya yang juga ikut berperan melestarikan sejarah dan budaya, ia berhasil mengantarkan anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi. Walau kehidupan yang dijalaninya tidak tergolong mewah, Pak Daryono bersyukur dapat menjalani pekerjaannya yang turut membantu pemda mengembangkan Wisata Kota Tua.

Dia mengatakan, banyak keuntungan yang didapatnya menggunakan sepeda ontel. Salah satunya adalah kesehatan. Bersepeda menurutnya sama dengan berolahraga. Diakuinya, semasa hidupnya ia tidak pernah terjangkit penyakit parah. Keuntungan lainya, sepeda lebih ramah lingkungan dan bebas macet.

Ia berharap adanya persewaan sepeda ontel dapat ikut mengembangkan wisata sejarah di Kota Tua. Untuk itu, ia ingin agar kompleks Kota Tua dibebaskan dari kendaraan bermotor dan persewaan sepeda modern.

Jika kawasan Kota Tua telah menjadi kawasan seperti yang dicita-citakan pemda dan banyak persewaan sepeda dapat menjadi bisnis menjanjikan yang mendukung wisata Kota Tua, kenapa tidak dikembangkan? Dengan begitu, jalan-jalan di Kota Tua bisa dijalani tanpa harus kepanasan dengan alat transportasi bebas polusi yang pernah hidup di Jakarta dulu.

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Revitalisasi Kota Tua Jalan di Tempat 22 May 2009 3:01 AM (15 years ago)

Ganggu Warga Setempat


[JAKARTA] Revitalisasi Kota Tua yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sejak beberapa tahun terakhir dinilai jalan di tempat dan hanya menghamburkan anggaran hingga miliaran rupiah. Hal itu dikatakan Ketua Paguyuban Kota Tua Jacky Sutiono di Jakarta, baru-baru ini.

Dijelaskan, dalam melakukan upaya revitalisasi, Pemprov DKI tidak turut melakukan perawatan. Selain itu dalam merevitalisasi Kota Tua, Pemprov DKI juga tidak melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar Kota Tua.

"Di antaranya para pemilik bangunan di Kota Tua yang tergabung dalam Paguyuban Kota Tua tidak pernah dimintai pendapat atau dilibatkan dalam setiap kebijakan dan rencana revitalisasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta," ujarnya baru-baru ini.

Akibatnya, jelas Jacky, beberapa upaya revitalisasi yang dilakukan Pemprov DKI merugikan pemilik bangunan tua di kawasan itu. Contohnya, penanaman pohon kelapa yang menutupi jendela bangunan.

"Sehingga jendela tidak bisa dibuka. Belum lagi pembuatan dan peninggian pedestrian yang menutupi pintu bangunan, sehingga pintu kami tidak bisa dibuka keluar. Ini merugikan masyarakat," ujarnya.

Selain itu, jaringan kabel dipasang di atas kali juga mengganggu keindahan dan membahayakan masyarakat sekitar. Belum lagi banyak sampah berserakan. Padahal, warga sudah membayar retribusi. Masalah lain, adanya parkir kendaraan yang tidak teratur. "Keamanan dan ketertiban belum benar-benar dapat dirasakan masyarakat yang tinggal di Kota Tua," kata Jacky.

Hal senada dikatakan Sekjen Paguyuban Kota Tua Ella Ubaidi. Menurutnya, kawasan Kota Tua yang luasnya sekitar 840 hektare itu, sebanyak 18% di antaranya seperti lahan dan gedung kantor kecamatan, museum milik Pemprov DKI. Sebanyak 12% seperti Stasiun KA Beos, Kantor Pos milik Pemerintah Pusat. "Sedangkan 70 persen lainnya lahan milik swasta. Artinya pihak swasta dan komunitas yang ada di kawasan Kota Tua jangan ditinggalkan begitu saja dalam melakukan revitalisasi kawasan itu," katanya.

Ella mengatakan, dalam merevitalisasi Kota Tua, Pemprov DKI juga harus mempertimbangkan masalah perawatannya. Sehingga proyek bernilai miliaran rupiah tidak sia-sia hanya dalam hitungan bulan.

"Contohnya revitalisasi di Taman Fatahillah yang menelan biaya Rp 50 miliar, untuk penataan pencahayaan, penataan kabel PLN, telepon, taman, dan sebagainya. Proyek 2006-2007 itu cuma bisa bertahan tiga bulan, lampu-lampu banyak yang mati, telepon rusak," ujarnya.

Menurut Ella, pembangunan kawasan Kota Tua perlu melibatkan warga sekitarnya, sehingga ada manfaat ekonomi bagi warga sekitar. Misalnya, dengan kegiatan industri rumahan, mengembangkan wisata kuliner yang harganya terjangkau masyarakat luas.

Sementara itu, Direktur Pengelola Aset PT Pusat Perdagangan Indonesia(PPP) Robert Tambunan, mengkritisi pernyataan Aurora Tambunan seusai dilantik menjadi Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. [Y-6]

(Suara Pembaruan, Senin, 16 Maret 2009)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Menyaksikan Kembali Sejarah Jakarta di Museum Fatahillah 18 May 2009 3:39 AM (15 years ago)


Selamat datang di Museum Sejarah Jakarta, atau Museum Fatahillah. Dibangun tahun 1620, dengan menempati areal seluas 13 ribu meter persegi, Bangunannya bergaya arsitektur kuno abad ke-17 yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.

Dulu, pada jaman VOC, gedung ini bernama Stadhuis atau Stadhuisplein yang digunakan oleh pemerintahan Belanda sebagai gedung Balaikota, pusat pemerintahan Belanda saat masih berkuasa di Indonesia hingga akhirnya pada tanggal 30 Maret 1974, oleh pemerintah Indonesia, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat, museum ini menyimpan banyak hal yang bisa diceritakan dari masa lalu. Mulai dari perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di kawasan Jakarta, mebel antik dari abad ke-18, keramik, gerabah, hingga batu prasasti.

Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes(menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis.

Di masa lalu, selain berfungsi sebagai Balaikota, bangunan ini juga dijadikan sebagai penjara. Terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulunya digunakan untuk menjebloskan orang-orang yang melanggar aturan hukum pemerintah Hindia Belanda. Konon, pejuang-pejuang Indonesia seperti Pangeran Diponegoro, pernah menghuni penjara ini.

Tanah lapang di depan bangunan Museum Sejarah Jakarta, dikenal dengan nama Taman Fatahillah, merupakan saksi bisu tempat dilaksanakannya eksekusi hukuman gantung bagi ribuan orang Cina yang terlibat dalam pemberontakan melawan Belanda tahun 1740.

Museum Fatahillah hanyalah salah satu di antara makin langkanya bangunan tua dan bersejarah di Ibu Kota, yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Belanda saat itu. Bangunan Museum Fatahillah ini, menorehkan banyak kenangan bagi mereka yang pernah tinggal, maupun yang hanya singgah di Jakarta tempo doeloe. Hingga kini museum ini masih dikunjungi. Tak hanya oleh wisatawan lokal, namun juga oleh wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan Eropa.

Museum ini dibuka setiap hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 09.00-15.00 wib. Sedangkan museum ini ditutup untuk umum setiap hari Senin dan hari besar.

Cara Mencapai Daerah Ini
Museum ini dapat dicapai dengan menggunakan busway (Blok M - Kota), kendaraan pribadi, taksi, dan angkutan umum.

Tempat Menginap
Di Jakarta banyak hotel yang dapat dijadikan pilihan sebagai tempat menginap Anda. Jika ingin lebih dekat dengan kawasan Kota Lama Jakarta, Anda dapat menjadikan hotel-hotel di sekitar daerah Kota sebagai bahan pertimbangan Anda, seperti misalnya Hotel Omni Batavia, Le Grandeur Hotel (Dusit Mangga Dua), Novotel Mangga Dua, Sheraton dan lain-lain.

Berkeliling
Anda dapat mengeliligi Museum Fatahillah dengan berjalan kaki melihat koleksi museum.

Tempat Bersantap
Di sebelah timur pintu utama Museum Fatahillah, terdapat sebuah kafe yang bernama Kafe Museum. Kafe ini merupakan sarana pelengkap dari Museum Fatahillah dengan memanfaatkan gedung tua yang berarsitektur kolonial, sehingga penataan interiornya pun disesuaikan yang dilengkapi dengan pernak-pernik yang mengingatkan kita pada masa kolonial. Yang menarik dari kafe ini adalah daftar menu makanan yang bernuansa Betawi tempo doeloe yang dipengaruhi beberapa budaya, seperti Cina, Arab dan Belanda. Mulai dari portuguese steak, ong tjai ing, kwee tiaw, tuna sandwich "van zeulen", "east indies" chef's, soup "Ali Martak", sampai ikan bawal "si pitung" dan pisang goreng " Nyai Dasima" tersedia di kafe ini.

Buah Tangan
Anda dapat membeli T-shirt dan kaus, kartu pos, serta gantungan kunci sebagai cinderamata.

Yang Dapat Anda Lihat Atau Lakukan
Banyak sekali hal yang dapat dilihat dan dilakukan disini, seperti:
Berfoto-foto di sekitar museum dan Taman Fatahillah yang antik.
Mengunjungi museum-museum yang ada di sekitar Museum Fatahillah.
Mengikuti acara yang diadakan museum-museum--misalnya, dengan menonton pagelaran drama tentang cerita-cerita di masa lalu.

Tips
Patuhilah segala petunjuk dan larangan yang ada di Museum
Gunakan pakaian yang nyaman untuk digunakan, mengingat udara Jakarta yang cukup panas dan terik.
Lebih baik apabila Anda melengkapi diri dengan kacamata hitam, topi dan payung.
Jangan lupa membawa kamera untuk berfoto
Jika ingin merasakan bagaimana suasana interaksi sosial pada jaman Belanda, tidak ada salahnya untuk mampir dan menghabiskan waktu di Kafe Museum. Kafe ini pada saat-saat tertentu akan menyajikan traditional live music , seperti tanjidor, orkes keroncong, gambang keromong, dan aneka tarian betawi, terlebih jika ada event-event khusus
Jika Anda tertarik, Anda dapat mengelilingi Museum Fatahillah bersama Sahabat Museum (Anda harus bergabung dulu dengan mailing list ini, sahabatmuseum@yahoogroups.com Gratis!

(Sumber: budpar.go.id)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Mengapa Museum Sering Kebobolan? 16 May 2009 12:12 AM (15 years ago)


Oleh: Djulianto Susantio

(Sinar Harapan, 6 April 2009)

Untuk kesekian kalinya koleksi museum dicuri orang. Terakhir yang menjadi korban adalah arca Buddha peninggalan Kerajaan Sriwijaya milik Museum Balaputra Dewa Palembang. Kabar terakhir menyebutkan koleksi tersebut telah ditemukan kembali.

Kejadian serupa antara lain pernah menimpa Museum Radya Pustaka Solo. Pelakunya kemudian diketahui adalah orang museum sendiri, sementara pembeli barang-barang tersebut adalah seorang pengusaha beken, Hashim Djojohadikusumo. Kita masih belum tahu apakah motif pencurian di Museum Balaputra Dewa sama dengan motif pencurian di Museum Radya Pustaka ataukah berbeda.

Yang jelas, masalah yang sama selalu dan tetap berulang tanpa ada perbaikan. Para pengambil keputusan tidak ada bosan-bosannya mengatakan “akan menjadikan kasus itu sebagai pelajaran berharga”. Mengingat kebanyakan museum di Tanah Air kita adalah milik pemerintah, tentu saja pemerintah—baik pusat maupun daerah—yang harus bertanggung jawab.

Tidak dipungkiri, alasan klasik dan klise selalu diumbar-umbar pengelola museum: kurang dana dan kurang tenaga. Begitu juga alasan pemerintah: anggaran untuk bidang kebudayaan dalam APBN/APBD selalu diciutkan dari tahun ke tahun. Malah sering ditambah: prioritas sedang ditujukan untuk pembenahan dunia pendidikan. Bukankah museum juga merupakan sarana pendidikan dan pembelajaran untuk generasi kini dan generasi mendatang? Sejak lama museum selalu dicanangkan menjadi objek yang bersifat rekreatif edukatif. Artinya, selain ditujukan untuk kepentingan pariwisata, museum dijadikan sebagai etalase ilmu pengetahuan untuk segala lapisan masyarakat.

Konon, di Indonesia hanya terdapat kurang dari 400 museum. Itu pun 11 di antaranya telah tutup tahun 2008 karena masalah dana. Berapa banyak persentasenya dibandingkan dengan jumlah penduduk dan kekayaan budaya yang kita miliki, tentu kita bisa menerka-nerkanya sendiri. Bandingkan dengan Belanda, misalnya, yang mampu membangun ribuan museum. Bahkan, becak yang dikenal sebagai kendaraan tradisional di Indonesia, justru lebih gampang dijumpai di sana daripada di negara asalnya.


Lebih Baik Dibeli dan Dirawat Kolektor?

Pencurian berbagai koleksi museum memang ibarat “lingkaran setan”. Tahun 1970-an koleksi numismatic Museum Nasional pernah digondol penjahat besar Kusni Kasdut. Tahun 1980-an tujuh potong keramik antik dan langka, juga milik Museum Nasional, raib entah ke mana. Tahun 1990-an sejumlah lukisan, lagi-lagi milik Museum Nasional, tahu-tahu sudah berada di tangan kolektor Singapura. Pembahasan pun ramai. Berbagai pejabat berwenang dan sejumlah tokoh berbicara.

Terhadap kasus Museum Radya Pustaka. Peran Hashim Djojohadikusumo dan Hugo Krueger disorot. Karena apa? Hashim mengaku membeli barang-barang itu dari Krueger di luar negeri. Tentu yang menjadi persoalan adalah mengapa barang-barang curian itu bisa sampai di sana? Lemahnya mental pegawai museum dan aparat terkait sering disalahkan. Sampai-sampai ketidakcakapan pemerintah tak luput dari gunjingan.

Metafora selalu mengatakan bahwa benda-benda arkeologi adalah harta yang tidak ternilai harganya. Artinya, semua benda arkeologi tidak bisa diukur dengan uang karena nilai ilmu pengetahuannya jauh lebih penting dari itu.

Tanpa bermaksud mendukung pencurian yang melanggar hukum itu, kita terusik untuk bertanya, “Benarkah arca-arca tersebut dalam keadaan yang lebih baik dan aman jika berada di tangan museum dan pemerintah?” Seorang rekan arkeolog pernah merasa jengkel dan rada mengolok. “Kalau Museum Nasional dan Museum Sejarah Jakarta dijadikan patokan bagi kualitas museum-museum di Indonesia, maka bisa dipastikan museum adalah tempat yang mengerikan bagi warisan-warisan arkeologi. Betapa banyak koleksi museum berada dalam kondisi yang aus dan berjamur, terlihat seperti tak terawat sama sekali,” katanya.

Jika demikian keadaannya, tentu saja akan lebih baik bila koleksi-koleksi tersebut dicuri lalu dibeli oleh kolektor pribadi yang mampu merawat koleksi-koleksi itu dengan lebih baik. Pencurian benda-benda masa lampau yang dilindungi hukum memang salah. Namun, menelantarkan benda tersebut dengan alasan apa pun adalah tindakan yang lebih salah.


Pariwisata dan Pendidikan

Mungkin ada benarnya kalau orang mengatakan banyak gedung museum di negeri kita ibarat “kandang ayam”. Selain kondisi bangunannya yang terlihat gampang ambruk, situasi dalamnya pun tak ubahnya peribahasa “mati segan, hidup tak mau”. Pencahayaan selalu redup, lemari pajangan keropos di sana-sini, kotak-kotak informasi masih terlalu jadul, tembok dan lantai sangat kusam, begitulah yang sering dikeluhkan pengunjung. Ironisnya, kehidupan museum hanya tergantung dari karcis masuknya. Sudah jelas untuk biaya operasional sehari-hari saja tidak cukup.

Kalau kualitas museum di Jakarta saja masih banyak dipertanyakan, tentu kondisi museum di daerah jauh lebih buruk. Padahal, justru kekayaan budaya di daerah jauh lebih banyak daripada di Jakarta. Jadi, sudah saatnya pemerintah memperhatikan kondisi museum, jangan ditunda-tunda lagi. Museum harusnya menjadi tempat yang paling aman untuk menyimpan harta karun bangsa. Kondisi fisik harus benar-benar diperhatikan, misalnya melengkapi museum dengan kamera pengintai, alarm, dan pintu otomatis. Kondisi nonfisik pun tidak boleh ditinggalkan. Pegawai museum kan manusia, tentu memerlukan kehidupan yang layak.

Kita harus yakin, museum yang baik pasti akan dicari orang. Karena apa? Museum memiliki dua fungsi sekaligus, yakni sebagai objek pariwisata dan sebagai objek pendidikan. Yang kini terlihat sungguh membuat hati miris, museum hanya sebagai gudang peninggalan barang-barang kuno sehingga terkesan angker. Marilah kita mulai membenahi museum. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memperhatikan sejarahnya, tentu lewat museum. Lewat museum kita bisa berkaca tentang kecemerlangan bangsa Indonesia di masa lampau.

Mudah-mudahan, masyarakat dan pemerintah akan segera mampu memperlakukan museum kita, termasuk benda-benda koleksinya, secara lebih “manusiawi”. Jika sudah demikian, itulah saat yang paling pantas untuk mengutuk pencurian dan transaksi ilegal benda-benda cagar budaya milik negara. Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa museum kita sering kebobolan, untuk sementara ini jawabnya adalah karena mental dan dana.

*Penulis adalah seorang arkeolog, tinggal di Jakarta

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Foto-foto Museum Sejarah Jakarta 16 May 2009 12:03 AM (15 years ago)






(Dari berbagai sumber di internet)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?

Pengunjung Kota Tua Meningkat 50 Persen 15 May 2009 9:07 PM (15 years ago)


Jakarta - Jumlah pengunjung di kawasan wisata Kota Tua meningkat hingga lebih dari 50 persen dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Mei 2009 ini, angka pengunjung yang datang sekitar 1.500 orang, bahkan pernah mencapai angka 2.000-an, sedangkan April 2009 hanya sekitar 1.000 pengunjung.

Hal itu diungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penataan dan Pengembangan Kota Tua, Candrian Attahiyyat, Kamis (14/5) siang. Dia mengatakan, peningkatan ini karena mayoritas pengunjung yang datang adalah para siswa yang akan memasuki masa libur sekolah dan pelaksanaan ujian akhir sekolah telah selesai.

Sementara itu, terkait HUT ke-482 Kota Jakarta, Kepala Museum Sejarah Jakarta Raphael Manik menambahkan, pihaknya akan menggelar sejumlah kegiatan, di antaranya Batavia Art Festival, yaitu pertunjukan seni dan budaya yang akan berlangsung hingga akhir tahun.

Khusus untuk memperinga-ti Hari Museum Internasional pada 18 Mei, pihaknya akan mengadakan Museum Day dengan acara utama memasuki bunker (ruang bawah tanah) di Museum Fatahillah. "Ruang ini tidak dibuka untuk umum karena resapan air yang merembes. Hanya karena acara ini kami akan mengeringkan dan membukanya pada pukul 3 sore," katanya.

Dia menambahkan, rangkaian acara ini bertujuan untuk menyatukan dan menumbuhkan rasa memiliki serta memelihara Kota Tua di antara komunitas dan masyarakat sekeliling kawasan itu.

Kawasan Kota Tua yang terletak di wilayah Jakarta Barat itu dikelilingi enam museum, seperti Museum Bahari, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Bank Mandiri, serta Museum Bank Indonesia. Jasa keliling kawasan wisata menggunakan ojek sepeda ontel juga tersedia dengan tarif Rp 25.000 per jam untuk mengunjungi lima tempat bersejarah, termasuk Sunda Kelapa. (ant/nor)

(Sinar Harapan, Jumat, 15 Mei 2009)

Add post to Blinklist Add post to Blogmarks Add post to del.icio.us Digg this! Add post to My Web 2.0 Add post to Newsvine Add post to Reddit Add post to Simpy Who's linking to this post?